Berbekal UU HPP, 2022 Pemerintah Mulai Pajaki Natura
Friday, 05 November 2021
Berbekal Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan, mulai tahun 2022 pemerintah akan memajaki natura atau kenikmatan yang biasa diberikan perusahaan kepada karyawan—termasuk yang diterima direksi dan komisaris.
Natura atau kenikmatan merupakan tambahan kemampuan ekonomis yang diterima bukan dalam bentuk uang, melainkan berbentuk barang. Contohnya, imbalan berupa beras atau bahan pangan lain, fasilitas mobil dinas, jemputan, tempat tinggal atau mess karyawan.
Kebijakan ini merupakan implikasi dari terbitnya Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP), yang antara lain merevisi sejumlah pasal terkait objek pajak di Undang-Undang Pajak Penghasilan (PPh)
Terdapat perubahan pada Pasal 4 ayat (1) huruf a UU PPh terkait natura dan/atau kenikmatan, yang sebelumnya bukan objek pajak menjadi objek pajak bagi penerimanya.
Sebelumnya, penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan yang dikategorikan penghasilan kena pajak meliputi gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya. Mulai tahun 2022 ditambah dengan natura dan/atau kenikmatan,
Namun, tidak semua jenis natura atau kenikmatan akan dipajaki. Dalam revisi Pasal 4 ayat 3 huruf d UU PPh disebutkan natura atau kenikmatan yang dikecualikan dari objek pajak meliputi:
- makanan, bahan makanan, bahan minuman, dan/atau minuman bagi seluruh pegawai;
- natura dan/atau kenikmatan yang disediakan di daerah tertentu;
- natura dan/atau kenikmatan yang harus disediakan oleh pemberi kerja dalam pelaksanaan pekerjaan;
- natura dan/atau kenikmatan yang bersumber atau dibiayai APBN, APBD, dan/atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa; atau
- natura dan/atau kenikmatan dengan jenis dan/atau batasan tertentu.
Konsekuensi
Dengan ditetapkan sebagai objek pajak maka natura atau kenikmatan akan diperhitungkan sebagai tambahan penghasilan karyawan yang menjadi dasar pemotongan PPh Pasal 21 oleh perusahaan.
Otomatis beban pajak yang ditanggung karyawan kemungkinan menjadi lebih besar dari sebelumnya—yang tidak memperhitungkan natura atau kenikmatan sebagai objek pajak.
Sementara secara administrasi, perusahaan perlu untuk menilai natura atau kenikmatan dan memperhitungkannya satu per satu ke dalam komponen penghasilan karyawan yang akan dipotong PPh Pasal 21.
Namun, terdapat penambahan ketentuan terkait natura atau kenikmatan di Pasal 6 ayat (1) huruf n UU PPh. Dalam hal ini natura atau kenikmatan yang merupakan objek pajak dapat menjadi biaya pengurang penghasilan bruto (deductible expense) bagi perusahaan. (AGS)