Saya membeli jersey sebuah klub sepak bola pada tahun 2010 seharga Rp500.000. Namun karena saya terkena PHK pada Januari 2021, saya terpaksa menjual jersey koleksi tersebut seharga Rp10.000.000. Bagaimana cara menghitung pajaknya? Apakah dikenakan terhadap harga jual atau atas keuntungan (berlaku seperti capital gain) investasi? Terima kasih.
~Paul Siringoringo, Jakarta~
Jawaban
Salam Pak Paul.
Terima kasih atas pertanyaannya. UU PPh mengatur bahwa setiap tambahan kemampuan ekonomis, baik yang digunakan untuk konsumsi ataupun untuk menambah kekayaan, merupakan objek pajak atau terutang pajak. Termasuk pula keuntungan dari hasil transaksi penyerahan barang atau jasa maupun capital gain terkait dengan aktivitas investasi.
Sesuai ketentuan, pajak dikenakan atas penghasilan neto yang merupakan penghasilan selama setahun dikurangi dengan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Sebagai gambaran, untuk pembayar pajak yang belum berkeluarga atau tidak punya tanggungan, nilai PTKP saat ini adalah Rp54 juta. Adapun besaran tarif pajak menyesuaikan dengan jumlah penghasilan neto berikut:
Penghasilan Kena Pajak | Tarif |
Sampai dengan Rp50 juta | 5% |
Rp50 juta - Rp250 juta | 15% |
Rp250 juta - Rp500 juta | 25% |
Lebih dari Rp500 juta | 30% |
Dalam kasus Anda, keuntungan Rp9.500.000 yang merupakan selisih antara harga penjualan jersey (Rp10.000.000) dan harga pembelian jersey (Rp500.000) merupakan objek pajak.
Namun, sebelumnya Anda perlu mengakumulasikan keuntungan tersebut dengan penghasilan lain yang Anda terima selama tahun berjalan (jika ada).
Totalnya adalah penghasilan neto, yang jika hasilnya positif maka dikenakan pajak. Namun, jika penghasilan neto negative atau penghasilan bruto di bawah PTKP (kurang dari Rp54 juta setahun) maka terbebas dari PPh.
Sebagai catatan, pastikan Anda menyimpan nota atau bukti pembelian jersey (jika tidak ada pembukuan atau bukan wajib pajak yang diharuskan membuat pembukuan). Sebab, tanpa bukti pembelian maka nilai objek pajak akan dihitung berdasarkan harga jual, bukan keuntungan.
Karena sistem perpajakan Indonesia menganut azas self assesstment, Anda selaku pembayar pajak diberikan kepercayaan penuh untuk menghitung, membayar, serta melaporkan sendiri pajak dan seluruh penghasilan, harta, dan kewajiban lain melalui Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) Pajak Penghasilan.
Melaporkan penghasilan dan harta dalam SPT—meski nilainya tidak seberapa—penting dilakukan setiap pembayar pajak guna menghindari risiko permasalahan di kemudian hari.
Demikian penjelasan kami. Terima kasih
Catatan:
Tanya-tanya Pajak merupakan kolaborasi Kompas.com dan MUC Consulting seputar kebijakan dan praktik perpajakan. Sobat Pajak dapat mengajukan pertanyaan melalui link ini. Artikel ini telah terbit di Kompas.com, Jumat (01/10/2021).