JAKARTA. Rencana pemerintah untuk kembali menjalankan program pengampunan pajak tampaknya berjalan mulus.
Pasalnya, hampir seluruh fraksi yang ada di Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) menyetujui usulan yang disampaikan dalam revisi Undeng-undang (RUU) tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) tersebut.
Mengutip Harian Kontan edisi Rabu (22/9), berdasarkan daftar inventaris masalah (DIM) ketentuan tax amnesty, diketahui hampir seluruh fraksi di DPR mendukung rencana pengampunan pajak.
Tarif Lebih Rendah
Bahkan beberapa diantaranya mengusulkan agar wajib pajak yang mengungkapkan harta dalam program tersebut dikenai PPh final yang lebih rendah dari usulan pemerintah. (lihat tabel)
Fraksi | Alumni Tax Amnesty 2016-2017 | Peserta Baru | ||
Normal | Diinvestasikan ke SBN | Normal | Diinvestasi ke SBN | |
Golkar | 6% | 5% | 9% | 7% |
Gerindra | 6%-12% | 5%-8,5% | 12% | 10% |
Nasdem | 6%-10% | 5%-8% | 12% | 10% |
PKB | 5% | 3,5% | 10% | 7,5% |
Demokrat | 10%-15% | 7,5% | 12% | 10% |
PAN | Sesuai RUU | Sesuai RUU | Sesuai RUU | Penekanan Harta Bersih |
PPP | Sesuai RUU | Sesuai RUU | Sesuai RUU | Penekanan Harta Bersih |
PDIP | Dasar Pengenaan Tari | Dasar Pengenaan Tarif | Beragam | Beragam |
PKS | Menolak | Menolak | Menolak | Menolak |
Dalam draft RUU KUP pemerintah mengajukan tarif PPh final sebesar 15% untuk peserta yang belum mengungkapkan seluruh hartanya dalam program tax amnesty 2016-2017.
Bila harta tersebut diinvestasikan ke dalam instrumen investasi berupa surat berharga negara tarifnya menjadi 12,5%
Sementara PPh final untuk peserta baru atau yang belum mengikuti tax amnesty sebesar 30% dan 2015. Bila diinvestasikan ke dalam instrumen SBN, tarif PPh final yang diberikan menjadi 20%.
Mulai 2022
Program ini kemungkinan baru akan berlaku pada tahun 2022. Tadinya, pemerintah berharap kebijakan tersebut bisa diterapkan mulai 1 Juli 2021.
Namun, karena waktu pembahasan mundur maka implementasinya terpaksa harus menyesuaikan.
Mengutip Bisnis Indonesia edisi Jumat (17/9), program pengampunan pajak yang disusun pemerintah ini berpotensi menambah penerimaan negara.
Sebab, merujuk data Tax Justice Network diperkirakan ada sekitar US$ 21 triliun - US$ 32 triliun kekayaan global yang berada di luar negeri atau yurisdiksi yang diduga terkait dengan penggelapan pajak luar negeri atau Offshore Tax Evation (OTE).
Selain melalui program tax amnesty, upaya pengejaran OTE sebetulnya bisa dilakukan melalui negosiasi dengan negara mitra yang diduga menjadi tempat penyimpanan harta. Hal ini bisa dilakukan karena pemerintah sudah memiliki informasi keuangan hasil pertukaran data dengan sejumlah negara dan yurisdiksi dalam program Automatic Exchange of Information.
Namun, sepertinya pemerintah lebih memilih jalan pintas dengan cara menawarkan insentif kepada wajib pajak yang mau mengungkapkan harta. (asp)