Rezim PPh Final Gerus Penerimaan Pajak
Tuesday, 13 April 2021
JAKARTA. Pengenaan Pajak Penghasilan (PPh) final yang seharusnya bisa meningkatkan basis pajak, justru dinilai menggerus penerimaan.
Terutama di tengah pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19), yang menyebabkan kegiatan usaha mengalami penurunan.
Mengutip Bisnis Indonesia edisi Selasa, 13 April 2021, World Bank pernah menyampaikan kritiknya atas pengenaan PPh final, dalam laporannya tahun lalu.
Kritik lembaga keuangan global itu diantaranya mengenai penerapan PPh final untuk sektor konstruksi dan real estate, yang diatur dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 51 Tahun 2008.
Bahkan menurut World Bank Indonesia sebaiknya kembali menerapkan rezim PPh badan yang berlaku umum.
Tujuannya, untuk meningkatkan transparansi dan memastikan peningkatan ekuitas horizontal lintas sektor.
Baca Juga: Perluasan Basis Pajak Perlu Strategi Luar Biasa
Namun, alih-alih mengurangi pemerintah justru akan memperdalam pengenaan tarif PPh final, diantaranya dengan memangkas tarif PPh final untuk sektor jasa konstruksi, khususnya penghasilan yang diterima pekerja konstruksi oleh penyedia jasa dengan kualifikasi usaha orang perseorangan dan usaha kecil menjadi 1,75% dari sebelumnya 2%.
Selain itu, pemerintah juga akan memangkas tarif PPh Final bunga obligasi yang diterima oleh wajib pajak dalam negeri menjadi 10% dari 15%.
Kontradiktif
Langkah ini dinilai tidak tepat dan kontradiktif, karena PPh final atas dividen sebetulnya hanya dinikmati oleh kelompok masyarakat dengan pendapatan tinggi, atau High Wealth Individual (HWI) yang selama pandemi justru tidak mengalami dampaknya.
Baca Juga: Pandemi, Stimulus dan Kontraksi Penerimaan
Seharusnya kelompok masyarakat ini dikenakan tarif pajak progresif sesuai Pasal 17 Undang-undang (UU) Pajak Penghasilan.
Bahkan, jika berkaca pada langkah Amerika Serikat (AS) yang justru mulai menaikan tarif PPh untuk kelompok HWI, langkah Indonesia dinilai kontradiktif.
Seperti mengutip cnbcindonesia.com, Presiden AS Joe Biden sudah menyampaikan proposal kenaikan tarif PPh korporasi untuk tingkat federal atau pemerintah pusat dari 21% menjadi 28% yang akan menyasar individu yang berpenghasilan di atas US$ 400.000. (ASP)