Pemerintah AS: Pajak Digital Indonesia Diskriminatif!
Tuesday, 26 January 2021
Pemerintah Amerika Serikat (AS) melalui United States Trade Representative (USTR) menilai penerapan pajak digital di sejumlah negara, termasuk Indonesia, terkesan diskriminatif dan membebani perusahaan-perusahaan digital AS.
Penilaian tersebut merupakan hasil investigasi USTR sejak Juni 2020 terhadap penerapan kebijakan pajak digital di sejumlah negara seperti Brazil, Republik Ceko, Uni Eropa, dan Indonesia. Sesuai dengan kewenangannya dalam Section 301 of The Trade Act of 1974, USTR menjelaskan tujuan dari investigasinya adalah untuk mengetahui apakah kebijakan pajak digital di negara-negara tersebut menghambat perlindungan Hak Kekayaan Intelektual (HaKI) atau akses pasar produk AS.
Dalam konteks Indonesia, investigasi USTR merupakan respons atas terbitnya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 pada Maret 2020 (sekarang menjadi Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020), yang antara lain mengatur pengenaan pajak penghasilan (PPh) dan pajak transaksi elektronik (PTE) atas kegiatan ekonomi digital. Pajak digital tersebut dikenakan terhadap barang dan/atau jasa dari luar negeri yang dijual kepada konsumen di Indonesia melalui sistem elektronik atau secara daring.
Baca Juga: Indonesia Pangkas Tarif PPh Badan dan Resmi Terapkan Pajak Digital
3 Catatan USTR
Meskipun proses penyelidikan belum tuntas, namun USTR telah membuat sejumlah pernyataan yang memuat sedikitnya tiga kekhawatiran atas kebijakan pajak digital Indonesia.
Pertama, USTR menilai kebijakan pajak digital Indonesia diskriminatif sebab hanya menyasar subjek pajak luar negeri, tetapi tidak berlaku untuk perusahaan digital asal Indonesia.
Kedua, USTR menganggap kebijakan pajak digital Indonesia tidak sejalan dengan prinsip perpajakan global. Terutama terkait Bentuk Usaha Tetap (BUT), ekstrateritorial, dan risiko pengenaan pajak berganda.
Baca Juga: Kriteria Perusahaan Digital Pemungut PPN Ditetapkan
Ketiga, USTR juga menilai kebijakan pajak digital Indonesia dapat semakin membebani dan membatasi perdagangan perusahaan digital AS. Dalam hal ini, USTR melihat perusahaan AS selain harus membayar pajak lebih besar juga wajib menyampaikan laporan dan mematuhi persyaratan administrasi lainnya.
Atas dasar tersebut, USTR akan melanjutkan investigasi dengan memantau penerapan pajak digital oleh Pemerintah Indonesia. (ASP)