Kriteria Perusahaan Digital Pemungut PPN Ditetapkan
Wednesday, 01 July 2020
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) akan menunjuk pelaku usaha sebagai pemungut Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas transaksi barang kena pajak tidak berwujud atau jasa kena pajak, dari luar ke dalam daerah pabean, yang transaksinya menggunakan sistem elektronik (PMSE).
Penunjukan tersebut hanya dilakukan terhadap pelaku usaha digital yang memenuhi kriteria, sebagaimana yang tertuang dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-12/PJ/2020 yang merupakan turunan dari Peraturan Menteri Keuangan (PMK) nomor 48/PMK.03/2020.
Dalam aturan yang mulai berlaku tanggal 1 Juli 2020 ini, perusahaan digital yang ditunjuk sebagai pemungut PPN minimal memiliki nilai transaksi sebesar Rp600 juta setahun atau Rp50 juta sebulan. Atau paling tidak, perusahaan digital tersebut telah diakses oleh lebih dari 12.000 pengunjung dalam satu tahun atau 1.000 pengunjung dalam satu bulan.
Baca Juga: Asyiknya Main Game Saat Pandemi dan Isu Pajak yang Membayangi
Bagi perusahaan digital yang belum ditunjuk, dapat memilih sebagai pemungut dengan menyampaikan pemberitahuan kepada DJP. Pemberitahuan disampaikan melalui surat elektronik atau email, aplikasi atau sistem yang disediakan DJP.
Hak dan Kewajiban
Sebagai bukti bahwa perusahaan telah ditunjuk sebagai pemungut PPN, DJP akan menerbitkan identitas khusus dan Surat Keterangan Terdaftar. Identitas ini merupakan sarana bagi pelaku usaha dalam melaksanakan hak dan kewajibannya sebagai pemungut PPN.
Berikut adalah beberapa kewajiban yang harus dipenuhi perusahaan yang telah ditunjuk. Pertama, Pemungut PPN PMSE harus melakukan aktivasi akun dan pemutakhiran data secara online, melalui sistem yang disediakan otoritas.
Kedua, pemungut PPN PMSE harus memungut PPN sebesar 10% dari setiap uang yang dibayarkan oleh pembeli dan menerbitkan commercial invoice, billing, order receipt atau dokumen sejenis sebagai bukti pungut PPN. Agar dokumen-dokumen tersebut bisa dipersamakan dengan faktur pajak, maka harus dilengkapi dengan identitas seperti nama, Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) atau alamat email yang terdaftar di DJP.
Baca Juga: DJP Terbitkan Aturan Baru Tentang SSP, Kode Akun dan Setoran Pajak Diubah
Ketiga, pemungut PPN PMSE wajib menyetorkan PPN yang dipungutnya setiap masa pajak, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Penyetoran PPN dilakukan secara elektronik ke rekening kas negara melalui bank persepsi, pos persepsi atau lembaga persepsi lainnya di Indonesia, menggunakan kode biling.
PPN yang disetorkan bisa dalam bentuk mata uang Rupiah, Dollar Amerika Serikat ataupun mata uang asing lainnya yang ditetapkan oleh DJP. Hanya saja, jika PPN yang disetor dalam mata uang asing, maka penyetoran dilakukan melalui bank persepsi atau lembaga persepsi yang melayani mata uang asing.
Keempat, perusahaan digital pemungut PPN wajib melaporkan PPN yang telah dipungut secara triwulanan, setiap tiga periode masa pajak, paling lambat akhir bulan berikutnya setelah periode berakhir.
Adapun periode triwulanan yang dimaksud adalah, untuk triwulan pertama meliputi masa pajak Januari sampai Maret, triwulan kedua untuk masa pajak April sampai Juni, trwiulan ketiga masa pajak Juli sampai September dan triwulan keempat masa pajak Oktober sampai Desember.
Laporan pemungutan PPN tersebut paling sedikit harus memuat informasi jumlah pembeli, jumlah pembayaran, jumlah PPN yang dipungut dan jumlah PPN yang disetor. (ASP)