DJP Tak akan Berbaik Hati Pasca Tax Amnesty
Friday, 24 February 2017
Direktorat Jenderal Pajak (DJP) mencanangkan 2017 sebagai tahun penegakan hukum. Namun, masih ada kesempatan hingga Maret bagi wajib pajak (WP) untuk “bertaubat” dengan memanfaatkan kebijakan pengampunan pajak (tax amnesty). Setelahnya, DJP memastikan akan lebih tegas dan gencar melakukan pemeriksaan, terutama bagi WP yang tidak ikut serta dalam program tax amnesty.
Sementara bagi WP yang telah mendapatkan ampunan dari Negara, DJP mengingatkan jangan merasa lega dahulu. Sebab, jika di kemudian hari ditemukan ada harta tambahan yang ternyata belum dilaporkan, maka siap-siap WP diganjar sanksi yang tak kalah berat.
Untuk mengetahui seperti apa kebijakan pemeriksaan yang akan dilakukan DJP pasca tax amnesty, berikut petikan wawancara MUC Tax Guide dengan Kepala Sub Direktorat Perencanaan Pemeriksaan DJP, Muhammad Tunjung Nugroho, Senin (13/2):
Program tax amnesty segera berakhir, bagaimana strategi pemeriksaan DJP pada saat ini?
Ada dua perhatian kami. Pertama bagi WP yang ikut tax amnesty dan kedua WP yang tidak ikut. Terhadap WP yang ikut tax amnesty, kami tidak mungkin lagi memeriksa kepatuhan pajak mereka di masa lalu. Terutama pajak sebelum tahun 2015 seperti Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Namun, kami masih memiliki kewenangan, menurut Undang-undang nomor 11 Tahun 2016 tentang pengampunan pajak, untuk memeriksa hartanya. Kami akan pastikan, bahwa harta yang dilaporkan dalam tax amnesty sudah seluruhnya. Terutama, harta yang mereka peroleh sebelum tahun 2015 namun belum dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa dan tidak diikutsertakan dalam tax amnesty.
Apa sanksinya jika ditemukan harta yang belum dideklarasikan oleh WP peserta tax amnesty?
Kami akan terapkan aturan sesuai pasal 18 UU Nomor 11/2016 itu, (WP) akan kena denda administrasi 200%. Kami terapkan law enforcement. Kami tentu memiliki standard operating procedure dalam melakukan pemeriksaan. Kami akan mempertimbangkan untuk memprioritaskan harta-harta tertentu seperti yang memenuhi aspek materialitasnya.
Artinya tidak ada pengecualian, meskipun bagi WP yang ikut tax amnesty?
Untuk kewajiban perpajakannya, iya, kami ampuni, (WP) tidak akan kami otak-atik. Tetapi hanya hartanya yang kami cross check lagi. Untuk memastikan tidak ada harta lagi yang mereka sembunyikan. Kalau mereka sudah melaporkan seluruh hartanya, mereka baru bisa lega. Tetapi, kalau ada yang belum dilaporkan, lebih baik segera dilaporkan mumpung periode ketiga tax amnesty masih hingga 31 Maret 2017 nanti.
Lalu apa tujuannya tax amnesty kalau WP tetap dihantui risiko pemeriksaan di tahun penegakan hukum?
Kami ingin mendorong perbaikan di kemudian hari. Melalui tax amnesty, DJP berharap menutup masalah perpajakan di masa lalu, tetapi WP harus berkomitmen untuk memperbaiki diri, (dan) meningkatkan kepatuhannya di kemudian hari. Bila di masa lalu ada kekurangan, sehingga pengisian SPT tidak benar, maka hal itu jangan diulangi lagi. Sehingga, tercipta kepatuhan yang berkelanjutan atau sustainable. Itu pesan kami untuk WP peserta tax amnesty.
Bagaimana kemudian strategi pemeriksaan bagi WP yang tidak ikut tax amnesty?
Nah, ini WP yang tidak ikut tax amnesty akan menjadi fokus kami. Kami akan memeriksa data WP yang tidak ikut tax amnesty, menyisir harta yang mereka miliki namun tidak dimasukkan dalam SPT hingga tahun 2015.
Apa sanksinya bagi WP yang belum patuh?
Kami akan menindaknya sesuai dengan UU Nomor 11/2016 tentang tax amnesty. Mereka akan kena sanksi administrasi. Bukan hanya itu, kewajiban perpajakannya juga akan kami usut. Karena mereka bisa terkena dua undang-undang, yaitu UU Perpajakan dan UU Pengampunan Pajak. Jadi, hartanya akan diperiksa, kewajiban perpajakannya akan kami usut selama masih belum daluarsa atas penetapan atau penuntutannya.
Jadi sanksinya akan lebih berat bagi WP yang tidak ikut tax amnesty?
Iya, harus, karena mereka sudah tidak menggunakan kesempatan untuk ikut tax amnesty, padahal pelaporan harta dan perpajakannya belum benar. Pemerintah sudah memberikan fasilitas pengampunan, tapi tidak dipergunakan. Dampaknya kami periksa dan dendanya lebih besar. Namun demikian, jika WP tidak ikut tax amnesty dan memang pelaporan harta (sudah sesuai) dan patuh dalam membayar pajak, (mereka) tidak akan kena sanksi. Perlu dicatat, bahwa meskipun periode tiga tax amnesty berakhir bulan Maret, tetapi kami diberikan kewenangan untuk memeriksa WP yang tidak ikut dan menindaknya maksimal hingga 2,5 tahun ke depan.
Apa strategi yang akan dilakukan dalam 2,5 tahun ini?
Teknisnya ini menjadi rahasia kami. Tetapi, kami akan menggunakan berbagai sumber data yang kami miliki untuk dijadikan pembanding harta-harta yang dimiliki WP. Data itu berasal dari mana saja, termasuk data internal maupun data eksternal.
Termasuk data Perbankan?
Ya, kami akan minta data dari mana pun. Selama itu bisa dilakukan. Kami juga akan menggunakan UU pencucian uang untuk menjerat WP yang terbukti melakukan tindak pidana perpajakan. Kami dimungkinkan untuk melakukannya, karena pidana perpajakan (adalah) salah satu pidana asal untuk mengenakan tuduhan pencucian uang.
Bagaimana cara DJP mengendus relasi antara praktik penggelapan pajak dengan tindak pidana pencucian uang?
Setiap kejahatan perpajakan, (atau) penggelapan pajak akan bermuara di gaya hidup. Misalnya, membeli barang atau aset lainnya. Jarang uang itu disimpan. Jadi korelasinya, ya, gaya hidup seperti konsumsi dan investasi.
Apa kiat DJP untuk memastikan pemeriksa bekerja maksimal dan profesional, agar tugas-tugas regulernya tidak terganggu dengan tuntutan tambahan pasca tax amnesty?
Ya, kami biasa saja. Setiap pemeriksa akan mengerjakan tugas-tugas itu secara pararel. Karena setiap memeriksa pajak regular pasti menelusuri harta. Jadi sambil menyelam minum air. Kami biasa melakukan itu, sebab subjek pajaknya sama. Objeknya saja yang berbeda. Kalau yang satu harta milik WP, yang lainnya adalah pajak milik WP, dua hal tapi saling berkaitan.