Penerimaan Pajak Februari Kontraksi 4,97%
Thursday, 19 March 2020
JAKARTA. Ditengah isu penyebaran wabah Corona Virus Desease 2019 (Covid-19), pemerintah mengumumkan realisasi pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2020.
Hingga akhir Februari APBN 2020 tercatat mengalami defisit sebesar Rp 62,8 triliun atau setara dengan 0,37% Produk Domestik Bruto (PDB), dengan nilai pendapatan negara sebesar Rp 216,6 triliun dan belanja negara Rp 279,41 triliun.
Berdasarkan data realisasi APBN yang dirilis pemerintah, kinerja penerimaan pajak masih sangat rendah. Kondisi ini berdampak signifikan tehadap terhadap pendapatan negara secara keseluruhan.
Realisasi penerimaan pajak tercatat mengalami kontraksi sebesar -4,97% (year on year) dengan nilai nominal sebesar Rp 152,92%. Namun demikian, kondisi ini lebih baik jika dibandingkan realisasi bulan Januari 2020 yang mengalami kontraksi lebih dalam, sebesar -6,86%.
Kontraksi paling besar terjadi pada jenis Pajak Penghasilan (PPh) migas yaitu sebesar -36,83% dengan nilai nominal sebesar Rp 6,64 triliun. Sedangkan PPh Non migas mengalami kontraksi sebesar -3,04% atau senilai Rp 88,98 triliun.
Meski tingkat kontraksi yang lebih rendah, PPh non migas memiliki tingkat kontribusi paling besar terhadap total penerimaan pajak. Sementara itu, untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang memiliki kontribusi terbesar kedua mengalami kontraksi -2,67% dengan nilai nominal Rp 55,95 triliun. (lihat tabel)
Uraian | APBN 2020 (Rp triliun) | Realisai (Rp triliun) | Pertumbuhan (%) | Pencapaian (%) |
PPh | 929,9 | 95,62 | -6,52 | 10,28 |
- Non Migas | 872,48 | 88,98 | -3,04 | 10,20 |
- Migas | 57,43 | 6,64 | -36,83 | 11,57 |
PPN dan PPnBM | 685,87 | 55,95 | -2,67 | 8,16 |
PBB | 18,86 | 0,30 | 94,99 | 1,58 |
Pajak Lainnya | 7,93 | 1,05 | 5,67 | 13,19 |
JUMLAH | 1.642,57 | 152,92 | -4,97 | 9,31 |
Sumber: APBN Kita
Jika dilihat berdasarkan sektoral, hanya sektor manufaktur yang mampu tumbuh positif sebesar 4,9% (year on year). Kondisi ini lebih baik dibandingkan periode yang sama tahun 2019, yang kala itu tercatat tumbuh negatif 11,4%.
Adapun sektor lainnya mengalami pertumbuhan negatif, seperti sektor perdagangan yang mengalami kontraksi -2,3%, sektor jasa keuangan dan asuransi kontraksi 5,3%, konstruksi dan real estat -4,5%, pertambangan mengalami kontraksi terbesar -20,8%, dan sektor transportasi dan pergudangan -2,7%. (lihat tabel)
Jenis Industri | Realisasi (Rp triliun) | Pertumbuhan (%) | Kontribusi (%) |
Industri Pengolahan | 38,81 | 4,9 | 25,9 |
Perdagangan | 35,30 | -2,3 | 23,6 |
Jasa Keuangan & Asuransi | 20,50 | -5,3 | 13,7 |
Konstruksi & Real Estat | 11,18 | -4,5 | 7,5 |
Pertambangan | 4,5 | -20,8 | 3,0 |
Transportasi & Pergudangan | 8,18 | 2,7 | 5,5 |
Sumber: APBN Kita
Secara umum, kinerja penerimaan pajak ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global dan perdagangan internasional yang menurun. Terganggunya kegiatan ekspor-impor telah menekan penerimaan pajak-pajak atas impor. Di sisi lain, pelambatan ekonomi yang terjadi juga berdampak pada penerimaan PPh Pasal 25/29 Badan yang turut kontraksi 19,57%.
Pemerintah mengakui, tantangan yang dihadapi tahun ini akan bertambah sulit apalagi dengan wabah Covid-19 yang belum juga mereda. Terkait hal tersebut, pemerintah mengaku akan fokus pada pencegahan penyebaran virus mematikan tersebut dengan berbagai insentif perpajakan, hingga kondisi kembali pulih dan kegiatan perekonomian kembali stabil. (ASP)