Fiskus Siapkan 8 Alternatif Hitung Omzet Wajib Pajak
Monday, 12 February 2018
Pemerintah membuat pedoman baru pemeriksaan pajak dengan menyiapkan 8 (delapan) metode alternatif penghitungan peredaran bruto Wajib Pajak, selain cara konvensional yang selama ini berdasarkan pencatatan atau pembukuan Wajib Pajak.
Sasaran dari penggunaan metode alternatif penghitungan peredaran bruto ini adalah Wajib Pajak yang wajib atau memilih menyelenggarakan pembukuan atau pencatatan tetapi dalam pemeriksaan ditemukan kondisi sebagai berikut:
- Wajib Pajak tidak atau belum sepenuhnya menyelenggarakan kewajiban pembukuan atau pencatatan; atau
- Wajib Pajak tidak atau belum sepenuhnya memperlihatkan atau meminjamkan pencatatan/pembukuan atau bukti pendukungnya.
Adapun 8 (delapan) metode penghitungan alternatif yang bisa menjadi rujukan pemeriksa pajak di lapangan meliputi:
- transaksi tunai dan nontunai;
- sumber dan penggunaan dana;
- satuan dan/atau volume;
- penghitungan biaya hidup;
- pertambahan kekayaan bersih;
- berdasarkan Surat Pemberitahuan (SPT) atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya;
- proyeksi nilai ekonomi; dan /atau
- penghitungan rasio.
Opsi-opsi tersebut tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 15/PMK.03/2018 tentang Cara Lain Untuk Menghitung Peredaran Bruto, yang efektif berlaku sejak diundangkan pada 13 Februari 2018.
Dasar Penghitungan
PMK Nomor 15/PMK.03/2018 juga merinci lebih jauh acuan data dan informasi yang bisa digunakan untuk mendukung penggunaan 8 (delapan) metode penghitungan peredaran bruto sebagai berikut:
Pertama, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode transaksi tunai dan nontunai. Penghitungan dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi mengenai penerimaan tunai dan penerimaan nontunai dalam suatu tahun pajak.
Kedua, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode sumber dan penggunaan dana. Rujukannya adalah data dan/atau informasi mengenai sumber dana dan/atau penggunaan dana dalam suatu tahun pajak.
Ketiga, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode satuan dan/atau volume. Acuannya adalah data dan/atau informasi mengenai jumlah satuan dan/atau volume usaha yang dihasilkan Wajib Pajak dalam suatu tahun pajak.
Keempat, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode penghitungan biaya hidup. Penghitungan dilakukan berdasarkan data dan/atau informasi mengenai biaya hidup Wajib Pajak beserta tanggungannya termasuk pengeluaran yang digunakan untuk menambah kekayaan dalam suatu tahun pajak.
Kelima, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode pertambahan kekayaan bersih. Pemeriksa dapat menggunakan data dan/atau informasi mengenai kekayaan bersih pada awal dan akhir tahun dalam suatu tahun pajak sebagai basis penghitungan peredaran bruto.
Keenam, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode berdasarkan SPT atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya. Sesuai dengan jenis metodenya, maka dasar penghitungan peredaran brutonya adalah SPT atau hasil pemeriksaan tahun pajak sebelumnya.
Ketujuh, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode proyeksi nilai ekonomi. Untuk menggunakan metode ini, pemeriksa harus memproyeksikan nilai ekonomi dari suatu kegiatan usaha pada saat tertentu pada suatu tahun pajak.
Kedelapan, penghitungan peredaran bruto menggunakan metode penghitungan rasio. Untuk cara ini, penghitungannya mengacu pada persentase atau rasio pembanding.
Secara teknis, tata cara penggunaan metode alternatif penghitungan peredaran bruto akan diatur lebih lanjut melalui Peraturan Direktur Jenderal Pajak.
Untuk menghindari pemeriksaan pajak yang memakan waktu dan biaya, sebaiknya Wajib Pajak memperhatikan kualitas pembukuan/pencatatan peredaran brutonya, sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Apabila pembukuan dinyatakan belum lengkap, Wajib Pajak harus bersikap kooperatif guna memperlancar proses pemeriksaan pajak.
https://mucglobal.com/upload/taxblitz/files/2018/Tax_Blitz_3_8_Cara_Hitung_Omzet_Wajib_Pajak_(rev).docx_.pdf