Cara Menghitung Pajak THR Menggunakan TER PPh Pasal 21
Saturday, 23 March 2024
Sudah menjadi suatu kewajiban, menjelang perayaan Hari Raya Idul Fitri, setiap korporasi memberikan Tunjangan Hari Raya (THR) kepada pegawainya. Selain berkontribusi dalam meningkatkan daya beli pegawai untuk menyambut Hari Raya Idul Fitri, THR juga berkontribusi pada penerimaan negara, melalui pajak.
Sebab, dalam konteks pajak, THR dikategorikan sebagai penghasilan tidak teratur yang termasuk sebagai objek Pajak Penghasilan (PPh). Oleh karena itu, atas pemberian THR tersebut harus dipotong PPh Pasal 21.
Dalam ketentuan terbaru, mengenai petunjuk pelaksanaan pemotongan pajak atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa dan kegiatan pribadi, yaitu Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 168 Tahun 2023, penghitungan PPh 21, termasuk atas THR mengalami perubahan.
Baca Juga: PMK 168 Tahun 2023 Soal Teknis Pemotongan PPh 21 Terbit, Berikut Uraiannya
Ruang Lingkup TER PPh
Dalam PMK 168 Tahun 2023, PPh Pasal 21 dihitung menggunakan Tarif Efektif Rata-rata (TER) yang dibedakan menjadi TER Bulanan dan TER harian. Karenanya, dalam memotong PPh atas THR untuk memastikan TER mana yang akan digunakan, apakah harian atau bulanan.
TER Bulanan dipergunakan bila Wajib Pajak berstatus pegawai tetap atau pegawai tidak tetap yang upahnya dibayarkan bulanan. Sementara TER Harian digunakan untuk menghitung PPh terutang atas penghasilan yang diterima pegawai tidak tetap dengan upah harian, upah satuan, upah mingguan, atau upah borongan.
Namun demikian, dalam artikel kali ini, kita hanya akan membahas bagaimana penghitungan PPh terutang atas THR menggunakan skema TER bulanan.
TER Bulanan dibedakan ke dalam tiga kategori, yaitu TER A, TER B dan TER C, yang penetapannya ditentukan berdasarkan status PTKP wajib pajak.
Kategori TER | Status PTKP | PTKP |
TER A |
TK/0 TK/1 dan K/0 |
Rp 54 juta Rp 58,5 juta |
TER B |
TK/2 dan K/1 TK/3 dan K/2 |
Rp 63 juta Rp 67,5 juta |
TER C | K/3 | Rp 72 juta |
Pada penghitungan PPh 21 menggunakan TER bulanan, tarif akan dikalikan dengan penghasilan bruto yang diterima pasa masa tersebut.
Sebagai informasi, penggunaan TER hanya berlaku untuk menghitung PPh terutang setiap masa, kecuali masa terakhir atau masa Desember, tetap mengacu pada ketentuan Pasal 17 UU PPh yang merujuk pada besaran Penghasilan Kena Pajak (PKP), bukan penghasilan bruto.
Penghasilan Bruto Masa Pajak
Kemudian, terkait menghitung PPh Pasal 21 atas THR ada beberapa hal yang perlu diperhatikan. Pertama, untuk menghitung PPh Pasal 21 THR menggunakan TER, perusahaan sebagai pemotong terlebih dahulu harus menjumlahkan THR yang dibayarkan dengan gaji yang dibayarkan pada masa tersebut.
Sehingga diperoleh penjumlahan penghasilan bruto Gaji ditambah penghasilan Bruto THR sebagai Penghasilan Bruto dalam satu masa yang sama. Kemudian, berdasarkan hasil penjumlahan tersebut dikalikan dengan tarif TER sesuai dengan kategori PTKP penerima penghasilan dan besaran penghasilan bruto yang diterima.
Sebagai ilustrasi, misalnya PT. CONTOH memberikan THR kepada pegawainya Tuan Alex sebesar Rp10.000.000 di bulan Maret. Pada bulan yang sama, Perusahaan juga membayarkan gaji sebesar Rp 10.000.000. Adapun status PTKP Tuan Alex adalah Kawin Tanpa Tanggungan (K/0).
Maka, berdasarkan itu maka penghitungan PPh Pasal 21 atas THR dan Gaji di masa Maret sebagai berikut:
Uraian | Penghasilan Bruto |
Gaji Maret | Rp 10.000.000 |
THR yang dibayarkan pada masa pajak Maret | Rp 10.000.000 |
Jumlah Penghasilan Bruto Masa Pajak Maret | Rp 20.000.000 |
Dengan status PTKP K/0 dan penghasilan bruto yang diterima Rp 20.000.000, maka TER yang digunakan adalah sebesar 9%. Sehingga penghitungannya adalah sebagai berikut.
PPh Pasal 21 Terutang | = TER (Kategori A) X Rp 20.000.000 |
= 9% X Rp 20.000.000 | |
= Rp 1.800.000 |
Besaran PPh 21 tersebut merupakan yang akan dipotong pada masa pajak saat penghasilan dibayarkan pemberi kerja. Namun demikian, pada masa pajak terakhir atau masa pajak Desember, perusahaan harus memperhitungkan kembali PPh yang terutang berdasarkan ketentuan Pasal 17 UU PPh.
Hasilnya akan dikurangkan dengan PPh Pasal 21 yang telah dibayarkan di setiap masanya. Jika hasilnya jumlah PPh Pasal 21 yang dibayarkan dari masa pajak Januari-November lebih besar dari PPh Pasal 21 yang disetahunkan, maka terjadi lebih bayar.
Sebaliknya, bila jumlah PPh Pasal 21 yang dibayarkan dari masa pajak Januari-November lebih kecil dari PPh Pasal 21 yang disetahunkan, maka selisihnya menjadi kurang bayar. (ASP/SYF)