MK Gelar Sidang Pemisahan DJP dari Kemenkeu
Monday, 08 January 2024
JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) diminta untuk memisahkan kedudukan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dari Kementerian Keuangan, sebagaimana permohonan uji materi yang diregistrasi dengan nomor 155/PUU-XXI/2023.
Bahkan, atas permohonan tersebut MK telah menggelar sidang perdananya pada Selasa (12/12) yang dihadiri oleh pihak pemohon dalam hal ini Sangap Tua Ritonga yang merupakan konsultan pajak yang diwakili oleh Pither Ponda Barany.
Adapun isi permohonan tersebut mempersoalkan Pasal 5 dan Pasal 15 Undang-undang (UU) Kementerian Negara karena dinilai bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.
Secara rinci, Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara berbunyi:
“Urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf (b) meliputi urusan agama, hukum, keuangan, keamanan, hak asasi manusia, pendidikan, kebudayaan, kesehatan, sosial, ketenagakerjaan, industri, perdagangan, pertambangan, energi, pekerjaan umum, transmigrasi, transportasi, informasi, komunikasi, pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, kelautan, dan perikanan.”
Sementara Pasal 15 UU Kementerian Negara berbunyi:
“Jumlah keseluruhan Kementerian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Pasal 13, dan Pasal 14 paling banyak 34 (tiga puluh empat).”
Nomenklatur Terpisah
Adapun menurut pemohon Pasal 5 atau (2) dianggap inkonstitusional karena tidak memasukkan pajak sebagai salah satu nomenklatur. Dengan demikian urusan pajak harus terpisah dari urusan keuangan.
Padahal, amandemen ketiga UUD 1945 berlaku, nomenklatur keuangan dan nomenklatur pajak secara nyata dan jelas terpisah. Antara lain Pasal 23 UUD 1945 mengatur tentang nomenklatur pajak dan Pasal 23A mengatur tentang nomenklatur pajak.
Untuk itu, di dalam petitumnya, pemohon uji materil yaitu Sangap Tua Ritonga meminta MK untuk menyatakan Pasal 5 ayat (2) UU Kementerian Negara inkonstitusional, sepanjang tidak mencantumkan kata pajak, sebagai nomenklatur terpisah dari nomenklatur keuangan.
Pengaruhi Target Pajak
Selain itu pemohon juga beralasan, dengan mencampurkan nomenklatur keuangan dan pajak artinya, menyatukan fungsi treasury dan fungsi penerimaan negara dalam satu nomenklatur.
Hal ini dikhawatirkan bisa menimbulkan masalah dalam pembuatan kebijakan. Misalnya, dalam penyusunan target penerimaan pajak yang tidak berdasarkan penghitungan seperti adanya gap potensi pajak yang belum dilaporkan wajib pajak.
Selain itu, pemisahan DJP dari Kemenkeu juga diharapkan bisa memperbaiki tata kelola otoritas pajak. (ASP)