RAPBN 2024 Mulai Disusun, Perpajakan Tumbuh 12%-12,6% Dari Target 2023
Friday, 07 April 2023
JAKARTA. Pemerintah menargetkan penerimaan perpajakan tahun 2024 naik antara sebesar 12%-12,6% dari target APBN 2023. Hal itu tertuang di dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) 2024, sebagai dasar penyusunan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN 2024).
Mengutip Kontan.co.id, secara nominal target penerimaan perpajakan 2024 dipatok sebesar Rp2.247,3 triliun hingga Rp 2.335,1 triliun. Sementara target penerimaan perpajakan tahun 2023 sebesar Rp 2.021,2 triliun.
Dengan target sebesar itu, maka angka tax ratio Indonesia akan berada di antara rentang 9,91% hingga 10,1% dari Produk Domestik Bruto (DPB).
Terkait hal ini, Direktur Eksekutif MUC Tax Research Institute Wakyu Nuryanto berpendapat target penerimaan perpajakan itu masih akan ditopang oleh sektor manufaktur dan perdagangan.
Kedua sektor itu secara historis memang selalu memberikan kontribusi dominan di dalam penerimaan perpajakan Indonesia. Pada tahun 2022 misalnya, sektor pengolahan menyumbang 28,7% terhadap penerimaan pajak.
Sedangkan sektor perdagangan di posisi kedua, dengan kontribusi setoran pajak mencapai 23,8%.
Ada beberapa faktor yang akan memengaruhi kondisi itu. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang masih akan membaik seiring pulihnya roda ekonomi Indonesia pasca pandemi Covid-19.
Kedua, berbagai insentif yang diberikan, termasuk relaksasi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk kendaraan listrik. Memang insentif itu akan memangkas potensi penerimaan PPN atas penyerahan mobil dan bus listrik.
Tetapi secara agregat pemberian insentif bisa mendongkrak geliat usaha di sektor tersebut, sehingga akan berkontribusi pada penambahan Pajak Penghasilan (PPh) badan maupun PPh atas penghasilan karyawannya.
Meski begitu, pemerintah tetap harus memperhatikan beberapa faktor yang bisa menggerus penerimaan perpajakan. Seperti penurunan harga komoditas yang akan menekan penerimaan pajak transaksi barang-barang berbasis komoditas.
Termasuk bisa menggerus penerimaan perpajakan dari korporasi yang kegiatan usahanya terkait dengan komoditas. (ASP)