JAKARTA. Realisasi penerimaan pajak dari transaksi mata uang kripto atau crypto currency, hingga 30 Juni 2022 mencapai Rp 48 miliar. Penerimaan tersebut berasal dari dua jenis pajak, yaitu Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22 dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
Mengutip bisnis.com, penerimaan yang diperoleh negara dari PPh pasal 22 pelaku transaksi cryptocurrency sebesar Rp 23,08 triliun sedangkan dari PPN dalam negeri sebesar Rp 25.11 miliar.
Adapun, pengenaan pajak atas transaksi mata uang digital itu sebenarnya baru dilakukan pada 1 Mei 2022. Artinya, realisasi penerimaan tersebut baru terkumpul dalam tempo 1 bulan saja.
Adapun kebijakan itu diatur di dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) dan Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 68/PMK.03/2022.
Baca Juga: Indonesia Resmi Pajaki Aset Kripto 1 Mei 2022
Mengacu pada ketentuan tersebut, pengenaan pajak kripto menargetkan orang pribadi dan badan usaha yang menjadi penjual, pembeli, penambang, pedagang fisik, Penyelenggara Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PPMSE), serta penyedia jasa verifikasi dan/atau jasa manajemen yang memfasilitasi penambangan dan transaksi jual-beli aset kripto.
Pedagang fisik adalah pihak yang mendapat persetujuan dari Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) untuk melakukan transaksi aset kripto, baik atas nama diri sendiri, penjual ataupun pembeli.
Pemungutan PPN atas pajak kripto didelegasikan kepada kepada PPMSE yang memfasilitasi transaksi kripto, baik yang berdomisili di dalam maupun di luar negeri tanpa melihat status PKP penjual.
Kriteria PPMSE yang dapat ditunjuk sebagai pemungut PPN minimal melayani transaksi jual-beli dan tukar-menukar aset kripto menggunakan sistem pembayaran dompet elektronik (e-wallet).
Layanan e-wallet PPMSE meliputi: deposit, penarikan dana (withdrawal), transfer aset kripto antar-akun, serta penyediaan dan pengelolaan media penyimpanan aset kripto.
Terkait pemungutan PPN, PPMSE wajib membuat bukti pungut berupa dokumen yang dipersamakan dengan bukti pemotongan/pemungutan unifikasi.
Selanjutnya, PPMSE wajib menyetorkan PPN yang telah dipungut menggunakan surat setoran pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan, paling lambat tanggal 15 bulan berikutnya setelah Masa Pajak pemungutan berakhir.
Selain itu, PPMSE juga wajib melaporkan PPN yang telah dipungut dan disetorkan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPN (1107 PUT) paling lambat 20 hari setelah akhir masa pajak. (ASP)