Setelah Amerika-Australia, Giliran Singapura-India akan Pajaki NFT
Wednesday, 16 March 2022
Singapura dan India akan mengenakan pajak atas perdagangan aset digital virtual atau Non-Fungible Token (NFT) dengan besaran tarif tertentu.
Dikutip dari BusinessToday.in, Menteri Keuangan Singapura Lawrence Wong di hadapan Parlemen, Jumat (11/03/2022), mengumumkan rencana pengenaan pajak khusus atas perdagangan NFT berdasarkan standar pajak penghasilan tertentu.
Ia mengatakan Inland Revenue Authority of Singapore (IRAS) akan mempertimbangkan berbagai faktor ketika menentukan apakah seseorang memperoleh penghasilan dari transaksi NFT, termasuk karakteristik aset, lama penyimpanan, maksud pembelian, volume transaksi, dan alasan menjual.
NFT merupakan bukti kepemilikan aset digital yang diperjual-belikan menggunakan mata uang kripto. Aset digital virtual ini bisa meliputi berbagai macam media, seperti karya seni, musik, video, animasi, bahkan fashion virtual.
Wong menuturkan rezim pajak baru ini akan berlaku bagi wajib pajak yang memperoleh pendapatan dari perdagangan NFT. Namun, pajak NFT tidak akan dikenakan atas keuntungan investasi (capital gain) aset digital tersebut.
Sebagai catatan, Singapura selama ini dianggap sebagai surga pajak karena tidak memiliki kerangka pemajakan atas capital gain, baik dari yang berasal transaksi perdagangan saham, aset kripto, dan aset keuangan lainnya.
Menteri Keuangan India, Nirmala Sitharamn dalam sesi anggaran terbaru juga mengumumkan bahwa Pemerintah India akan mengenakan pajak atas semua aset digital virtual dengan tarif tetap 30%.
Singapura dan India tampaknya akan mengikuti jejak Amerika Serikat dan Australia, yang telah lebih dulu memajaki transaksi mata uang kripto dan NFT.
Kebijakan yang dilakukan negara-negara di atas merupakan respons atas pesatnya revolusi keuangan berbasis digital yang memunculkan berbagai cara menghasilkan uang melalui aset kripto. Sejumlah regulator di dunia secara bertahap mulai memperluas otoritas mereka untuk mengenakan pajak pada mata uang kripto.
Namun, tidak sedikit negara yang bertindak sebaliknya, dengan mengurangi pajak atas keuntungan yang diperoleh dari aset kripto. Presiden Korea Selatan yang baru terpilih, Yoon Suk Yeol, berjanji meningkatkan ambang batas pengenaan pajak aset kripto secara signifikan. Thailand juga baru-baru ini melonggarkan kebijakan perpajakan kriptonya. (AGS)