Mau Repatriasi Harta Lewat Tax Amnesty II? Simak Ketentuannya!
Tuesday, 28 December 2021
JAKARTA. Pemerintah telah merilis ketentuan teknis tentang Program Pengungkapan Sukarela (PPS) atau yang sering disebut sebagai tax amnesty jilid II, lewat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 196/PMK.03/2021.
PPS merupakan fasilitas yang diberikan pemerintah kepada wajib pajak yang memiliki harta perolehan sebelum tahun 2020, namun belum dilaporkan di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan (PPh), tanpa khawatir dikenai sanksi administrasi atau denda.
Secara umum, tax amnesty jilid II ini terdiri dari kebijakan. Kebijakan pertama, diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi dan badan usaha peserta tax amnesty jilid I (2016-2017) yang belum atau kurang melaporkan harta bersih yang diperoleh hingga tahun pajak 2015 dalam surat pernyataan.
Sementara itu, kebijakan PPS yang kedua hanya diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi (bukan badan usaha) yang belum melaporkan aset perolehan tahun 2016-2020 dalam SPT.
Bagi wajib pajak yang memiliki harta di luar negeri, selain dapat mengungkapkan atau mendeklarasikan harta, juga dapat membawa masuk ke Indonesia melalui skema repatriasi aset.
Untuk harta yang diperoleh sebelum tahun 2015 maka besaran tarif PPh final yang harus dibayar sebesar:
- 11% untuk deklarasi aset di luar negeri
- 8% untuk repatriasi aset luar negeri dan dalam negeri; dan
- 6% untuk repatriasi aset luar negeri dan dalam negeri yang diinvestasikan di pasar obligasi negara, industri hilir, dan sektor energi terbarukan.
Sementara untuk harta yang diperoleh antara tahun 2016-2020 tarif PPh final yang harus dibayar:
- 18% untuk deklarasi aset di luar negeri
- 14% untuk repatriasi aset luar negeri dan dalam negeri; dan
- 12% untuk repatriasi aset luar negeri dan dalam negeri yang diinvestasikan di pasar obligasi negara, industri hilir, dan sektor energi terbarukan.
Dengan merepatriasi harta, hanya akan dikenai kewajiban membayar Pajak Penghasilan (PPh) final dengan tarif yang lebih rendah dari sekedar deklarasi. Terkait hal itu, ada beberapa ketentuan yang harus diperhatikan wajib pajak:
1. Harta yang direpatriasi dapat diinvestasikan pada instrumen:
- Surat Berharga Negara (SBN) melalui pasar perdana dengan mekanisme private placement
- Program hilirisasi Sumber Daya Alam atau energi terbarukan melalui pendirian usaha atau penyertaan modal
2. Realisasi investasi dilakukan paling lambat pada 30 September 2023. Jika terlambat akan dikenakan tambahan PPh final.
3. Jangka waktu investasi minimal selama 5 tahun sejak terealisasi.
4. Harta yang sudah diinvestasikan dapat dipindahkan ke instrumen berbeda setelah dua tahun
5. Perpindahan instrumen investasi maksimal dapat dilakukan dua kali
6. Dalam satu tahun kalender hanya dapat dilakukan perpindahan instrumen investasi satu kali.
7. Jeda waktu antar waktu perpindahan instrumen investasi harta repatriasi maksimal 2 tahun.
8. Jeda waktu perpindahan antar investasi menangguhkan holding period 5 tahun.
9. Peserta PPS yang melakukan repatriasi wajib melaporkan realisasi investasi maksimal saat batas akhir penyampaian SPT tahunan.
Sebagai informasi, program tax amnesty jilid II ini akan berlaku selama enam bulan, sejak 1 januari 2021 hingga akhir Juni 2021. (asp)