JAKARTA. Program pengungkapan sukarela atau yang dikenal juga dengan tax amnesty jilid II akan segera bergulir mulai 1 Januari 2022.
Terkait hal itu, pemerintah mulai menggelar sosialisasi tax amnesty II kepada wajib pajak agar mau mengungkapkan hartanya.
Seperti halnya pelaksanaan tax amnesty jilid pertama pada tahun 2016-2017, kali ini pemerintah juga kembali menyinggung soal ancaman sanksi sebesar 200% apabila dikemudian hari ditemukan ada wajib pajak yang memiliki harta namun belum diungkapkan di dalam Surat Pemberitahuan (SPT) tahunan.
Mengutip cnnindonesia.com, ancaman sanksi juga disandingkan dengan informasi bahwa pemerintah akan lebih mudah mengakses data wajib pajak. Jadi, wajib pajak tidak bisa menyembunyikan keberadaan harta tersebut selamanya dari otoritas pajak.
Informasi itu berasal dari program pertukaran informasi data keuangan atau automatic exchange of information (AEoI) dan ke depan pemerintah akan menggabungkan data wajib pajak yang ada di sistem informasi DJP dengan data kependudukan, melalui penggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) menggantikan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
Tax amnesty jilid II ini akan dilaksanakan selama enam bulan, mulai dari 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022 yang terdiri dari dua kebijakan.
kebijakan PPS pertama diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi dan badan usaha peserta tax amnesty jilid I (2016-2017) yang belum atau kurang melaporkan harta bersih yang diperoleh hingga tahun pajak 2015 dalam surat pernyataan.
Sementara itu, kebijakan PPS yang kedua hanya diperuntukkan bagi wajib pajak orang pribadi—bukan badan usaha—yang belum melaporkan aset perolehan tahun 2016-2020 dalam SPT.
Mengejar Harta warisan
Sementara mengutip bisnis.com, harta apapun yang belum dilaporkan di dalam PST Tahunan wajib pajak bisa diungkapkan melalui program tax amnesty II.
Pemerintah menegaskan, selain harta milik pribadi wajib pajak juga diimbau melaporkan harta warisan dari orang tua atau mertua serta harta hibah dari siapa pun. (asp)