Regulation Update
Pembebasan Pajak Dividen dan Pemangkasan Pajak Bunga Obligasi Resmi Berlaku

Wednesday, 24 February 2021

Pembebasan Pajak Dividen dan Pemangkasan Pajak Bunga Obligasi Resmi Berlaku

Pemerintah secara resmi menerbitkan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja, mengenai pembebasan pajak atas dividen dan pemangkasan pajak atas bunga obligasi.

Dalam beleid berupa Peraturan Pemerintah Nomor 9 tahun 2021 ini, pemerintah menegaskan mulai 2 Juli 2021, tarif Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 26 atas bunga obligasi yang diterima wajib pajak luar negeri, selain Bentuk Usaha Tetap diturunkan dari 20% menjadi 10%.

Bunga obligasi yang mendapatkan bisa mendapatkan pemotongan tarif ini terdiri dari bunga obligasi dengan kupon sebesar jumlah bruto bunga sesuai dengan masa kepemilikan, diskonto dari obligasi sebesar selisih harga jual atau nominal di atas harga perolehan dan diskonto dari obligasi tanpa bunga sebesar selisih lebih dari harga jual.

PPh atas bunga obligasi tersebut akan dipotong oleh penerbit obligasi atau kustodian serta perusahaan efek, dealer aau bank sebagai perantara antara atau pembeli atas bunga dan diskonto yang diterima penjual obligasi saat transaksi.

Baca Juga: Omnibus Law Cipta Kerja Relaksasi Ketentuan Pajak Penghasilan

Sementara terkait dengan ketentuan pajak atas dividen, beleid ini menyebutkan bahwa dividen yang diterima wajib pajak dari entitas yang ada di dalam maupun luar negeri dikecualikan dari objek pajak dan tidak akan dipotong PPh. 

Mekenisme Pelunasan PPh Dividen Terutang Diubah 

Untuk dividen yang berasal dari dalam negeri, ketentuan ini berlaku apabila diterima oleh wajib pajak orang pribadi dan badan dalam negeri. Sementara dividen yang berasal dari luar negeri mendapat pembebasan PPh sepanjang memenuhi ketentuan berikut.

Pertama, besaran dividen atau penghasilan setelah pajak yang diinvestasikan minimal 30% dari laba setelah pajak. Apabila ternyata kurang dari 30%, maka selisihnya dikenai PPh.

Kedua, dividen tersebut berasal dari saham perusahaan yang tidak diperdagangkan di bursa efek yang diinvestasikan di Indonesia sebelum terbit Surat Ketetapan Pajak (SKP).

Dalam beleid tersebut pemerintah juga mengubah konsep pelunasan PPh terutang dari yang selama ini dipungut menjadi disetor sendiri oleh Wajib Pajak.

Adapun mekanisme penyetoran atas PPh dividen yang terutang tersebut akan diatur lebih rinci melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK).

Fasilitas Pajak Pertambahan Nilai (PPN)

Selain menegaskan perubahan ketentuan terkait PPh, beleid ini juga mencantuntumkan sejumlah perubahan ketentuan dalam UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan UU Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP) beserta aturan turunannya sebagaimana yang tertuang dalam UU Cipta Kerja.

Beberapa perubahan itu diantaranya pertama, terkait pengalihan barang kena pajak kepada pengusaha kena pajak yang berfungsi sebagai setoran modal atau pengganti saham, tidak termasuk sebagai barang kena pajak. 

Dengan catatan, pengalihan tersebut dilakukan dalam rangka aksi korporasi seperti merger akuisisi atau  pemecahan saham alias spin off.

Baca Juga: Giliran Aturan PPN Ditabrak Omnibus Law Cipta Kerja

Kedua, beleid ini juga menghapus ketentuan mengenai pengkreditan pajak masukan atas perolehan atau impor barang modal oleh Pengusaha Kena Pajak yang belum berproduksi.

Dalam ketentuan sebelumnya, pemerintah menegaskan perolehan atau impor barang modal berupa harta berwujud yang memiliki manfaat lebih dari satu tahun  untuk seluruh kegiatan usaha dapat dikreditkan.

Ketiga, penegasan mengenai konsinyasi yang bukan lagi menjadi objek barang kena pajak sebagaimana yang tertuang dalam UU Cipta Kerja.

Keempat, beleid ini juga meenegaskan peggunaan Nomor Induk Kependudukan (NIK) sebagai identitas pengganti Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) dalam faktur pajak dan pengkreditan pajak masukan. 

Ketentuan Perpajakan Disesuaikan

Beleid ini juga menegaskan perubahan sejumlah ketentuan dalam Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata cara Perpajakan (KUP) serta aturan turunannya juga mengalami perubahan, sebagaimana yang tercantum dalam UU Cipta Kerja.

Diantaranya meliputi perubahan besaran sanksi administrasi atas pengungkapan kesalahan data dalam Surat Pemberitahuan (SPT) yang sudah dilakukan penyidikan namun belum disampaikan ke pada penuntut umum, dari sebelumnya sebesar 150% menjadi 100% dari nilai kurang bayar.

Baca Juga: Ini Ketentuan Umum Perpajakan yang Dirombak Omnibus Law

Kemudian mengenai penetapan besaran sanksi administrasi berupa bunga atas pengungkapan ketidak benaran SPT sepanjang pemeriksa belum memberitahukan hasil pemeriksaannya, dari sebelumnya sebesar 50% kini akan ditetapkan oleh Menteri Keuangan.  Serta beberapa ketentuan lainnya terkait perubahan UU KUP. 

Pemerintah berharap dengan adanya beleid ini bisa semakin menarik minat investasi di Indonesia. Sehingga bisa meningkatkan perekonomian nasional. (asp)



Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.