Kontraksi Semakin Dalam, Penerimaan Pajak September Tumbuh Minus 16,9%
Tuesday, 20 October 2020
JAKARTA. Realisasi penerimaan pajak hingga akhir bulan September 2020 tercatat sebesar Rp 750,6 triliun, atau mengalami kontraksi 16,9% dibandingkan realisasi periode yang sama tahun 2019. Kontraksi ini merupakan yang terdalam sepanjang tahun ini.
Jika dilihat perkembangan penerimaan pajak periode Januari-September 2020, pemerintah memang sulit lepas dari jerat pertumbuhan negatif, bahkan cenderung semakin dalam. (lihat tabel).
Bulan | Januari | Februari | Maret | April | Mei | juni | Juli |
Agustus |
September |
Pertumbuhan | -6,86% | -4,97% | -2,47% | -3,09% | -10,82% | -12,71% | -14,67% | -15,60% | -16,9% |
Jika dilihat lebih detil, kontraksi terjadi pada hampir semua kategori pajak seperti Pajak Penghasilan (PPh) Migas yang terkoreksi hingga 45,3% atau hanya mencapai Rp 74,2 triliun. Sedangkan PPh Non Migas terkoreksi sebesar 15,4% menjadi Rp 272 triliun, yang meliputi PPh non migas tumbuh -16,9%, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) turun 13,6%, Pajak Bumi dan Bangunan turun 9,6% serta Pajak Lainnya turun 6,4%.
Baca Juga: Pandemi, Resesi dan Nasib Pajak Tahun Ini
Koreksi penerimaan pajak juga merata terjadi pada setiap jenis pajak, kecuali PPh yang dibayarkan Wajib Pajak Orang Pribadi (WPOP) yang masih tumbuh positif 1,97%. Diluar itu, seperti PPh Pasal 21 tumbuh -4,51%, begitupun dengan PPh yang diterima WP Badan secara keseluruhan tumbuh -30,40%. Hal ini turut dipengaruhi juga oleh pemberian fasilitas PPh Pasal 25 dan penurunan tarif PPh badan.
Sementara koreksi terdalam terjadi pada penerimaan PPh Pasal 22 Impor yang tumbuh -41,94%. Selain itu, PPh Pasal 26 tumbuh -6,51%, PPh final -6,96%, PPN Dalam Negeri tumbuh -9,42% akibat penurunan aktivitas perdagangan dan jasa konstruksi serta PPN Impor tumbuh -17,97%.
Selain pelambatan ekonomi, kondisi ini juga didorong oleh meningkatnya penggunaan insentif pajak termasuk didalamnya permohonan diskon pajak hingga 50% dan permintaan restitusi pendahuluan.
Dalam kesempatan tersebut, mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut juga mengatakan ada korelasi positif antara penerapan kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) dengan pertumbuhan negatif penerimaan pajak. Sebab, penerapan PSBB turut membatasi kegiatan ekonomi, sehingga berdampak pada sumbangan penerimaan pajak.
Penerimaan Bea Cukai Positif
Berbeda dengan pajak, penerimaan Bea dan Cukai justru mencatatkan hasil positif sebesar 3,77% dibandingkan periode yang sama tahun 2019, menjadi Rp 141,8 triliun. Hal ini didorong oleh penerimaan cukai hasil tembakau yang tumbuh 8,53%. Sedangkan pendapatan dari cukai etil alokohol turun 8,77% dan cukai atas minuman mengandung etil akohol tumbuh 14,49%.
Secara keseluruhan penerimaan cukai hingga September tercatat sebesar Rp 115,32 triliun atau tumbuh 19,47%. Adapun penerimaan Bea Masuk tercatat sebesar Rp 24,27 triliun dan Bea Keluar sebesar Rp 2,24 triliun. (asp)