Suami-Istri Kerja, Sebaiknya NPWP Gabung atau Pisah?
MUC Tax Research Institute
|
Tuesday, 31 March 2020
Saya dan istri merupakan pasangan muda yang baru menikah dan sama-sama bekerja sebagai karyawan swasta. Sampai saat ini, saya dan istri menjalankan hak dan kewajiban perpajakan terpisah menggunakan NPWP masing-masing. Sejumlah teman menyarankan sebaiknya NPWP kami digabung.
Apa konsekuensi jika NPWP kami gabung atau terpisah? Dan bagaimana prosedur penggabungannya? Terima kasih.
Ibadillah (ibad@yahoo.com)
Jawaban:
Terima kasih atas pertanyaan Anda. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) merupakan identitas yang harusdimiliki oleh setiap Wajib Pajak untuk melaksanakan hak dan kewajiban perpajakannya. Dalam sistem perpajakan di Indonesia, suami-istri dianggap sebagai satu kesatuan ekonomi sehingga pemenuhan kewajiban perpajakannya—termasuk NPWP—seharusnya menjadi satu.
Namun pada kasus tertentu, NPWP untuk suami-istri terpisah karena beberapa kondisi berikut: (1)Hidup Berpisah (HB) berdasarkan keputusan hakim; (2)Pisah Harta (PH) berdasarkan perjanjian pisah harta secara tertulis; (3) Memilih Terpisah (MT) di mana istri berpenghasilan tidak memiliki status HB dan PH ingin memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri. Istri yang berstatus HB atau PH harus memiliki NPWP terpisah dengan suami. Sedangkan yang berstatus MT sebenarnya dapat menggunakan NPWP suami dalam memenuhi kewajiban perpajaknnya, namun memilih untuk memenuhi kewajiban pajaknya terpisah dari suami.
Status MT dapat muncul karena adanya pernikahan antara dua orang yang sebelumnya memiliki NPWP masing-masing sebagai orang pribadi. Apabila istri memilih terpisah (MT) maka sepanjang NPWP miliknya aktif, istri harus memenuhi kewajiban perpajakannya sendiri, termasuk melaporkan SPT terpisah dari suami. Untuk itu,suami dan istri wajib membuat dan melampirkan penghitungan PPh berdasarkan penggabungan penghasilan neto keduanya dalam SPT masing-masing, sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-30/PJ/2017.
Konsekuensi lainnya adalah, beban pajak dari suami-istri yang memilih terpisah akan lebih besar ketimbang pasangan suami-istri yang menggunakan NPWP tunggal. Dalam hal istri Anda hanya bekerja di satu perusahaan dan telah dipotong PPh Pasal 21, mencabut NPWP akan lebih memudahkan urusan administrasi perpajakan sebagai suami dan istri. Selain tidak perlu menghitung PPh berdasarkan penghasilan gabungan sesuai PER-30/PJ/2017, istri tidak perlu lagi melaporkan SPT, cukup memasukkan informasi penghasilan istri ke dalam kolom penghasilan yang dikenakan PPh Final dalam SPT suami.
Untuk mencabut NPWP, istri Anda dapat datang ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempatnya terdaftar dengan membawa buku nikah, NPWP, dan fotokopi NPWP suami. Walaupun dianggap sebagai satukesatuan ekonomi, namun kewajiban perpajakan suami dan istri yang berbeda NPWP masih dianggap terpisah, sehingga yang harus datang ke KPP untuk mencabut NPWP adalah istri Anda sendiri. Namun jika sistemnya sudah memungkinkan, prosedur pencabutan NPWP bisa dilakukan secara online melalui situs registrasi online Direktorat Jenderal Pajak, tanpa harus Wajib Pajak datang ke KPP.
Setelah NPWP dicabut, istri Anda harus segera menginformasikannya keperusahaan tempatnya bekerja sekaligusmengajukan NPWP suami yang aktif sebagai pengganti untuk kepentingan pemotongan PPh Pasal 21. Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat. Salam MUC Tax Research Institute. ***
-----------
Tax Clinic adalah rubrik tanya-jawab seputar perpajakan, yang merupakan proyek kerjasama MUC Tax Research Institute dan Koran Tempo. Tax Clinic ini telah terbit di Koran Tempo.
MUC Tax Research Institute merupakan lembaga non profit yang menjalankan misi pendidikan dan menyebarkan informasi positif terkait perpajakan, melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, training dan seminar. Lembaga ini juga aktif melakukan riset dan kajian mengenai perpajakan, yang didokumentasikan dalam bentuk jurnal dan materi publikasi lain.
Koran Tempo