Opinion
PT Perorangan, Kesempatan Pelaku UMKM untuk Naik Kelas 

Kiki Amaruly Utami, Wednesday, 16 August 2023

PT Perorangan, Kesempatan Pelaku UMKM untuk Naik Kelas 

Hadirnya Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020 menjadi angin segar bagi pelaku Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM). Sebab, melalui beleid itu pelaku UMKM mendapatkan kesempatan untuk membentuk badan hukum khusus, bernama Perseroan Terbatas (PT) Perseorangan. Dengan berbadan hukum, pelaku UMKM mendapatkan jawaban dari beragam persoalan yang selama ini harus mereka hadapi. 

Jadi, tidak bisa dipungkiri, bahwa pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan pilar penting dalam perekonomian Indonesia. Hal itu dapat dilihat dari kontribusinya terhadap jumlah Produk Domestik Bruto (PDB), tingkat serapan tenaga kerja, hingga mendorong kemampuannya menyerap investasi di dalam negeri.  

Menurut Kementerian Koperasi dan UKM, jumlah pelaku UMKM di Indonesia saat ini mencapai 64,2 juta dengan serapan tenaga kerja mencapai 97% dari total tenaga kerja yang ada. Sementara kontribusi UMKM di dalam PDB nasional mencapai sebesar 61,07 persen atau senilai Rp 8.573,89 triliun. 

Mirisnya, meski memiliki peran yang krusial, pelaku UMKM masih dihadapkan pada berbagai persoalan struktural yang menghambat mereka untuk naik kelas. Salah satu persoalan yang kerap dihadapi adalah di sisi legalitas. 

Sebab, tanpa memiliki legalitas yang kuat, UMKM akan sulit mengakses permodalan serta terancam memiliki persoalan hukum lain seperti masalah Hak Kekayaan Intelektual. Terutama ketika teknologi informasi semakin berkembang yang memaksa pelaku UMKM bertransformasi dari usaha konvensional ke digital. 

Mengenal PT Perorangan 

Secara spesifik, ketentuan mengenai PT perorangan yang tercetus di dalam UU Cipta Kerja kluster kemudahan berusaha. Kemudian diatur lebih rinci di dalam Peraturan Pemerintah (PP) PP No 7 tahun 2021 tentang Kemudahan, Pelindungan, Dan Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Mikro, Kecil, Dan Menengah. 

Terlepas pro dan kontra yang terjadi, keberadaan PT Perorangan diharapkan bisa menjawab permasalahan pelaku UMKM yang ingin mendirikan badan usaha, tanpa perlu repot mengikuti prosedur formal seperti ketika akan membuat PT biasa. 

Sebab, untuk membentuk PT Perorangan seorang pelaku UMKM tidak perlu menggunakan jasa akta notaris, tanpa harus ada modal awal yang tinggi, partner usaha dan pemegang saham juga pengurusan perseroan dan pengawasan melalui Komisaris dan sistem RUPS.  

Bahkan, pelaku usaha UMKM dapat dengan mudah mengakses proses pendaftarannya ke dalam sistem yang disiapkan oleh  Direktorat Jenderal Administrasi Hukum Umum (AHU) Kementerian Hukum dan HAM RI.  

Selain itu, cukup menyiapkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP) pribadi, akun email dan Identitas usahanya. Serta uang sejumlah RP 50.000 yang akan dibayarkan sebagai Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP). 

Jika syarat-syarat itu sudah tersedia, pelaku usaha tinggal mengajukan pendaftaran secara mandiri melalu sarana yang disediakan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham), yaitu melalui akun AHU Perseroan Perorangan yang ada di sistem https://ahu.go.id/. Selanjutnya, pelaku usaha tinggal mengikuti langkah tahapan dan pengisian formulirnya.  

Setelah melakukan pendaftaran PT Perorangan, Pelaku usaha akan memperoleh dokumen Pernyataan Pendirian Perseroan Perorangan yang sama kedudukannya dengan akta notaris sebuah PT biasa (non perorangan).  

Selain dokumen Pernyataan Pendirian Perseroan, pelaku usaha juga akan memiliki Sertifikat Pendaftaran Pendirian Perseroan Perorangan dari Kementerian Hukum dan HAM, yang sama fungsinya dengan dokumen Keputusan Menteri Hukum dan HAM dari sebuah PT.  

Dengan diperolehnya sertifikat Pendaftaran Pendirian ini, maka PT Perorangan kita sudah sah menjadi badan hukum. Proses pendaftaran PT Perorangan ini juga dilengkapi dengan proses pendaftaran NPWP bagi usahanya.  Sehingga pelaku usaha tidak perlu di repotkan untuk pergi mengurus NPWP ke kantor Pajak secara terpisah.  

Selanjutnya, pelaku usaha UMKM bisa segera mengurus dokumen perizinan untuk usahanya melalui system OSS yang dapat diakses secara online, melalui kanal https:www. oss.go.id, untuk memperoleh Nomor Induk Berusaha  (NIB) dan dokumen Izin Usahanya. 

Kewajiban dan Konsekuensi yang Melekat 

Meski demikian, ada beberapa hal yang harus diperhatikan pelaku usaha sebelum membuat PT Perorangan. Terutama, terkait dengan kewajiban dan konsekuensi-konsekuensi lain dari pendirian PT Perorangan.  

Pertama, karena sifat kemandiriannya, eksistensi PT Perorangan tidak bisa dipertahankan apabila ada pihak ketiga yang ingin masuk dalam manajemen perusahaan, baik sebagai pemegang saham atau pengurus. Sehingga, ketika ada pemegang saham dan pengurus lain, maka demi hukum status PT Perorangan berubah menjadi PT biasa.  

Perubahan status dari PT Perorangan menjadi PT biasa harus dilakukan melalui Akta Notaris. Kemudian, dengan sendirinya melalui keputusan pemegang saham mempunyai kekuatan hukum sama dengan rapat umum pemegang saham, melakukan pembubaran atau likuidasi PT Perorangan.   

Proses ini terkesan mudah karena hanya mengisi format isian Pernyataan Pembubaran secara elektronik melalui sistem AHU. Namun secara teknis perubahan ini pun diiringi prosedur formal dan teknis untuk mencabut NIB, izin usaha, NPWP dan menutup rekening bank.  

Kedua, karena dimiliki secara tunggal atau oleh satu orang, PT Perorangan memiliki mekanisme RUPS. Sehingga, fungsi pengawasan terhadap pengelolaan perusahaan akan sulit dilakukan. Mengingat adanya kemungkinan tercampurnya kekayaan perusahaan dengan pemilik.  

Dengan demikian, muncul kekhawatiran pendirian PT Perseorangan bisa dijadikan sebagai modus pemilik perusahaan memanfaatkan perseroan untuk kepentingan pribadi yang melawan hukum. Seperti, menggunakan kekayaan perseroan baik langsung maupun tidak langsung untuk kepentingan pribadi karena sifatnya yang sole proprietorship. 

Ketiga, PT Perseorangan juga memiliki kewajiban membuat laporan keuangan yang bersifat sederhana dan disampaikan di dalam sistem AHU Kemenkumham secara elektronik. Setelah menyerahkan laporan keuangan, Kemenkumham akan memberikan bukti penerimaan laporan keuangan, dan pelaku usaha terhindar dari sanksi tersebut.  

Namun, jika kewajiban ini tidak dipenuhi, maka ada sanksi yang harus di terima oleh pelaku usaha, yaitu teguran tertulis, penghentian hak akses layanan bahkan pencabutan status badan hukum.  

Keempat, PT Perorangan juga dituntut untuk memenuhi kewajiban perpajakannya. Adapun ketentuan perpajakan yang melekat bagi PT Perseorangan dipersamakan dengan pelaku UMKM yang memiliki peredaran bruto atau omzet di bawah Rp 4,8 miliar setahun. 

Karena itu, besaran Pajak Penghasilan (PPh) yang dibayarkan sebesar 0,5% dari nilai omzet. Ketentuan itu sebagaimana diatur di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018  tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang memiliki Peredaran Bruto Tertentu.  

Sementara apabila omzet yang diperoleh PT Perorangan ternyata melebihi omzet di atas Rp4,8 miliar dalam satu tahun pajak, maka akan dikenai tarif PPh sebesar 22% dan wajib menyelenggarakan pembukuan secara lengkap, selayaknya PT Biasa, selain dari kewajiban penyampaian laporan keuangan yang menjadi kewajiban PT Perorangan dalam sistem AHU. 

Tak Luput dari Kritik 

Dengan berbagai kemudahan dan keuntungan yang ditawarkan, keberadaan PT Perorangan juga tak luput dari kritik. Salah satu pendapat kontra yang muncul adalah, PT Perorangan  ini diangap bertentangan dengan konsep Perseroan yang diartikan sebagai persekutuan modal. 

Pendapat itu diperkuat dengan tidak adanya definisi yang jelas mengenai PT Perorangan di dalam UU Cipta Kerja maupun PP Nomor 7 Tahun 2021. Sehingga, keberadaannya harus dievaluasi. 

Meski demikian, kedua payung hukum tersebut sudah berlaku dan tidak ada salahnya pelaku UMKM memanfaatkan ketentuan ini sebaik mungkin. Sehingga UMKM Indonesia bisa naik kelas diperkuat dengan badan hukum yang jelas. (ASP)  



Disclaimer! Tulisan ini adalah pendapat pribadi dan tidak mencerminkan kebijakan institusi di mana penulis bekerja.

Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.