JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperkirakan penerimaan pajak hingga akhir tahun 2023 akan tercapai sebesar Rp 1.818,1 triliun. Jumlah ini setara dengan 105,8% dari target penerimaan pajak pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023.
Dalam keterangan tertulisnya, Sri Mulyani menyebut outlook penerimaan pajak ini ditetapkan berdasarkan realisasi hingga akhir Juni 2023 atau sepanjang Semester I 2023.
Hingga akhir Juni 2023, penerimaan pajak tercatat sebesar Rp 970,2 triliun atau 56,5% dari target APBN 2023. Jika dibandingkan dengan realisasi pada periode yang sama tahun 2022, realisasi itu mengalami pertumbuhan positif namun berada dalam tren moderasi.
Di sisi pajak penghasilan (PPh) non migas, pemerintah mencatat kontribusi terbesar diberikan oleh pajak perusahaan dan karyawan. Sementara penerimaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipengaruhi oleh transaksi dalam negeri serta kenaikan tarif.
Sementara jika dilihat berdasarkan sekrotaralnya, pertambangan mengalami pertumbuhan tertinggi, diikuti oleh industri pengolahan, perdagangan, jasa keuangan dan asuransi, transportasi dan pergudangan, real estat, informasi komunikasi dan sektor jasa perusahaan.
Kontraksi Bea dan Cukai
Namun di sisi lain, penerimaan bea dan cukai justru mengalami kontraksi karena dampak pen urunan produksi hasil tembakau dan penurunan harga Crude Palm Oil (CPO).
Secara rinci, realisasi penerimaan cukai hingga akhir Juni 2023 tercatat sebesar 105,9 triliun atau turun 12,2%. Kemudian penerimaan bea masuk tercatat sebesar Rp 24,2 triliun atau tumbuh 4,6% year on year dan realisasi bea keluar tercatat sebesar Rp 5,3 triliun atau mengalami kontraksi 77%.
Penurunan penerimaan bea keluar tersebut dipengaruhi oleh turunnya volume ekspor tembaga dan bauksit serta turunnya tarif bea keluar untuk produk mineral karena kebijakan hilirisasi sumber daya alam. (ASP)
