Tax Clinic

Banyak Asas Pajak di Dunia, Indonesia Adopsi yang Mana?

Thursday, 14 July 2022

Banyak Asas Pajak di Dunia, Indonesia Adopsi yang Mana?

Pajak merupakan sumber utama penerimaan negara yang dibayarkan oleh masyarakat yang memenuhi syarat sebagai wajib pajak. Dalam proses pengenaannya, ada beberapa unsur dan asas penting yang wajib dipahami oleh wajib pajak dan diperhatikan oleh pemerintah selaku perancang dan eksekutor kebijakan perpajakan.

Secara garis besar, pengenaan pajak yang optimal adalah yang jelas unsur-unsurnya. Apa saja objek pajaknya? Siapa saja subjek dan wajib pajaknya? Berapa besaran tarifnya? 

Objek pajak biasanya melekat pada penghasilan atau tambahan ekonomis yang diterima oleh  individu atau badan. Sebaliknya, yang menjadi subjek pajak adalah individu atau badan yang menerima penghasilan atau tambahan ekonomis yang dianggap layak atau wajib untuk dibebani pajak.

Dalam konteks pengenaan pajak, pemerintah dan para pengambil kebijakan harus selalu mengacu pada asas-asas perpajakan berikut ini:

1. Asas Domisili dan Worldwide Income

Sesuai namanya, lokasi atau domisili akan menentukan wajib atau tidaknya individu atau badan dipajaki atas penghasilan yang diterimanya. Biasanya, penerapan asas domisili juga dibarengi dengan  penerapan asas worldwide income, yang mana pengenaan pajak mengesampingkan dari mana penghasilan wajib pajak berasal. Dengan kata lain, baik penghasilan yang berasal dari dalam negeri maupun dari luar negeri dapat dipajaki. 

2. Asas Sumber (Territorial) 

Selain asas domisili dan worldwide income, dikenal pula asas sumber (source of principle) atau asas territorial. Dalam hal ini, pengenaan pajak juga menyasar penghasilan yang diterima individu dan badan asal manapun.

Asas ini tidak mempersoalkan siapa yang memperoleh penghasilan, apakah wajib pajak dalam negeri atau wajib pajak luar negeri. Selama penghasilan tersebut diterima dalam yurisdiksinya, otoritas pajak berhak memajaki.

3. Asas Kebangsaan

Asas kebangsaan disebut juga dengan asas nasionalitas atau kewarganegaraan. Dalam asas ini, pengenaan pajak hanya dilakukan berdasarkan status kewarganegaraan. 

Jadi, Negara tidak akan mempersoalkan dari mana penghasilan yang diterima wajib pajak berasal. Selama orang atau badan berstatus sebagai warga negara tersebut maka setiap penghasilannya akan dikenai pajak.

4. Asas Campuran (Hybrid Territorial)

Menurut  J. Clifton Fleming, Robert J. Peroni, dan Stephen E. Shay (2008) negara yang menerapkan asas pajak territorial atau sistem pajak worldwide tidak dapat diartikan bahwa negara tersebut mengadopsi bentuk murni dari kedua sistem pajak tersebut. Negara-negara di dunia umumnya mengombinasikan keduanya, hingga muncul istilah asas pajak campuran (hybrid territorial).

Meski demikian, penerapan asas hybrid territorial di masing-masing negara bisa berbeda. Ada yang lebih condong ke worldwide income, ada pula yang condong ke asas  territorial.

Indonesia juga menerapkan asas campuran atau hybrid territorial. Intinya, Pemerintah Indonesia dapat mengenakan pajak atas seluruh penghasilan, baik dari dalam maupun luar negeri, tergantung status kewarganegaraan, domisili, dan waktu menetap.

Bagi wajib pajak dalam negeri, pengenaan pajak didasarkan atas asas domisili. Sedangkan bagi warga negara asing yang tinggal dan memperoleh penghasilan di Indonesia  lebih dari 183 hari dalam 12 bulan dapat dikenakan pajak. Begitupun dengan wajib pajak luar negeri yang tinggal di Indonesia maksimal 183 hari dalam 12 bulan, hanya dikenakan terhadap penghasilan yang diperoleh di Indonesia saja. 

Dalam implementasinya harus selalu memperhatikan atau sesuai dengan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (tax treaty). 

Namun, sejak berlakunya Undang-undang (UU) Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja, sistem perpajakan Indonesia berubah dari yang sebelumnya condong ke asas worldwide income menjadi mengarah pada sistem pajak territorial. 

Dalam UU PPh, semua penghasilan dari luar negeri ditetapkan sebagai objek pajak. Ketentuan itu direvisi oleh UU Cipta Kerja, yang mana dividen dari luar negeri dan penghasilan setelah pajak yang diterima bentuk usaha tetap (BUT) di luar negeri dikecualikan dari objek PPh atau tidak dikenai pajak di Indonesia. Syaratnya, minimal 30% laba setelah pajak atas dividen dan penghasilan BUT tersebut diinvestasikan di Indonesia. (ASP)




Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

 

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.