JAKARTA. Neraca perdagangan Indonesia pada bulan Oktober 2021 tercatat mengalami surplus sebesar US$5,7 miliar, salah satunya ditopang angka ekspor yang menyentuh rekor tertinggi sepanjang sejarah yaitu senilai US$22,02 miliar tumbuh 53,35% year on year (yoy).
Menurut Kepala BPS Margo Yuwono, dalam paparannya peningkatan ekspor ini didorong oleh membaiknya permintaan barang dari negara-negara tujuan.
Pertumbuhan ekspor tertinggi terjadi di sektor pertambangan, sebesar 190,57% yoy menjadi US$4,52 miliar. Sementara nilai ekspor tertinggi terjadi di sektor industri pengolahan yang tercatat senilai US$16,06 miliar, tumbuh 36,5% yoy.
Secara umum, ekspor nonmigas Indonesia pada bulan Oktober 2021 tercatat sebesar US$21 miliar atau naik 52,75% dari realisasi periode yang sama tahun 2020 dan ekspor migas sebesar US$1,03 miliar atau tumbuh 66,84%.
Baca Juga: Menyoal Gugatan Uni Eropa Atas Pembatasan Ekspor Nikel Indonesia
Didominasi Bahan Bakar Mineral
Sementara jika dilihat lebih rinci berdasarkan jenis barang non migas, nilai ekspor terbesar terjadi pada bahan bakar mineral sebesar US$823,3 juta.
Kemudian ekspor lemak dan minyak nabati senilai US$538,9 juta, besi dan baja senilai US$232,5 juta, timah dan turunannya senilai US$79,6 juta serta ekspor ampas dan sisa industri makanan senilai US$ 52,1 juta.
Adapun barang nonmigas lainnya seperti bahan kimia organik, bijih logam, terak dan abu, karet dan barang dari karet, nikel dan turunannya serta mesin dan perlengkapan listrik tumbuh minus yoy.
Baca Juga: Meluruskan Sanksi PPN Ekspor Untuk Indonesia Maju
China Terbesar
Jika dilihat dari negara tujuannya, ekspor terbesar terjadi ke negara China senilai US$ 5,93 miliar atau 28,22% dari total nilai ekspor non migas.
Di sisi lain, nilai impor pada bulan Oktober tercatat sebesar US$16,29 miliar atau tumbuh 51,06% yoy yang terdiri dari impor migas sebesar US$ 1,9 miliar dan impor nonmigas US$14,39 miliar.
Jenis barang yang paling banyak diimpor pada bulan Oktober 2021 adalah besi dan baja senilai US$181,7 juta, kemudian gula dan kembang gula senilai US$83,9 juta, kendaraan dan bagiannya US$ 56,8 juta, ampas dan sisa industri makanan US$50 juta dan logam mulia dan perhiasan senilai US$40,8 juta. (asp)
