Tax Clinic
Implikasi Pajak Atas Tambahan Modal Non-Tunai

MUC Tax Research Institute | Monday, 11 May 2020

Implikasi Pajak Atas Tambahan Modal Non-Tunai

Saya bekerja sebagai akuntan di perusahaan manufaktur. Perusahaan tempat saya bekerja saat ini merencanakan untuk menambah modal, yakni dengan memasukkan dan memperhitungkan aset berupa tanah (inbreng) milik salah satu pemegang saham. 

Bagaimana implikasi perpajakan terhadap perusahaan dan pemegang saham—yang menyetorkan aset—atas rencana inbreng tersebut? Terima kasih

Tri Merrita (tigarita@gmail.com).

Jawaban:

Terima kasih atas pertanyaan Saudara. Transaksi penyertaan modal oleh pemegang saham berupa aset non-tunai seperti tanah dan bangunan (inbreng)merupakan praktik bisnis yang lazim dilakukan oleh korporasi dalam rangka memperkuat permodalan. Namun, yang patut diperhatikan adalah implikasi perpajakan yang timbul dari transaksi inbreng, sesuai dengan Undang-Undang (UU) Pajak Penghasilan, UU Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan dan UU Bea Perolehan hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB). 

Sesuai dengan Pasal 4 ayat (3c) UU PPh, harta berupa tanah atau bangunan yang diterima badan usaha sebagai pengganti saham atau pengganti penyertaan modal, dikecualikan dari objek PPh. Dengan demikian, perusahaan penerima aset tersebut terbebas dari PPh. 

Sebaliknya bagi pemegang saham—baik orang pribadi maupun badan—yang menyerahkan tanah dan bangunan dalam transaksi inbreng, diwajibkan membayar PPh final sebesar 2,5% dari jumlah bruto sesuai dengan Peraturan Pemerintah nomor 34 Tahun 2016. 

Terkait PPN, implikasi akan timbul jika kedua belah pihak—pemberi maupun penerima aset—sudah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP). Bagi perusahaan penerima aset yang berstatus PKP, atas penyerahan tanah dan bangunannya menjadi PPN Masukan. Sedangkan bagi individu atau badan pemegang saham yang menyerahkan tanah dan bangunan, wajib memungut PPN sebesar 10% dari harga Jual atau harga wajar—dalam hal terdapat hubungan istimewa antara kedua pihak. Atas tanah dan bangunan yang diserahkan bisa menjadi PPN Keluaran. 

Selain itu, bagi perusahaan penerima tanah dan bangunan wajib membayar BPHTB sebesar 5% dari Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sesuai dengan Pasal 2 ayat (2) UU BPHTB. 

Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.

Salam MUC Tax Research Institute.

-----------

Tax Clinic adalah rubrik tanya-jawab seputar perpajakan, yang merupakan proyek kerjasama MUC Tax Research Institute dan Koran TempoTax Clinic ini telah terbit di Koran Tempo

MUC Tax Research Institute merupakan lembaga non profit yang menjalankan misi pendidikan dan menyebarkan informasi positif terkait perpajakan, melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, training dan seminar. Lembaga ini juga aktif melakukan riset dan kajian mengenai perpajakan, yang didokumentasikan dalam bentuk jurnal dan materi publikasi lain.

Koran Tempo

Related


Global Recognition
Global Recognition | Word Tax     Global Recognition | Word TP
Contact Us

Jakarta
MUC Building
Jl. TB Simatupang 15
Jakarta Selatan 12530

+6221-788-37-111 (Hunting)

+6221-788-37-666 (Fax)

Surabaya
Graha Pena 15th floor
Jl. Ahmad Yani 88
Surabaya 60231

+6231-828-42-56 (Hunting)

+6231-828-38-84 (Fax)

Subscribe

For more updates and information, drop us an email or phone number.



© 2020. PT Multi Utama Consultindo. All Rights Reserved.