Ketentuan Faktur Pajak Gabungan Pengusaha Kena Pajak
MUC Tax Research Institute
|
Monday, 06 April 2020
Saya bekerja di perusahaan jasa yang memiliki dua divisi berbeda, tetapi sama-sama melakukan penjualan atau penyerahan jasa.Di divisi tempat saya bekerja, kami menerbitkan Faktur Pajak Gabungan setiap bulannya untuk klien. Namun ternyata, terdapat penerbitan faktur pajak berbeda untuk klien yang sama oleh divisi lain di perusahaan kami—yang tidak termasuk dalam Faktur Pajak Gabungan. Jadi, klien tersebut menerima dua jenis Faktur Pajak dari perusahaan kami, yaitu Faktur Pajak Gabungan dan Faktur Pajak biasa.
Apakah dimungkinkan sebuah perusahaan menerbitkan lebih dari satu faktur pajak di luar faktur pajak gabungan untuk klien yang sama? Apabila memungkinkan, apa risikonya bagi perusahaan kami? Terima kasih
M. Dika (dika83@gmail.com)
Jawaban:
Dalam sistem Pajak Pertambahan Nilai (PPN) di Indonesia, perusahaan atau orang pribadi yang telah ditetapkan sebagai Pengusaha Kena Pajak (PKP) wajib menerbitkan Faktur Pajak sebagai bukti pungutan PPN untuk setiap transaksi penjualan barang atau jasa yang dilakukan. Faktur pajak berfungsi layaknya invoice komersial yang diterbitkan perusahaan, namun dengan informasi terkait perpajakan yang lebih detail seperti NPWP penjual dan pembeli, jumlah PPN dan PPnBM yang dipungut, serta kode dan nomor seri Faktur Pajak.
Pada dasarnya, satu Faktur Pajak dibuat untuk satu penyerahan barang/jasa kena pajak. Namun , untuk meringankan beban administrasi, PKP cukup membuat satu Faktur Pajak Gabungan yang meliputi semua penyerahan barang/jasa kena pajak per bulan untuk satu klien yang sama. Ketentuan Faktur Pajak Gabungan ini sudah diatur dalam Pasal 13 ayat 2 Undang-undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang PPN dan PPnBM.
Pembuatan Faktur Pajak Gabungan merupakan pilihan. Jika perusahaan memilih untuk membuat Faktur Pajak Gabungan, transaksi penyerahan jasa untuk klien yang sama harus terangkum dalam satu Faktur Pajak Gabungan. Faktur Pajak lain untuk klien yang sama berisiko tidak diakui karena tidak memenuhi kriteria pada Pasal 13 ayat 2 Undang-undang PPN dan PPnBM. Konsekuensinya, PPN-nya tidak dapat dikreditkan.
Sebaiknya Perusahaan membatalkan Faktur Pajak lain di luar Faktur Pajak Gabungan. Kemudian, perusahaan dapat membuat Faktur Pajak Pengganti atas Faktur Pajak Gabungan, yang di dalamnya ikut menyertakan transaksi penyerahan jasa kena pajak dari divisi lain yang sebelumnya tidak tercatat dalam Faktur Pajak Gabungan. Ketentuan mengenai pembuatan Faktur Pajak wajib dilengkapi agar perusahaan maupun lawan transaksi yang telah menjadi PKP dapat mengkreditkan PPN yang telah dibayar. Selain itu, Faktur Pajak yang tidak memenuhi ketentuan perpajakan berisiko membuat perusahaan dikenai sanksi administrasi sebesar 2% dari jumlah Dasar Pengenaan Pajak.
Demikian jawaban dari kami, semoga bermanfaat.
Salam MUC Tax Research Institute.
-----------
Tax Clinic adalah rubrik tanya-jawab seputar perpajakan, yang merupakan proyek kerjasama MUC Tax Research Institute dan Koran Tempo. Tax Clinic ini telah terbit di Koran Tempo.
MUC Tax Research Institute merupakan lembaga non profit yang menjalankan misi pendidikan dan menyebarkan informasi positif terkait perpajakan, melalui berbagai kegiatan seperti diskusi, training dan seminar. Lembaga ini juga aktif melakukan riset dan kajian mengenai perpajakan, yang didokumentasikan dalam bentuk jurnal dan materi publikasi lain.
Koran Tempo