DJP Perkuat Fungsi Pengawasan KPP Pratama
Tuesday, 03 March 2020
JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) memperluas peran Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama dalam mengawasi kepatuhan wajib pajak (WP). Hal tersebut sebagaimana yang tertuang dalam Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-75/PJ/2020 tentang perubahan tugas dan fungsi KPP Pratama.
Dalam beleid yang terbit tanggal 20 Februari tersebut, DJP menambahkan satu peran dan fungsi baru KPP Pratama, yaitu melakukan pengumpulan dan penjaminan kualitas data dan informasi perpajakan. Penambahan ini kegiatan menggali potensi pajak di berbagai daerah lebih efektif.
Dengan demikian, sebagaimana diberitakan dari kontan.co.id, DJP berharap perubahan fungsi ini dapat meningkatkan penerimaan negara. Karena Account Representative (AR) nantinya bisa lebih fokus dalam menggali potensi WP yang belum terdaftar maupun yang belum memenuhi kewajiban perpajakannya.
Secara spesifik, fungsi ini akan dibebankan kepada Seksi Pengolahan Data dan Informasi, Seksi Ekstensifikasi dan Konsultasi, serta Seksi Pengawasan Konsultasi III dan IV di setiap KPP Pratama. Sebelumnya, tugas dan fungsi ini, hanya dilakukan oleh Seksi Pengawasan dan Konsultasi.
Sebelumnya DJP juga telah menambah jumlah KPP Pratama yang tersebar di seluruh Indonesia menjadi 38 kantor. Penambahan ini dilakukan agar pengawasan terhadap wajib pajak besar di masing-masing daerah lebih efektif.
Berikut adalah rincian fungsi KPP Pratama, berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak nomor KEP-75/PJ/2020:
No |
Fungsi KPP
Pratama: |
1 |
Analisis, penjabaran, dan pencapaian
target penerimaan pajak |
2 |
Pencarian, pengumpulan, pengolahan,
serta penyajian data dan informasi perpajakan |
3 |
Penjaminan kualitas dan validasi atas
data dan/atau alat keterangan |
4 |
Edukasi, pendaftaran/pengukuhan,
pelayanan, pengelolaan pelaporan, dan penghapusan/pencabutan Wajib Pajak,
Pengusaha Kena Pajak, atau objek pajak |
5 |
Penyelesaian tindak lanjut
pengajuan/pencabutan permohonan Wajib Pajak maupun masyarakat |
6 |
Pendataan, pemetaan, pengawasan dan
pemeriksaan serta penilaian untuk kepentingan perpajakan |
7 |
Penetapan, penerbitan, dan/atau
pembetulan produk hukum perpajakan |
8 |
Pemutakhiran basis data perpajakan |
9 |
Pengenaan dan pengurangan Pajak Bumi dan
Bangunan Sektor Perkebunan, Perhutanan, Pertambangan Minyak dan Gas Bumi
untuk Permukaan Bumi Onshore, Pertambangan untuk Pengusahaan Panas Bumi,
Pertambangan Mineral dan Batubara, dan Sektor Lainnya |
10 |
Penatausahaan piutang pajak dan
penagihan pajak |
11 |
Pengelolaan kinerja dan pengelolaan
risiko |
12 |
Pelaksanaan dan pemantauan kepatuhan
internal |
13 |
Pelaksanaan tindak lanjut kerja sama
perpajakan dan |
14 |
Pelaksanaan administrasi kantor. |
Hitung Potensi
Namun demikian, meski disebutkan akan mendorong penerimaan negara DJP tidak berani menyebut target tambahan penerimaan pajak dari kebijakan ini. Sebagai mana diberitakan bisnis.com, hingga kini DJP masih menghitung potensi tambahan penerimaan negaranya.
Sebagai informasi, target penerimaan pajak yang dipatok pemerintah dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun 2002 sebesar Rp 1.642,57 triliun. Jumlah ini lebih tinggi 23,31% dari realisasi sementara tahun 2019, yang tercatat sebesar Rp 1.332,06 triliun.