Sengketa pajak dapat terjadi antara wajib pajak atau penanggung pajak dengan pemerintah (fiscus). Hal itu terjadi karena perbedaan pendapat tentang besarnya pajak yang terutang atau hal lainnya yang ditetapkan kantor pajak atas wajib pajak.
Dispute yag terjadi karena hal itu sebetulnya bis diselesaikan secara langsung antara wajib pajak dengan fiskus, salah satunya melalui mekanisme keberatan.
Namun, jika proses keberatan tidak juga memuaskan kedua belah pihak, terutama wajib pajak, maka proses penyelesaian sengketa bisa dilanjutkan dengan mengajukan gugatan ke pengadilan pajak.
Tahap selanjutnya, bila putusan atas gugatan tersebut belum juga memuaskan perkara bisa berlanjut ke tingkat banding dan kemudian bisa berlanjut ke tingkat peninjauan kembali oleh hakim Mahkamah Konstitusi.
Menurut catatan MUC Tax Reserach Institute, dalam rentang waktu antara tahun 2010-2022 (per Agustus 2022), jumlah perkara pajak yang diputus oleh Mahkamah Agung atau berkekuatan hukum tetap (incrach) didominasi oleh perkara terkait Pajak Pertambahan Nilai (PPN), yaitu sebanyak 3.966 perkara.
Sementara jumlah perkara terbesar kedua terkait dengan Pajak Penghasilan (PPh) Badan sebanyak 689 perkara, PPh Pasal 23 sebanyak 315 perkara dan terbanyak keempat PPh Pasal 26 sebanyak 303 perkara. (ASP)