Pengadaan Barang dan/atau Jasa untuk Sistem Administrasi Perpajakan
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGADAAN BARANG DAN/ATAU JASA UNTUK PEMBARUAN SISTEM ADMINISTRASI PERPAJAKAN.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
(1) | Pembaruan Sistem administrasi perpajakan dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak pada Kementerian Keuangan dengan dukungan dari instansi terkait. |
(2) | Direktur Jenderal Pajak adalah pimpinan tertinggi Direktorat Jenderal Pajak pada Kementerian Keuangan yang bertindak sebagai pemilik proyek pengadaan barang dan/atau jasa untuk pembaruan sistem administrasi perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Pengadaan Barang dan/atau Jasa untuk pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi pengadaan:
|
Pelaku pengadaan untuk Pengadaan Barang dan/atau Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri atas:
a. PA/KPA;
b. PPK;
c. Pelaksana Pengadaan; dan
d. PPHP.
(1) | PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a memiliki tugas dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah. |
(2) | Selain memiliki tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA memiliki tambahan tugas dan kewenangan untuk menetapkan:
|
(3) | Dalam rangka kelancaran pelaksanaan tugas dan kewenangan PA sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
(4) | KPA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf a memiliki tugas dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan/atau jasa pemerintah. |
(1) | PPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b memiliki tugas dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. |
(2) | Selain tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PPK memiliki tambahan tugas dan kewenangan untuk:
|
(1) | Pelaksana Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c terdiri atas:
|
(2) | Penentuan Tim Pengadaan atau Agen Pengadaan sebagai Pelaksana Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PA berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Direktur Jenderal Pajak mengusulkan Agen Pengadaan sebagai Pelaksana Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam hal:
|
(1) | Tim Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
|
(2) | Tim Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat terdiri atas:
|
(3) | Tim Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari personel yang memiliki keahlian di bidang:
|
(4) | Pengambilan keputusan oleh Tim Pengadaan dilakukan secara musyawarah untuk mufakat. |
(5) | Personel yang memiliki keahlian di bidang pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c harus memiliki sertifikat di bidang pengadaan. |
(6) | Personel Tim Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, dan huruf d harus memiliki kompetensi teknis sesuai dengan bidang yang diperlukan. |
(1) | Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf b memiliki tugas dan kewenangan sebagai berikut:
|
(2) | Selain tugas dan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Agen Pengadaan melaksanakan hak dan kewajiban yang telah disepakati dalam kontrak. |
PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf d memiliki tugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan Pengadaan Barang dan/atau Jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah.
(1) | Tenaga ahli untuk membantu PA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a terdiri atas perorangan yang memiliki keahlian di bidang tertentu yang ditetapkan oleh PA. |
(2) | Tenaga ahli untuk membantu KPA, PPK, Pelaksana Pengadaan, dan/atau PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a terdiri atas perorangan yang memiliki keahlian di bidang tertentu yang ditetapkan oleh KPA berdasarkan usulan dari PPK. |
(3) | Pihak lain yang kompeten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a terdiri atas badan atau instansi yang memiliki kompetensi di bidang tertentu dan ditetapkan oleh PA. |
(4) | Pihak lain yang kompeten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a terdiri atas badan atau instansi yang memiliki kompetensi di bidang tertentu dan ditetapkan oleh KPA. |
(5) | Tenaga ahli dan/atau pihak lain yang kompeten sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) memiliki tugas membantu pelaksanaan tugas PA, KPA, PPK, Pelaksana Pengadaan, dan/atau PPHP sesuai dengan penugasan. |
(1) | Panel seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e terdiri atas personel yang memiliki keahlian di bidang tertentu sesuai dengan kebutuhan. |
(2) | Panel seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(3) | Panel seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diketuai oleh personel yang berstatus sebagai Aparatur Sipil Negara. |
(4) | Panel seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh KPA. |
(5) | Panel seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki tugas dan kewenangan melakukan penilaian presentasi dan wawancara untuk Seleksi Jasa Konsultansi Perorangan. |
(6) | Hasil penilaian presentasi dan wawancara yang dilakukan oleh panel seleksi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Pelaksana Pengadaan beserta rekomendasinya. |
PA/KPA, PPK dan PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3, Tenaga ahli dan/atau pihak lain yang kompeten sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a, panel seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf e, dan Tim Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) huruf a diberikan honorarium sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perencanaan umum pengadaan meliputi kegiatan sebagai berikut:
(1) | Direktur Jenderal Pajak melakukan analisis kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf a dengan mempertimbangkan kondisi barang dan/atau jasa yang telah ada, dimiliki, atau dikuasai. |
(2) | Hasil analisis kebutuhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dituangkan dalam dokumen analisis kebutuhan yang paling sedikit memuat:
|
(1) | Berdasarkan hasil analisis kebutuhan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak menyusun Spesifikasi Teknis/KAK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 huruf b. |
(2) | Spesifikasi Teknis/KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat pokok-pokok:
|
(3) | Direktur Jenderal Pajak mengajukan usulan Spesifikasi Teknis/KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Menteri dengan memperhatikan tata kelola yang baik. |
(4) | Berdasarkan usulan Spesifikasi Teknis/KAK yang diajukan oleh Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Menteri menetapkan Spesifikasi Teknis/KAK sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(5) | Direktur Jenderal Pajak bertanggung jawab secara substantif dan teknis atas Spesifikasi Teknis/KAK yang diusulkan. |
(1) | Pelaksana Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf c ditetapkan oleh PA berdasarkan usulan Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | PA menetapkan personel Tim Pengadaan sebagai Pelaksana Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Penetapan PPK dan PPHP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 huruf b dan huruf d dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang/jasa pemerintah. |
(1) | Berdasarkan Spesifikasi Teknis/KAK yang telah ditetapkan, Direktur Jenderal Pajak mengusulkan RUP kepada PA. |
(2) | Usulan RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | Berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), PA dapat:
|
(4) | Dalam hal PA menyetujui usulan RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, PA menetapkan RUP dengan menandatangani dokumen RUP dimaksud. |
(5) | Dalam hal PA tidak menyetujui usulan RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Direktur Jenderal Pajak melakukan perbaikan atas usulan RUP. |
(6) | RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh PA kepada KPA, PPK, dan Pelaksana Pengadaan sebagai dasar pelaksanaan pengadaan serta disampaikan kepada APIP sebagai tembusan. |
(7) | PA/KPA mengumumkan RUP yang telah disetujui kepada masyarakat melalui Sistem Informasi Rencana Umum Pengadaan atau melalui salah satu laman di lingkungan Kementerian Keuangan. |
(8) | Pengumuman RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (7) paling sedikit berisi:
|
(9) | RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Berdasarkan RUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6), PPK menyusun DPP yang paling sedikit memuat:
|
(2) | Calon Penyedia yang dianggap mampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d diperoleh dari hasil kajian yang dilakukan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Hasil kajian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling kurang berisi daftar calon Penyedia yang dianggap mampu berdasarkan urutan prioritas. |
(4) | DPP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan oleh PPK setelah meminta pendapat dari Direktur Jenderal Pajak, Pelaksana Pengadaan, dan/atau tenaga ahli/pihak yang kompeten. |
(5) | DPP sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan oleh PPK kepada Pelaksana Pengadaan sebagai dasar penyusunan Dokumen Pemilihan Penyedia. |
(1) | Berdasarkan RUP yang telah disampaikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (6) dan DPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5), Pelaksana Pengadaan menyusun Dokumen Pemilihan Penyedia. |
(2) | Dokumen Pemilihan Penyedia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun berdasarkan Standar Dokumen Pengadaan yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(3) | Pelaksana Pengadaan meminta pendapat kepada Direktur Jenderal Pajak dan/atau PPK dalam menyusun Dokumen Pemilihan Penyedia. |
(4) | Penetapan Dokumen Pemilihan Penyedia dilakukan oleh:
|
(1) | PPK menyusun HPS untuk Pengadaan Barang dan/atau Jasa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) huruf a berdasarkan keahlian dan bersumber dari:
|
(2) | HPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memperhitungkan keuntungan dan biaya tidak langsung (overhead cost). |
(3) | HPS sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menjadi dasar perhitungan besaran kerugian negara. |
(4) | Penyusunan HPS tidak diperlukan untuk pengadaan Sistem Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a, yang diatur lebih lanjut dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Pengadaan Sistem Informasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a dilaksanakan melalui:
|
(2) | Kriteria keadaan mendesak dan dianggap perlu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b meliputi:
|
(3) | Keadaan mendesak dan dianggap perlu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal Pajak, yang paling sedikit memuat:
|
(4) | Dalam hal Menteri menyetujui usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (3):
|
(5) | Spesifikasi Teknis/KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dimuat dalam usulan RUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2). |
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Sistem Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Pengadaan jasa konsultansi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b dapat berbentuk:
|
(2) | Pengadaan Jasa Konsultansi Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilaksanakan melalui:
|
(3) | Pengadaan Jasa Konsultansi Perorangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilaksanakan melalui:
|
(4) | Kriteria keadaan mendesak dan dianggap perlu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 dan ayat (3) huruf b angka 2 meliputi:
|
(5) | Keadaan mendesak dan dianggap perlu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan usulan dari Direktur Jenderal Pajak, yang paling sedikit memuat:
|
(6) | Dalam hal Menteri menyetujui usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (5):
|
(7) | Spesifikasi Teknis/KAK sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf b dimuat dalam usulan RUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2). |
(8) | Ketentuan lebih lanjut mengenai:
|
(1) | Pengadaan Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf c dilakukan oleh Tim Pengadaan. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan Agen Pengadaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Pengadaan barang dan/atau jasa lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d dengan nilai kontrak tidak melebihi Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dilaksanakan melalui metode Pengadaan Langsung. |
(2) | Pengadaan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan kepada Penyedia barang dan/atau jasa luar negeri. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengadaan barang dan/atau jasa lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Prakualifikasi dinyatakan gagal dalam hal setelah pemberian waktu perpanjangan, tidak ada peserta yang menyampaikan dokumen kualifikasi. | ||||||||||
(2) | Tender sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a atau seleksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (2) huruf a dan Pasal 22 ayat (3) huruf a dinyatakan gagal apabila:
|
(1) | Dalam hal Prakualifikasi dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (1), Pelaksana Pengadaan segera melakukan prakualifikasi ulang. |
(2) | Dalam hal tender atau seleksi dinyatakan gagal sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25 ayat (2), Pelaksana Pengadaan segera menindaklanjuti dengan:
|
(3) | Dalam hal untuk melaksanakan prakualifikasi ulang, tender ulang, atau seleksi ulang memerlukan perubahan DPP, Pelaksana Pengadaan mengusulkan perubahan DPP kepada PPK dilampiri dengan laporan yang paling sedikit memuat:
|
(4) | Berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), PPK melakukan analisis usulan perubahan DPP dan menghitung kembali jangka waktu penyelesaian pemilihan dan jangka waktu penyerahan barang dan/atau jasa. |
(5) | Dalam hal PPK menyetujui usulan perubahan DPP, PPK menyampaikan perubahan DPP kepada pelaksana pengadaan sebagai dasar pelaksanaan prakualifikasi ulang, tender ulang, atau seleksi ulang. |
(6) | Dalam hal PPK tidak menyetujui usulan perubahan DPP, PPK memberitahukan kepada Pelaksana Pengadaan dan meminta untuk melakukan prakualifikasi ulang, tender ulang, atau seleksi ulang dengan menggunakan DPP yang telah ada. |
(7) | Dalam hal perubahan DPP sebagaimana dimaksud pada ayat (5) memerlukan perubahan RUP, PPK menyampaikan laporan kepada PA. |
(8) | PA meminta Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan evaluasi terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (7). |
(9) | Berdasarkan hasil evaluasi terhadap laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (8), Direktur Jenderal Pajak menyampaikan usulan perubahan RUP kepada PA. |
(10) | Usulan perubahan RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (9) paling sedikit memuat:
|
(11) | Metode pemilihan Penyedia barang dan/atau jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (10) huruf d berupa:
|
(12) | Penunjukan Langsung sebagaimana dimaksud pada ayat (11) huruf b dilakukan dengan kriteria kebutuhan yang tidak dapat ditunda dan tidak cukup waktu untuk melaksanakan tender ulang atau seleksi ulang, yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(13) | Dalam hal PA menyetujui usulan perubahan RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (9), PA menetapkan perubahan RUP sesuai dengan proses penetapan RUP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17. |
(14) | Berdasarkan perubahan RUP sebagaimana dimaksud pada ayat (13) PPK menyusun perubahan DPP dan menyampaikan kepada Pelaksana Pengadaan, sebagai dasar pelaksanaan Penunjukan Langsung, prakualifikasi ulang, tender ulang atau seleksi ulang. |
(1) | Menteri melakukan pengawasan terhadap pengadaan barang dan/atau Jasa untuk pembaruan sistem administrasi perpajakan melalui APIP. |
(2) | Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan melalui kegiatan audit, reviu, pemantauan, evaluasi, dan/atau kegiatan pengawasan lainnya. |
(3) | Atas permintaan Menteri, pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dapat dilakukan bersama dengan lembaga yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang pengawasan keuangan negara dan pembangunan nasional. |
(1) | Masyarakat dapat menyampaikan laporan/pengaduan terkait Pengadaan Barang dan/atau Jasa untuk pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan kepada Menteri dan aparat penegak hukum. |
(2) | Penyampaian laporan/pengaduan mengenai Pengadaan Barang dan/atau Jasa terkait pembaruan Sistem Administrasi Perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga dapat diterima melalui whistleblowing system Kementerian Keuangan. |
(3) | APIP menindaklanjuti laporan/pengaduan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan berkoordinasi dengan aparat penegak hukum dengan ketentuan sebagai berikut:
|
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 4 September 2018 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 6 september 2018 DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA ttd. WIDODO EKATJAHJANA |
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2018 NOMOR 1233 |