Tata Cara Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya Atas Penghasilan yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
(1) | PPh Pasal 21 yang terutang atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD ditanggung oleh Pemerintah atas beban APBN atau APBD. | ||||||||||
(2) | Penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penghasilan tetap dan teratur bagi:
| ||||||||||
(3) | Termasuk dalam pengertian gaji, uang pensiun, dan tunjangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah gaji, uang pensiun, dan tunjangan ke-13 (ketiga belas). |
(1) | Dasar pengenaan PPh Pasal 21 atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) adalah Penghasilan Kena Pajak. |
(2) | Besarnya Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan penghasilan neto dikurangi Penghasilan Tidak Kena Pajak. |
(3) | Besarnya Penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI ditentukan berdasarkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dikurangi dengan:
|
(4) | Besarnya penghasilan neto sebagaimana dimaksud pada ayat (2) bagi pensiunan ditentukan berdasarkan seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan dikurangi dengan biaya pensiun sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur tentang biaya pensiun. |
(1) | Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak per tahun adalah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan atau Peraturan Menteri Keuangan mengenai penyesuaian besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan. |
(2) | Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak bagi wanita berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal wanita kawin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dapat menunjukan keterangan tertulis dari pemerintah daerah setempat serendah-rendahnya kecamatan yang menyatakan suaminya tidak menerima atau memperoleh penghasilan, besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak adalah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk dirinya sendiri ditambah Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk status kawin dan Penghasilan Tidak Kena Pajak untuk keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya paling banyak 3 (tiga) orang. |
(4) | Besarnya Penghasilan Tidak Kena Pajak ditentukan berdasarkan keadaan pada awal tahun kalender. |
(1) | Tarif pajak berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan diterapkan atas Penghasilan Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1). |
(2) | Jumlah Penghasilan Kena Pajak sebagai dasar penerapan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibulatkan ke bawah hingga ribuan rupiah penuh. |
(3) | Untuk perhitungan PPh Pasal 21 yang harus dipotong setiap Masa Pajak, selain Masa Pajak Desember atau Masa Pajak terakhir, tarif pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterapkan atas perkiraan penghasilan yang akan diperoleh selama 1 (satu) tahun, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Masa Pajak terakhir sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah Masa Pajak tertentu dimana Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI terakhir bekerja. |
(5) | Jumlah PPh Pasal 21 yang harus dipotong untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) adalah:
|
(6) | Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI mulai bekerja sebagai Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI setelah bulan Januari, banyaknya bulan yang menjadi faktor pengali sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau faktor pembagi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) adalah jumlah bulan tersisa dalam tahun kalender sejak yang bersangkutan mulai bekerja atau mulai pensiun. |
(7) | Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong untuk Masa Pajak Desember adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak selama 1 (satu) tahun takwim dengan akumulasi PPh Pasal 21 yang terutang pada Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. |
(8) | Besarnya PPh Pasal 21 yang dipotong untuk Masa Pajak terakhir adalah selisih antara Pajak Penghasilan yang terutang atas seluruh Penghasilan Kena Pajak yang disetahunkan dengan akumulasi PPh Pasal 21 yang terutang pada Masa Pajak-Masa Pajak sebelumnya dalam tahun takwim yang bersangkutan. |
(9) | Tidak termasuk dalam akumulasi PPh Pasal 21 yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) adalah tambahan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1). |
(10) | Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI menerima tambahan penghasilan yang bersifat tetap dan teratur setiap bulan yang pembayarannya terpisah dari pembayaran gaji, maka penghitungan PPh Pasal 21 atas tambahan penghasilan tersebut harus memperhitungkan jumlah seluruh penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang diterima oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI atau Anggota POLRI yang bersangkutan. |
(1) | Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya tidak memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak, atas penghasilan tetap dan teratur setiap bulan yang menjadi beban APBN atau APBD dikenai tarif PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya yang memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak. |
(2) | Tambahan PPh Pasal 21 lebih tinggi sebesar 20% (dua puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi beban Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya dan dipotong dari penghasilan yang diterima Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya. |
(3) | Pengenaan tambahan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh bendahara pemerintah dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak pada saat permintaan pembayaran penghasilan tetap dan teratur setiap bulan diajukan. |
(4) | Pemotongan atas tambahan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan oleh bendahara pemerintah pada saat pembayaran penghasilan tetap dan teratur yang diterima setiap bulan. |
(5) | Kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak dibuktikan oleh Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya dengan memberikan fotokopi kartu Nomor Pokok Wajib Pajak kepada bendahara pemerintah. |
(6) | Bagi wanita kawin yang tidak memilih untuk menjalankan hak dan kewajiban perpajakannya sendiri, kepemilikan Nomor Pokok Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dibuktikan dengan memberikan:
|
(1) | Bendahara pemerintah yang melakukan pemotongan PPh Psl 21 adalah bendahara pengeluaran pada kementerian/lembaga, pemerintah provinsi, atau pemerintah kabupaten/kota. |
(2) | Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib:
|
(3) | Kewajiban menghitung, memotong, dan melaporkan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap dilakukan terhadap penghasilan yang dikenai tarif PPh Pasal 21 sebesar 0% (nol persen). |
(4) | Ketentuan mengenai kewajiban untuk melaporkan pemotongan PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tetap berlaku, dalam hal jumlah pajak yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil. |
(1) | Pelaksanaan pemotongan PPh Pasal 21 bagi Pensiunan dilakukan oleh badan yang ditunjuk sesuai peraturan perundang-undangan untuk melakukan pembayaran penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf c. |
(2) | Kewajiban sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2) berlaku bagi badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Dalam hal dalam suatu Masa Pajak terjadi kelebihan perhitungan atas PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah, kelebihan PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah tersebut diperhitungkan dengan PPh Pasal 21 yang ditanggung oleh pemerintah pada bulan berikutnya melalui Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21. |
(2) | Dalam hal dalam suatu Masa Pajak terjadi kesalahan pemotongan atas PPh Pasal 21 yang bersifat Final dari penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain sehingga terdapat kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat final, kelebihan penyetoran PPh Pasal 21 yang bersifat final tersebut dikembalikan sesuai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak sebagaimana ditetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur mengenai tata cara pengembalian kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. |
(1) | Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang Ditanggung Pemerintah kepada Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunannya paling lama 1 (satu) bulan setelah tahun kalender berakhir. |
(2) | Dalam hal Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI dan Anggota POLRI berhenti bekerja sebelum berakhirnya tahun kalender, bukti pemotongan PPh Pasal 21 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diberikan paling lama 1 (satu) bulan setelah yang bersangkutan berhenti bekerja. |
(3) | Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 memberikan bukti pemotongan PPh Pasal 21 yang bersifat final atas penghasilan berupa honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun paling lama pada akhir bulan dilakukannya pembayaran penghasilan tersebut. |
(1) | PPh Pasal 21 yang dipotong oleh Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, wajib disetor ke Kantor Pos atau bank yang ditunjuk Menteri Keuangan, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(2) | Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, wajib melaporkan pemotongan dan penyetoran PPh Pasal 21 untuk setiap Masa Pajak yang dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh Pasal 21 ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 terdaftar, dalam jangka waktu sesuai dengan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, Anggota POLRI, dan Pensiunan wajib membuat surat pernyataan yang berisi jumlah tanggungan keluarga pada:
|
(2) | Apabila Pejabat Negara, PNS, Anggota TNI, atau Anggota POLRI berhenti bekerja, pindah, atau pensiun pada bagian tahun kalender, maka Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 tempat bekerja yang lama wajib menyampaikan Bukti Pemotongan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (2) kepada Bendahara pemerintah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12:
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 31 Desember 2010 MENTERI KEUANGAN ttd. AGUS D.W. MARTOWARDOJO |
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Desember 2010
MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA,
ttd.
PATRIALIS AKBAR