Pemungutan Pajak Air Tanah
(1) | Objek Pajak Air Tanah adalah pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. |
(2) | Termasuk dalam kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah dewatering. |
(3) | Dewatering sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dihitung berdasarkan potensi air tanah yang diambil dan/atau dipindahkan dari dalam lapisan air di lokasi aktivitas dewatering. |
(4) | Obek Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan terhadap hal sebagai berikut:
|
(1) | Subjek Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. |
(2) | Wajib Pajak Air Tanah adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. |
(1) | Pajak Air Tanah terutang ditetapkan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah. |
(2) | Penetapan Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan SKPD. |
(3) | SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling sedikit memuat :
|
(4) | Format SKPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Format I Lampiran Peraturan Gubernur ini. |
(1) | Dasar pengenaan Pajak Air Tanah adalah NPA. |
(2) | NPA sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dinyatakan dalam rupiah yang dihitung dengan mempertimbangkan sebagian atau seluruh faktor-faktor berikut :
|
(3) | NPA sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mengandung 2 (dua) komponen yaitu :
|
(1) | Dalam hal dewatering, volume air yang diambil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a ditentukan dengan cara :
|
(2) | Pemasangan meter air sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan oleh Dinas Sumber Daya Air. |
(3) | Besarnya HDA sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf b ditentukan oleh :
|
(4) | Fn-Air sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) huruf b, memuat komponen sebagai berikut :
|
(5) | Komponen peruntukan dan pengelolaan air tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf c, dibedakan berdasarkan subjek pemakai atau kelompok pemakai air tanah yang ditetapkan sebagai berikut:
|
(6) | Ketentuan lebih lanjut mengenai NPA diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Pajak Air Tanah terutang merupakan hasil kali tarif dengan dasar pengenaan pajak, dengan rumus sebagai berikut :
| |
(2) | Dalam hal dewatering, dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan NPA dengan jenis sebagai berikut:
| |
(3) | Dasar pengenaan Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a adalah kegiatan dewatering dimana terhadap air yang diambil dan/atau dipindahkan, dibuang atau tidak dimanfaatkan. | |
(4) | Dasar pengenaan Pajak Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b adalah kegiatan dewatering dimana terhadap air yang diambil dan/atau dipindahkan, langsung dimanfaatkan dan/atau ditampung untuk dimanfaatkan. |
(1) | Pajak Air Tanah yang terutang dipungut di wilayah daerah tempat air tanah diambil. |
(2) | Wilayah daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disesuaikan dengan wilayah kerja masing-masing UPPRD. |
(1) | Jangka waktu masa pajak lamanya sama dengan 1 (satu) bulan takwim. |
(2) | Bagian dari bulan dihitung l (satu) bulan penuh. |
(1) | Setiap Wajib Pajak wajib mendaftarkan diri dan melaporkan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dengan menggunakan SPOPD ke Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau pejabat yang ditunjuk sesuai dengan tempat kedudukan Wajib Pajak dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari kalender sebelum pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. |
(2) | SPOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diambil di UPPRD/Suku Badan/Badan Pajak dan Retribusi Daerah atau tempat lain yang ditunjuk atau mengunduhnya pada laman web http://dpp.jakarta.go.id/. |
(3) | SPOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan benar, jelas dan lengkap serta ditandatangani oleh Wajib Pajak atau Penanggung Pajak. |
(4) | Pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada UPPRD dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(1) | Wajib Pajak yang tidak mendaftarkan dan melaporkan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah, diterbitkan NPWPD dan/atau NOPD secara jabatan dan dikenakan sanksi administrasi. |
(2) | Penerbitan NPWPD dan/atau NOPD secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), didasarkan pada laporan hasil temuan lapangan Dinas Sumber Daya Air dan/atau laporan hasil pendataan objek pajak yang dilakukan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah. |
(1) | Laporan hasil temuan lapangan Dinas Sumber Daya Air sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) merupakan hasil tindakan pengawasan kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah yang dilakukan secara rutin. |
(2) | Laporan hasil pendataan objek pajak yang dilakukan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) merupakan hasil pendataan objek pajak yang dilakukan secara rutin. |
(3) | Dinas Sumber Daya Air menyerahkan data subjek pajak air tanah yang diperoleh berdasarkan kegiatan pada ayat (1) dan ayat (2) kepada Badan Pajak dan Retribusi Daerah paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal ditandatanganinya laporan. |
(4) | Laporan hasil pendataan objek pajak yang dilakukan oleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Dinas Sumber Daya Air paling lambat 14 (empat belas) hari sejak tanggal ditandatanganinya laporan. |
(5) | Hasil temuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) paling sedikit memuat informasi sebagai berikut :
|
(1) | Penghapusan NPWPD dan/atau NPOPD dalam hal adanya permohonan Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf a merupakan penghentian atau penutupan kegiatan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Wajib Pajak dengan mengajukan permohonan penghapusan NPWPD dan/atau NOPD secara tertulis. |
(2) | Surat permohonan penghapusan NPWPD dan/atau NOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan kepada UPPRD dengan melampirkan :
|
(3) | Terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWPD dan/atau NOPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemeriksaan. |
(4) | Berdasarkan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kepala UPPRD dapat mengusulkan pencabutan NPWPD dan/atau NOPD kepada Badan Pajak dan Retribusi Daerah secara tertulis. |
(1) | Penghapusan NPWPD dan/atau NOPD secara jabatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 huruf b dilakukan dalam hal :
|
(2) | Penghapusan NPWPD dan/atau NOPD secara jabatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memenuhi ketentuan sebagai berikut :
|
(1) | Dinas Sumber Daya Air mendata pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah oleh Wajib Pajak pada masa pajak sebelumnya, menyusun laporan pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah dan merekapitulasi pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah. |
(2) | Hasil pendataan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan kepada Kepala Badan Pajak dan Retribusi Daerah pada tanggal 25 setiap bulannya. |
(3) | Apabila tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) jatuh pada hari libur, penyampaian hasil pencatatan dilakukan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. |
(1) | UPPRD mencetak SKPD Pajak Air Tanah setiap tanggal 28 setiap bulannya. |
(2) | Apabila tanggal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) jatuh pada hari libur, pencetakan SKPD Pajak Air Tanah dilakukan pada 1 (satu) hari kerja berikutnya. |
(1) | SKPD Pajak Air Tanah disampaikan oleh UPPRD kepada Wajib Pajak paling lambat 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal cetak. |
(2) | Penyampaian SKPD Pajak Air Tanah melalui pihak ketiga hanya dapat dilakukan oleh jasa pos tercatat. |
(3) | Dalam hal SKPD Pajak Air Tanah disampaikan melalui jasa pos tercatat, tanggal pada bukti pengiriman merupakan tanggal diterimanya SKPD oleh Wajib Pajak. |
(4) | Penyampaian SKPD Pajak Air Tanah dapat dilakukan secara elektronik. |
(1) | Pembayaran Pajak Air Tanah berdasarkan jumlah pajak terutang yang tercantum dalam SKPD Pajak Air Tanah. |
(2) | Pembayaran Pajak Air Tanah terutang paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal diterbitkan SKPD Pajak Air Tanah. |
(3) | Pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan pada Bank atau tempat lain yang ditunjuk. |
(1) | Pembayaran Pajak Air Tanah terutang yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran, dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan untuk jangka waktu paling lama 15 (lima belas) bulan. |
(2) | Badan Pajak dan Retribusi Daerah menerbitkan STPD atas pembayaran pajak air tanah terhutang yang dilakukan setelah tanggal jatuh tempo pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | STPD sebagaimana dimaksud pada ayat (2) mempunyai kekuatan hukum yang sama dengan SKPD. |
(1) | Pemeriksaan dilakukan Badan Pajak dan Retribusi Daerah, dengan tujuan menguji kepatuhan pemenuhan kewajiban pajak dan karena tujuan lain, yaitu dalam hal :
|
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan secara rutin terhadap Wajib Pajak. |
(3) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dilakukan dalam rangka permohonan pengembalian kelebihan pembayaran Pajak Air Tanah. |
(4) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan penghapusan NPWPD dan/atau NOPD atau penghapusan NPWPD dan/atau NOPD secara jabatan. |
(5) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dilakukan terhadap pengambilan dan/atau pemanfaatan air tanah yang dilakukan pada masa pajak sebelum penetapan NPWPD dan/atau NOPD. |
(6) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e dilakukan terhadap Wajib Pajak yang mengajukan permohonan keberatan. |
(7) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f dilakukan dalam rangka pencocokan data yang diperoleh Badan Pajak dan Retribusi Daerah dengan kondisi Wajib Pajak sesungguhnya. |
(1) | Pemeriksaan karena permohonan penghapusan NPWPD dan/atau NOPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (4) dilakukan atas sisa bagian masa pajak terakhir. |
(2) | Apabila dalam pemeriksaan pada ayat (1) ditemukan data lain, petugas dapat melakukan pemeriksaan atas masa pajak sebelumnya. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis atas :
|
(2) | Permohonan atas pengurangan dan/atau atau pembatalan SKPD, SKPDKB, SKPDKBT, STPD, SKPDN atau SKPDLB Pajak Air Tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Permohonan pengurangan atau pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 33 ayat (1) huruf a diajukan dalam hal SKPD, SKPDKB, SPDKBT, STPD, SKPDN atau SKPDLB Pajak Air Tanah yang tidak benar. |
(2) | Gubernur dapat memberikan pengurangan atau pembatalan SKPD, SKPDKB, SPDKBT, STPD, SKPDN atau SKPDLB Pajak Air Tanah terutang berdasarkan pertimbangan kemampuan membayar atau kondisi tertentu objek pajak. |
(3) | Pertimbangan kemampuan membayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada kondisi kesulitan likuiditas Wajib Pajak. |
(4) | Pertimbangan kondisi tertentu objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa keadaan force majeure yaitu bencana alam dan/atau hilang dan/atau terbakar. |
(5) | Pemberian pengurangan Pajak Air Tanah dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Terhadap kelebihan volume pemakaian per bulan dari luah/debit yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dikenakan denda dan ditagih melalui Surat Tagihan Denda Lebih Debit Air Tanah. | |
(2) | Penghitungan Denda Lebih Debit Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan 50% (lima puluh persen) kali tarif pajak kali NPA kali volume pemakaian dikurangi luas volume yang diizinkan.
| |
(3) | Ketentuan teknis mengenai tata cara pengenaan Denda Lebih Debit Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Kepala Dinas Sumber Daya Air. | |
(4) | Pembayaran Denda Lebih Debit Air Tanah merupakan penerimaan daerah bukan pajak. | |
(5) | Format Surat Tagihan Denda Lebih Debit Air Tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Format II Lampiran Peraturan Gubernur ini. |
(1) | Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 berupa denda. |
(2) | Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan untuk setiap objek pajak, dengan ketentuan sebagai berikut :
|
(3) | Sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditagih melalui STPD setelah sebelumnya dilakukan pemeriksaan. |
(1) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan secara tertulis atas :
|
(2) | Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengurangan/penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada Gubernur atau pejabat yang ditunjuk. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengurangan dan penghapusan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Gubernur. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Maret 2017 Plt. GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd SUMARSONO |