Bentuk Isi, Tata Cara Pengisian dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26 Serta Bentuk Bukti Pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 dan/atau Pasal 26
Menimbang :
Mengingat :
Menetapkan :
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini, yang dimaksud dengan :
(1) | Setiap Pemotong Pajak wajib mengisi SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dengan benar, lengkap, dan jelas, dalam bahasa Indonesia dengan menggunakan huruf Latin, angka Arab, satuan mata uang Rupiah, dan menandatangani serta menyampaikannya ke kantor Direktorat Jenderal Pajak tempat Wajib Pajak terdaftar atau tempat lain yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Ketentuan mengenai kewajiban untuk menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dalam hal jumlah PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang dipotong pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil, kecuali nihil tersebut dikarenakan adanya Surat Keterangan Bebas, Surat Keterangan Domisili dan/atau seluruh PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang terutang ditanggung oleh Pemerintah (DTP). |
(1) | SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari:
|
(2) | Bukti Pemotongan sebagaimana diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal ini terdiri dari:
|
(3) | SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan Bukti Pemotongan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) berbentuk:
|
(1) | Pemotong Pajak harus membuat dan memberikan Bukti Pemotongan kepada penerima penghasilan yang dipotong pajak. |
(2) | Satu Bukti Pemotongan hanya dapat digunakan untuk:
|
(3) | Bukti Pemotongan tetap dibuat dalam hal:
|
(4) | Pemotong Pajak dapat membuat 1 (satu) Bukti Pemotongan untuk menggabungkan dua atau lebih transaksi sepanjang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(1) | SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk formulir kertas (hard copy) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf a dapat digunakan oleh Pemotong Pajak yang:
|
(2) | SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Pemotong Pajak dengan cara:
|
(3) | SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan dokumen dan/atau keterangan sebagai berikut:
|
(1) | SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dalam bentuk dokumen elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) huruf b harus digunakan oleh Pemotong Pajak yang:
|
(2) | SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disampaikan oleh Pemotong Pajak dengan menggunakan Aplikasi e-Bupot 23/26 yang tersedia di laman milik Direktorat Jenderal Pajak atau saluran tertentu yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilampiri dengan hasil pemindaian (sccm) Surat Keterangan Domisili dalam bentuk Portable Document Format (PDF), dalam hal PPh Pasal 26 menggunakan tarif sesuai Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang diunggah (upload) dalam Aplikasi e-Bupot 23/26. |
(1) | Untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 dengan menggunakan Aplikasi e-Bupot 23/26 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Pemotong Pajak terlebih dahulu harus memiliki Sertifikat Elektronik. |
(2) | Tata cara memperoleh Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dalam Peraturan Direktur Jenderal Pajak yang mengatur mengenai pengamanan transaksi elektronik Layanan Pajak Online. |
(3) | Pemotong Pajak yang telah memiliki Sertifikat Elektronik dari Direktorat Jenderal Pajak tidak perlu melakukan permohonan untuk memperoleh Sertifikat Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(1) | Pemotong Pajak dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang telah disampaikan. |
(2) | Pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 disebabkan adanya:
|
(3) | Dalam hal pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 disebabkan adanya:
|
(4) | Pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang mengakibatkan adanya:
|
(5) | Pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan tindakan pemeriksaan. |
(1) | Pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 harus disampaikan dalam bentuk formulir kertas (hard copy) dalam hal SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang dibetulkan telah disampaikan oleh Pemotong Pajak dalam bentuk formulir kertas (hard copy). |
(2) | Pembetulan SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 harus disampaikan dalam bentuk dokumen elektronik dalam hal SPT Masa PPh Pasal 23 dan/atau Pasal 26 yang dibetulkan telah disampaikan oleh Pemotong Pajak dalam bentuk dokumen elektronik. |
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku:
a. | bagi Pemotong Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12:
|
b. | bagi Pemotong Pajak yang belum ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12, Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-53/PJ/2009 tentang Bentuk Formulir Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Final Pasal 4 Ayat (2), Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Pasal 15, Pasal 22, Pasal 23 dan/atau Pasal 26 serta Bukti Pemotongan/Pemungutannya tetap berlaku. |