Pembebasan Bea Masuk Atas Impor Bibit Dan Benih Untuk Pembangunan Dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, Atau Perikanan
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 41 TAHUN 2024
TENTANG
PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang :
a. | bahwa ketentuan mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan telah diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, atau Perikanan; |
b. | bahwa untuk mendorong pengembangan industri pertanian, peternakan, dan perikanan, serta untuk lebih meningkatkan pengawasan dan pelayanan dalam pemberian pembebasan bea masuk atas impor bibit dan benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan melalui penyederhanaan prosedur kepabeanan, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, atau Perikanan perlu diganti; |
c. | bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a dan huruf b, serta untuk melaksanakan ketentuan Pasal 26 ayat (3) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, atau Perikanan; |
Mengingat :
1. | Pasal 17 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; |
2. | Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3612) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2006 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1995 tentang Kepabeanan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 93, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4661); |
3. | Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4916); |
4. | Peraturan Presiden Nomor 57 Tahun 2020 tentang Kementerian Keuangan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2020 Nomor 98); |
5. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2021 Nomor 1031) sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 135 Tahun 2023 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118/PMK.01/2021 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Keuangan (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2023 Nomor 977); |
MEMUTUSKAN :
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PEMBEBASAN BEA MASUK ATAS IMPOR BIBIT DAN BENIH UNTUK PEMBANGUNAN DAN PENGEMBANGAN INDUSTRI PERTANIAN, PETERNAKAN, ATAU PERIKANAN.
BAB I
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Bibit dan Benih adalah segala jenis tumbuh-tumbuhan atau hewan termasuk bahan reproduksi hewan, bahan tanaman yang berupa bahan generatif atau bahan vegetatif, yang diimpor dengan tujuan untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan. |
2. | Pelaku Usaha adalah industri yang melakukan pengembangbiakan hewan dan/atau tumbuhan dalam rangka pembangunan dan pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan. |
3. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan negara. |
4. | Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai adalah sistem integrasi seluruh layanan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai kepada semua pengguna jasa yang bersifat publik dan berbasis web. |
5. | Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disingkat SINSW adalah sistem elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis. |
6. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. |
BAB II
PEMBEBASAN BEA MASUK
Pasal 2
(1) | Pembebasan bea masuk dapat diberikan terhadap:
| ||||||||||||
(2) | Pembebasan bea masuk juga dapat diberikan atas pengeluaran Bibit dan Benih asal luar daerah pabean dari:
| ||||||||||||
(3) | Dalam hal terhadap impor Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pengeluaran Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diberikan fasilitas di bidang perpajakan, pemberian fasilitas di bidang perpajakan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 3
Pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk kepentingan penelitian dapat diberikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk dan cukai atas impor barang untuk keperluan penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan.
BAB III
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN
Pasal 4
(1) | Untuk memperoleh pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Pelaku Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean. | ||||||||||
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), minimal memuat informasi mengenai:
| ||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) minimal dilampiri dengan dokumen pendukung berupa:
| ||||||||||
(4) | Rekomendasi untuk dapat diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, minimal memuat:
| ||||||||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3), disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW. | ||||||||||
(6) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan secara manual disertai dengan:
|
Pasal 5
(1) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian pemenuhan persyaratan untuk mendapatkan pembebasan bea masuk terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1). | ||||
(2) | Penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap. | ||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan permohonan telah lengkap dan benar, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pembebasan bea masuk atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan. | ||||
(4) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) hanya dapat digunakan untuk 1 (satu) kali pengimporan Bibit dan Benih. | ||||
(5) | Jangka waktu pengimporan atas impor atau pengeluaran Bibit dan Benih yang diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (4), paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal ditetapkannya Keputusan Menteri. | ||||
(6) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan permohonan tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||
(7) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6), diterbitkan dalam jangka waktu paling lama:
| ||||
(8) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(9) | Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB IV
PEMBERITAHUAN PABEAN
DAN LARANGAN ATAU PEMBATASAN
Pasal 6
(1) | Impor Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), dilaksanakan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai impor barang untuk dipakai dan pusat logistik berikat. |
(2) | Pengeluaran Bibit dan Benih asal luar daerah pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dilaksanakan dengan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengeluaran barang dari tempat penimbunan berikat, kawasan ekonomi khusus, atau kawasan bebas. |
(3) | Pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan dengan mencantumkan nomor dan tanggal Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (3) serta kode fasilitas pembebasan bea masuk yang diberikan. |
(4) | Terhadap barang impor yang mendapatkan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 wajib memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai larangan dan/atau pembatasan barang untuk diimpor atau diekspor. |
BAB V
PEMANFAATAN DAN PELAPORAN BIBIT DAN BENIH
Bagian Kesatu
Pemanfaatan Bibit dan Benih
Pasal 7
(1) | Pelaku Usaha wajib memanfaatkan Bibit dan Benih yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk. |
(2) | Dalam hal Bibit dan Benih tidak dimanfaatkan sesuai dengan tujuan pemberian pembebasan bea masuk, Pelaku Usaha wajib membayar bea masuk yang terutang dan dikenakan sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administrasi di bidang kepabeanan. |
Bagian Kedua
Pelaporan Pemanfaatan Bibit dan Benih
Pasal 8
(1) | Pelaku Usaha wajib menyampaikan laporan pemanfaatan Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) kepada Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean. |
(2) | Laporan pemanfaatan Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW. |
(3) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, laporan pemanfaatan Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara manual dengan menyampaikan laporan dalam bentuk salinan cetak (hard copy) atau salinan digital (soft copy). |
(4) | Laporan pemanfaatan Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan setiap 6 (enam) bulan terhitung sejak tanggal pemberitahuan pabean sampai dengan terealisasinya tujuan untuk dikembangbiakkan lebih lanjut dalam rangka pengembangan bidang pertanian, perkebunan, kehutanan, peternakan, atau perikanan. |
(5) | Dalam hal Pelaku Usaha tidak menyampaikan laporan pemanfaatan Bibit dan Benih dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pelaku Usaha dikenakan penundaan pelayanan pemberian pembebasan bea masuk berikutnya sampai dengan diserahkannya laporan pemanfaatan Bibit dan Benih tersebut. |
(6) | Laporan pemanfaatan Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB VI
PENYELESAIAN KEWAJIBAN PABEAN BIBIT DAN BENIH
Pasal 9
Bibit dan Benih yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, dapat diselesaikan kewajiban pabeannya dengan cara:
a. ekspor kembali; atau
b. pemusnahan.
Bagian Kesatu
Ekspor Kembali
Pasal 10
(1) | Ekspor kembali Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf a dapat dilakukan, dalam hal Bibit dan Benih:
| ||||||||||||
(2) | Ekspor kembali Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ekspor kembali barang impor. |
Bagian Kedua
Pemusnahan
Pasal 11
(1) | Pemusnahan Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dapat dilakukan, dalam hal Bibit dan Benih:
| ||||||||
(2) | Pemusnahan Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapatkan izin dari Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas nama Menteri. | ||||||||
(3) | Untuk mendapatkan izin pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pelaku Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean. | ||||||||
(4) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) minimal memuat informasi mengenai:
| ||||||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW. | ||||||||
(6) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dilakukan secara manual disertai dengan:
|
Pasal 12
(1) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (3). | ||||
(2) | Penelitian terhadap pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap. | ||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menunjukkan permohonan telah lengkap dan benar, Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan Keputusan Menteri mengenai pemberian izin pemusnahan. | ||||
(4) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berlaku selama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal ditetapkan. | ||||
(5) | Dalam hal hasil penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 11 ayat (4), Kepala Kantor Pabean atas nama Menteri menerbitkan surat pemberitahuan penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||
(6) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diterbitkan dalam jangka waktu paling lama:
| ||||
(7) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(8) | Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 13
(1) | Pelaku Usaha mengajukan pemberitahuan kesiapan pemeriksaan fisik kepada Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean setelah mendapatkan izin pemusnahan Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3). | ||||||
(2) | Pejabat bea dan cukai yang ditunjuk melakukan pemeriksaan fisik terhadap barang yang akan dimusnahkan setelah menerima pemberitahuan kesiapan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1). | ||||||
(3) | Hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dituangkan dalam laporan hasil pemeriksaan fisik. | ||||||
(4) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan sesuai, pemusnahan Bibit dan Benih dilakukan oleh pihak yang ditunjuk Pelaku Usaha dengan disaksikan oleh:
| ||||||
(5) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilakukan dengan cara merusak Bibit dan Benih sehingga menjadi tidak dapat dimanfaatkan kembali. | ||||||
(6) | Segala biaya yang timbul atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) ditanggung oleh pihak Pelaku Usaha. | ||||||
(7) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dinyatakan tidak sesuai, atas Bibit dan Benih yang dinyatakan tidak sesuai tersebut tidak dapat dilakukan pemusnahan. | ||||||
(8) | Laporan hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||||
(9) | Berita acara pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Pasal 14
(1) | Terhadap impor Bibit dan Benih yang dilakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 huruf b dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang. | ||||
(2) | Dalam hal pemusnahan dilakukan tanpa disertai dengan izin Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (2), ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku dan Pelaku Usaha wajib membayar:
| ||||
(3) | Perlakuan perpajakan terhadap Bibit dan Benih yang telah dilakukan pemusnahan:
|
BAB VII
KEADAAN KAHAR (FORCE MAJEURE)
Pasal 15
(1) | Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Pelaku Usaha dapat dibebaskan dari kewajiban membayar bea masuk yang terutang atas impor Bibit dan Benih yang telah diberikan pembebasan bea masuk sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2. | ||||
(2) | Keadaan kahar (force majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan surat keterangan dari instansi yang berwenang. | ||||
(3) | Pembebasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean atas nama Menteri. | ||||
(4) | Untuk mendapatkan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pelaku Usaha mengajukan permohonan kepada Menteri melalui Kepala Kantor Pabean tempat penyelesaian kewajiban pabean dengan melampirkan dokumen minimal berupa:
| ||||
(5) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) disampaikan secara elektronik ke Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui SINSW. | ||||
(6) | Dalam hal Portal Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau SINSW belum dapat diterapkan atau mengalami gangguan operasional, permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan secara manual disertai dengan:
| ||||
(7) | Kepala Kantor Pabean melakukan penelitian atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dalam jangka waktu paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung setelah permohonan diterima secara lengkap. | ||||
(8) | Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pemeriksaan fisik, meminta untuk dilakukan audit kepabeanan, dan/atau meminta pertimbangan pihak ketiga yang berkompeten untuk membuktikan Bibit dan Benih telah musnah atau hilang, berdasarkan manajemen risiko. | ||||
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4):
| ||||
(10) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) diterbitkan dalam jangka waktu paling lama:
| ||||
(11) | Keputusan Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(12) | Surat pemberitahuan penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf b diterbitkan dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. | ||||
(13) | Perlakuan perpajakan terhadap Bibit dan Benih sebagaimana dimaksud pada ayat (9) huruf a dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
BAB VIII
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 16
(1) | Direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang fasilitas kepabeanan, Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai, atau Kepala Kantor Pabean, melakukan monitoring dan evaluasi terhadap:
| ||||||
(2) | Dalam hal berdasarkan monitoring dan evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan adanya indikasi penyalahgunaan atas pemberian pembebasan bea masuk:
|
BAB IX
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 17
Direktur Jenderal Bea dan Cukai dapat menetapkan petunjuk pelaksanaan dalam pemberian pelayanan pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih untuk pembangunan dan pengembangan industri pertanian, peternakan, atau perikanan termasuk juga di bidang perkebunan dan kehutanan dan penyelesaian kewajiban pabean atas impor Bibit dan Benih.
BAB X
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 18
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | permohonan pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih yang telah diajukan sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini dan belum mendapat keputusan, pemrosesan terhadap permohonan tersebut diselesaikan berdasarkan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini; dan |
b. | pengimporan Bibit dan Benih berdasarkan Keputusan Menteri mengenai pemberian pembebasan bea masuk atas impor Bibit dan Benih yang telah diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, atau Perikanan, dapat dilakukan dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) tahun terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini. |
BAB XI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 19
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 105/PMK.04/2007 tentang Pembebasan Bea Masuk atas Impor Bibit dan Benih untuk Pembangunan dan Pengembangan Industri Pertanian, Peternakan, atau Perikanan, dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Pasal 20
Peraturan Menteri ini mulai berlaku setelah 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 21 Juni 2024 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd SRI MULYANI INDRAWATI | |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 4 Juli DIREKTUR JENDERAL PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd ASEP N. MULYANA |
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2024 NOMOR 366