Pajak Penghasilan Atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan
(1) | Atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan baik sebagian maupun seluruh Bangunan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final. |
(2) | Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan pemegang hak atas tanah dari Investor terkait dengan pelaksanaan perjanjian Bangun Guna Serah, meliputi:
|
(3) | Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak termasuk penghasilan yang diterima atau diperoleh dari jasa pelayanan penginapan beserta akomodasinya. |
(1) | Atas penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang diterima atau diperoleh dari Penyewa yang bertindak atau ditunjuk sebagai Pemotong Pajak Penghasilan, wajib dipotong Pajak Penghasilan oleh Penyewa. |
(2) | Pemotong pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi badan pemerintah, subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha tetap, kerja sama operasi, perwakilan perusahaan luar negeri lainnya, dan orang pribadi sebagai wajib pajak dalam negeri yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal Pajak, Kementerian Keuangan. |
(3) | Dalam hal Penyewa bukan sebagai pemotong pajak, Pajak Penghasilan yang terutang wajib dibayar sendiri oleh orang pribadi atau badan yang menerima atau memperoleh penghasilan. |
(4) | Wajib Pajak yang melakukan pemotongan dan membayar sendiri Pajak Penghasilan yang terutang wajib menyetorkan dan melaporkan Pajak Penghasilan tersebut. |
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pemotongan, penyetoran, pelaporan, dan penunjukan Wajib Pajak orang pribadi sebagai Pemotong Pajak Penghasilan, diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Besarnya Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan. |
(2) | Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan semua jumlah yang dibayarkan atau yang diakui sebagai utang oleh Penyewa dengan nama dan dalam bentuk apapun yang berkaitan dengan tanah dan/atau Bangunan yang disewa termasuk biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya layanan, dan biaya fasilitas lainnya, baik yang perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan. |
(3) | Jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dalam bentuk Bangunan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b dan huruf c merupakan nilai Bangunan yang diterima oleh pemegang hak atas tanah dari Investor. |
(4) | Nilai Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditentukan berdasarkan nilai yang tertinggi antara nilai pasar dan nilai jual objek pajak Bangunan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 6 September 2017 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. JOKO WIDODO |
I. | UMUM Berdasarkan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, diatur bahwa penghasilan atas persewaan tanah dan/atau Bangunan dapat dikenai pajak bersifat final yang diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah. Dalam rangka melaksanakan ketentuan Pasal 4 ayat (2) huruf d Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan, telah diterbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. Untuk lebih memberikan kejelasan mengenai pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan dan memberikan kepastian hukum mengenai cakupan Bangunan, serta pembayaran Pajak Penghasilan atas penghasilan yang diterima atau diperoleh pemegang hak atas tanah dari Investor terkait perjanjian Bangun Guna Serah maka dipandang perlu untuk mengatur kembali ketentuan mengenai Pajak Penghasilan atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996 tentang Pembayaran Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Persewaan Tanah dan/atau Bangunan. |
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "sebagian dari Bangunan” adalah areal baik di dalam Bangunan maupun di luar Bangunan yang merupakan bagian dari Bangunan tersebut, seperti teras Bangunan, kamar di dalam sebuah rumah, paviliun, kolam renang, dan sebagainya. Ayat (2) Contoh: PT A sebagai pemilik tanah melakukan perjanjian Bangun Guna Serah dengan PT B untuk membangun gedung perkantoran. Setelah proses pembangunan selesai, PT B mempunyai hak untuk menggunakan Bangunan tersebut selama 20 (dua puluh) tahun. Setiap bulan sepanjang 20 (dua puluh) tahun tersebut PT B akan membayarkan Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah) kepada PT A dan di akhir masa Bangun Guna Serah PT B menyerahkan Bangunan perkantoran tersebut kepada PT A. PT B di tahun kedua dikenai denda Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) yang harus dibayarkannya kepada PT A dikarenakan tidak melaksanakan salah satu butir dalam kontrak yang telah disepakati. Penghasilan PT A yang harus dipotong Pajak Penghasilan atas sewa tanah dan/atau Bangunan oleh PT B adalah penghasilan yang diterima rutin setiap bulan sebesar Rpl00.000.000,00 (seratus juta rupiah), penghasilan berupa jumlah bruto nilai Bangunan yang diterima pada saat Bangun Guna Serah berakhir, dan denda pelanggaran kontrak sebesar Rp50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah). Ayat (3) Yang dimaksud dengan "jasa pelayanan penginapan" antara lain kamar, asrama untuk mahasiswa/pelajar, asrama atau pondok pekerja, dan rumah kos. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "biaya layanan" adalah biaya yang biasa disebut dengan service charge. Yang dimaksud dengan "perjanjiannya dibuat secara terpisah maupun yang disatukan" adalah perjanjian atas pembayaran biaya perawatan, biaya pemeliharaan, biaya keamanan, biaya fasilitas lainnya, dan biaya layanan yang perjanjiannya dibuat secara terpisah atau disatukan dengan perjanjian persewaan tanah dan/atau Bangunan. Contoh: PT X merupakan pemilik gedung perkantoran Menara. Menara merupakan perkantoran yang disewakan untuk umum. Untuk mengelola Menara, PT X mengadakan perjanjian kerja sama dengan PT Y. PT Y berkewajiban untuk mengelola keamanan, kebersihan, dan melakukan perawatan di Menara. PT Y menerima fee atas pengelolaan Menara sebesar Rp800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) per tahun dari PT X. Salah satu Penyewa di Menara adalah PT Z. PT Z membayar biaya sewa sebesar Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan Service charge (penyediaan jasa keamanan, kebersihan dan perawatan) untuk 1 (satu) tahun sebesar Rp15.000.000,00 (lima belas juta rupiah). PT Y membantu penagihan biaya sewa dan Service charge kepada para Penyewa. Atas penghasilan yang diterima oleh PT X dari persewaan tanah dan/atau Bangunan wajib dibayar Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan. PT Z sebagai Penyewa wajib memotong Pajak Penghasilan yang bersifat final atas penghasilan dari persewaan tanah dan/atau Bangunan yang diterima oleh PT X. Meskipun pembayaran sewa dan service charge diserahkan kepada PT Y, namun karena PT Z menyewa ruangan di Menara milik PT X dan penyediaan jasa keamanan, kebersihan, dan perawatan tersebut pada prinsipnya merupakan kewajiban PT X sebagai pemilik Menara untuk menyediakannya kepada para Penyewa termasuk PT Z, maka pembayaran sewa dan service charge tersebut merupakan pembayaran terkait dengan sewa tanah dan/atau Bangunan yang merupakan penghasilan bagi PT X sehingga wajib dipotong Pajak Penghasilan bersifat final oleh PT Z. Pajak Penghasilan yang wajib dipotong oleh PT Z adalah: = 10% x jumlah bruto nilai persewaan = 10% x (Rp200.000.000,00 + Rpl5.000.000,00) = Rp21.500.000,00 Kegiatan pengelolaan Menara yang dilakukan oleh PT Y kepada PT X termasuk dalam pengertian jasa manajemen, sehingga atas imbalan yang diberikan PT X kepada PT Y merupakan penghasilan bagi PT Y yang dikenai Pajak Penghasilan sesuai dengan ketentuan yang berlaku atas jasa manajemen. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Yang dimaksud dengan "nilai pasar" adalah estimasi sejumlah uang yang dapat diperoleh dari hasil penukaran suatu aset atau kewajiban pada tanggal penilaian, antara pembeli yang berminat membeli dengan penjual yang berminat menjual, dalam suatu transaksi bebas ikatan (tidak memiliki hubungan istimewa), yang pemasarannya dilakukan secara layak, dimana kedua pihak masing-masing bertindak atas dasar pemahaman yang dimilikinya, kehati-hatian, dan tanpa paksaan. Yang dimaksud dengan "nilai jual objek pajak Bangunan" adalah nilai jual objek pajak yang menjadi dasar pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang- undangan. Pasal 5 Angka 1 Huruf a Contoh: PT L sebagai pemilik tangki dan PT M menandatangani perjanjian sewa untuk jangka waktu 5 (lima) tahun pada tanggal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pelaksanaan sewa dimulai dua tahun sebelum Peraturan Pemerintah ini telah berlaku. Mengingat dimulainya pelaksanaan sewa dilakukan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku, atas penghasilan sewa untuk tiga tahun setelah berlakunya Peraturan Pemerintah ini dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Namun, apabila PT L dan PT M melakukan perubahan perjanjian sewa pada saat Peraturan Pemerintah ini berlaku maka atas penghasilan sewa yang diubah tersebut dikenai pajak penghasilan berdasarkan Peraturan Pemerintah ini. Huruf b Contoh: PT Q sebagai pemilik menara telekomunikasi dan PT W menandatangani perjanjian sewa untuk jangka waktu 5 (lima) tahun pada tanggal sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini sebesar Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Dalam perjanjian diatur bahwa pelaksanaan sewa akan dimulai pada tanggal Peraturan Pemerintah ini telah berlaku. Pembayaran sewa dilakukan dua kali. Pembayaran pertama sebesar Rp. 150.000.000,00 (seratus lima puluh juta rupiah) dilakukan sebelum Peraturan Pemerintah ini berlaku yang merupakan pembayaran untuk satu tahun pertama dan bagian tahun kedua. Pembayaran tersebut merupakan penghasilan untuk tahun pajak pertama dan bagian tahun pajak kedua yang dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan Pasal 17 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan. Atas pembayaran kedua sebesar Rp.350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) yang dilakukan setelah Peraturan Pemerintah ini berlaku, dikenai Pajak Penghasilan sesuai Peraturan Pemerintah ini. Huruf c Cukup jelas. Angka 2 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Cukup jelas. |