Tata Cara Pengenaan Pajak Penghasilan Atas Penghasilan Dari Usaha Yang Diterima Atau Diperoleh Wajib Pajak Yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu Dan Kewajiban Pelaporan Usaha Untuk Dikukuhkan Sebagai Pengusaha Kena Pajak
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 164 TAHUN 2023
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI
USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI
PEREDARAN BRUTO TERTENTU DAN KEWAJIBAN PELAPORAN USAHA
UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN PAJAK PENGHASILAN ATAS PENGHASILAN DARI USAHA YANG DITERIMA ATAU DIPEROLEH WAJIB PAJAK YANG MEMILIKI PEREDARAN BRUTO TERTENTU DAN KEWAJIBAN PELAPORAN USAHA UNTUK DIKUKUHKAN SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK.
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
Ruang lingkup pengaturan dalam Peraturan Menteri ini meliputi:
BAB II
OBJEK DAN SUBJEK PAJAK
Pasal 3
(1) | Atas penghasilan dari usaha yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu, dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dalam Jangka Waktu Tertentu. | ||||||||||||||||||||||
(2) | Tarif Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar 0,5% (nol koma lima persen). | ||||||||||||||||||||||
(3) | Tidak termasuk penghasilan dari usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||
(4) | Jasa sehubungan dengan pekerjaan bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a meliputi:
|
(1) | Wajib Pajak dalam negeri yang memiliki peredaran bruto tertentu yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) meliputi:
| ||||||||||||||
(2) | Tidak termasuk Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
|
BAB III
TATA CARA PEMBERITAHUAN WAJIB PAJAK
YANG MEMILIH DIKENAI PAJAK PENGHASILAN
BERDASARKAN KETENTUAN UMUM PAJAK PENGHASILAN
Pasal 5
(1) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) huruf a wajib menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Direktur Jenderal Pajak melalui kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar. | ||||||
(2) | Penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
| ||||||
(3) | Tata cara penyampaian pemberitahuan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. | ||||||
(4) | Penyampaian pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat pada akhir Tahun Pajak. | ||||||
(5) | Wajib Pajak yang menyampaikan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya. | ||||||
(6) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (5), bagi Wajib Pajak yang baru terdaftar dapat dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan mulai Tahun Pajak terdaftar dengan cara menyampaikan pemberitahuan pada saat mendaftarkan diri. | ||||||
(7) | Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dan ayat (6) tidak dapat dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) untuk Tahun Pajak berikutnya. | ||||||
(8) | Pemberitahuan Wajib Pajak yang memilih dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format dokumen yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB IV
TATA CARA PENGHITUNGAN PAJAK PENGHASILAN
Pasal 6
(1) | Dasar pengenaan pajak yang digunakan untuk menghitung Pajak Penghasilan yang bersifat final yaitu jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) setiap bulan. | ||||
(2) | Peredaran bruto untuk:
| ||||
(3) | Bagi Wajib Pajak orang pribadi yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a, atas bagian peredaran bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak tidak dikenai Pajak Penghasilan. | ||||
(4) | Bagian peredaran bruto yang tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan jumlah peredaran bruto atas penghasilan dari usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dihitung secara kumulatif sejak Masa Pajak pertama dalam suatu Tahun Pajak atau bagian Tahun Pajak untuk seluruh tempat kegiatan usaha. | ||||
(5) | Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi merupakan suami-istri yang:
| ||||
(6) | Pajak Penghasilan yang bersifat final terutang dihitung berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dikalikan dengan:
| ||||
(7) | Penghitungan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dilakukan sesuai dengan contoh penghitungan yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB V
TATA CARA PENYETORAN, PEMOTONGAN ATAU
PEMUNGUTAN, DAN PELAPORAN
Pasal 7
(1) | Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6) dilunasi dengan cara:
| ||||||
(2) | Penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dilakukan setiap bulan untuk masing-masing tempat kegiatan usaha paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||
(3) | Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang wajib melakukan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||
(4) | Dikecualikan dari kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3), apabila pada suatu bulan tidak terdapat kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang disebabkan karena:
| ||||||
(5) | Wajib Pajak yang telah melakukan penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan telah mendapat validasi dengan nomor transaksi penerimaan negara dianggap telah menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai dengan tanggal validasi nomor transaksi penerimaan negara yang tercantum pada Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. |
(1) | Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b dalam kedudukan sebagai pembeli atau pengguna jasa melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan tarif sebesar 0,5% (nol koma lima persen) terhadap Wajib Pajak yang memiliki Surat Keterangan, dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||
(2) | Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b tidak melakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan terhadap Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) atas transaksi:
| ||||||
(3) | Penerapan ketentuan tidak dilakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan atas transaksi impor dan pembelian barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan huruf b, dilakukan Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan dalam hal Wajib Pajak menyerahkan salinan Surat Keterangan. | ||||||
(4) | Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c harus menyampaikan surat pernyataan sebagai pengganti Surat Keterangan kepada Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan yang menyatakan bahwa peredaran bruto atas penghasilan dari usaha Wajib Pajak pada saat dilakukan pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan tidak melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). | ||||||
(5) | Atas transaksi pembelian barang dan penjualan barang atau penyerahan jasa yang dikecualikan dari pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dan huruf c, Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan tetap menerbitkan bukti pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan dengan nilai Pajak Penghasilan nihil. | ||||||
(6) | Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) huruf b menyetorkan Pajak Penghasilan yang telah dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak atas nama Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan paling lambat tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||
(7) | Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi atas pemotongan atau pemungutan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (5) ke Kantor Pelayanan Pajak tempat Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan terdaftar paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||
(8) | Dalam hal Wajib Pajak orang pribadi yang telah menyampaikan surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pada kenyataannya memiliki peredaran bruto atas penghasilan dari usaha melebihi Rp500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) dalam 1 (satu) Tahun Pajak, Wajib Pajak yang bersangkutan wajib menyetorkan sendiri Pajak Penghasilan yang bersifat final yang seharusnya dipotong atau dipungut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan bulan dilakukannya transaksi penjualan barang atau penyerahan jasa dengan Pemotong atau Pemungut Pajak Penghasilan. | ||||||
(9) | Surat pernyataan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dibuat sesuai dengan contoh format dokumen yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) wajib menyampaikan laporan mengenai peredaran bruto atas penghasilan dari usaha dan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. |
(2) | Dalam hal berdasarkan laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat kelebihan Pajak Penghasilan yang terjadi karena Wajib Pajak orang pribadi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a memperhitungkan bagian peredaran bruto atas penghasilan dari usaha tidak dikenai Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan pengembalian pajak yang seharusnya tidak terutang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Wajib Pajak yang memiliki peredaran bruto tertentu yang tidak menyampaikan laporan mengenai peredaran bruto atas penghasilan dari usaha dan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administratif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(4) | Laporan mengenai peredaran bruto atas penghasilan dari usaha dan Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagai lampiran Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format dokumen yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB VI
TATA CARA PENGAJUAN PERMOHONAN DAN PENERBITAN
SURAT KETERANGAN
Pasal 10
(1) | Direktur Jenderal Pajak berwenang menerbitkan:
| ||||
(2) | Direktur Jenderal Pajak melimpahkan kewenangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam bentuk delegasi kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar. |
(1) | Wajib Pajak Berstatus Pusat mengajukan permohonan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dan ayat (3) secara tertulis kepada kepala Kantor Pelayanan Pajak tempat Wajib Pajak Berstatus Pusat terdaftar. | ||||||
(2) | Pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan:
| ||||||
(3) | Tata cara pengajuan permohonan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri yang mengatur mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. | ||||||
(4) | Wajib Pajak dapat diberikan Surat Keterangan sepanjang telah memenuhi persyaratan sebagai berikut:
| ||||||
(5) | Kewajiban penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b dikecualikan untuk:
| ||||||
(6) | Surat permohonan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format dokumen yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal permohonan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), kepala Kantor Pelayanan Pajak menerbitkan Surat Keterangan secara otomatis segera setelah diterbitkan bukti penerimaan elektronik atau bukti penerimaan surat. | ||||||
(2) | Dalam hal permohonan Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), kepala Kantor Pelayanan Pajak tidak menindaklanjuti permohonan Wajib Pajak dan memberitahukan kepada Wajib Pajak bahwa:
| ||||||
(3) | Dalam hal permohonan Wajib Pajak tidak dapat ditindaklanjuti sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Wajib Pajak dapat mengajukan permohonan kembali. | ||||||
(4) | Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format dokumen yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Surat Keterangan berlaku sejak tanggal diterbitkan sampai dengan berakhirnya Jangka Waktu Tertentu, kecuali:
(1) | Kepala Kantor Pelayanan Pajak dapat menerbitkan surat pembatalan atau pencabutan atas Surat Keterangan yang telah diterbitkan. | ||||||||||
(2) | Pembatalan atas Surat Keterangan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa terdapat data yang menunjukkan Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan untuk dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) pada saat penerbitan Surat Keterangan. | ||||||||||
(3) | Data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berupa:
| ||||||||||
(4) | Pencabutan atas Surat Keterangan yang telah diterbitkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal di kemudian hari diketahui bahwa berdasarkan hasil penelitian atas:
| ||||||||||
(5) | Wajib Pajak yang telah diterbitkan surat pembatalan atau surat pencabutan atas Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan terhitung sejak saat tidak terpenuhinya kriteria sebagai Wajib Pajak yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1). | ||||||||||
(6) | Surat pembatalan dan surat pencabutan atas Surat Keterangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan contoh format dokumen yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Dokumen berupa:
a. | Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf a; dan |
b. | surat pembatalan atau surat pencabutan atas Surat Keterangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (1) huruf b, |
disampaikan kepada Wajib Pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan.
BAB VII
ANGSURAN PAJAK PENGHASILAN PASAL 25
Pasal 16
(1) | Bagi Wajib Pajak yang:
| ||||||
(2) | Besarnya Angsuran Pajak Penghasilan Pasal 25 untuk setiap Masa Pajak pada Tahun Pajak pertama Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), bagi:
|
BAB VIII
KEWAJIBAN PELAPORAN USAHA UNTUK DIKUKUHKAN
SEBAGAI PENGUSAHA KENA PAJAK
Pasal 17
(1) | Pengusaha wajib melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak apabila sampai dengan suatu bulan dalam tahun buku mempunyai jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto melebihi batasan Pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai batasan Pengusaha kecil pajak pertambahan nilai. |
(2) | Jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan bruto sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai batasan Pengusaha kecil pajak pertambahan nilai. |
(3) | Kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lambat akhir tahun buku saat jumlah peredaran bruto dan/atau penerimaan brutonya melebihi batasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyampaikan permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(5) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala Kantor Pelayanan Pajak atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan mengukuhkan Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
(6) | Permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan nomor pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. |
(7) | Dalam hal Pengusaha tidak melaksanakan kewajiban melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala Kantor Pelayanan Pajak atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan dapat mengukuhkan Pengusaha sebagai Pengusaha Kena Pajak secara jabatan. |
(1) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang mulai Masa Pajak pertama tahun buku berikutnya. |
(2) | Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Masa Pajak dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak. |
(3) | Pelaksanaan hak Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (5) dimulai pada Masa Pajak pertama tahun buku berikutnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Penentuan saat dimulainya kewajiban Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang dilakukan sesuai dengan contoh yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal:
| ||||
(2) | Pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas penyerahan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak yang seharusnya dipungut pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah mulai Masa Pajak pertama tahun buku berikutnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1) sampai dengan sebelum Pengusaha dimaksud dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dilakukan melalui penyampaian Surat Pemberitahuan Masa pajak pertambahan nilai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
(3) | Surat Pemberitahuan Masa pajak pertambahan nilai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib disampaikan dalam hal terdapat pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang seharusnya dipungut. | ||||
(4) | Dalam hal Pengusaha tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau surat tagihan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||
(5) | Penentuan saat dimulainya kewajiban Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang dilakukan sesuai dengan contoh yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal Pengusaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (1) menghendaki untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dan melakukan pemungutan, penyetoran, dan pelaporan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang sebelum Masa Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (1), Pengusaha dapat:
| ||||
(2) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, kepala Kantor Pelayanan Pajak atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan mengukuhkan Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagai Pengusaha Kena Pajak. | ||||
(3) | Permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan nomor pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. | ||||
(4) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang mulai Masa Pajak yang dikehendaki untuk mulai memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, yang tercantum dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b. | ||||
(5) | Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan Masa Pajak dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak. | ||||
(6) | Pelaksanaan hak Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4). | ||||
(7) | Penentuan saat dimulainya kewajiban Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4) untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang dilakukan sesuai dengan contoh yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pengusaha kecil sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai batasan Pengusaha kecil pajak pertambahan nilai selain yang diwajibkan untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak dapat memilih untuk melaporkan usahanya untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak. | ||||
(2) | Dalam hal Pengusaha kecil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memilih untuk dikukuhkan sebagai Pengusaha Kena Pajak, Pengusaha kecil harus:
| ||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, kepala Kantor Pelayanan Pajak atau kepala kantor pelayanan, penyuluhan, dan konsultasi perpajakan mengukuhkan Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sebagai Pengusaha Kena Pajak. | ||||
(4) | Permohonan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri mengenai tata cara pendaftaran Wajib Pajak dan penghapusan nomor pokok Wajib Pajak serta pengukuhan dan pencabutan pengukuhan Pengusaha Kena Pajak. | ||||
(5) | Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang mulai Masa Pajak yang dikehendaki untuk mulai memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah, yang tercantum dalam pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b. | ||||
(6) | Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan Masa Pajak dikukuhkannya sebagai Pengusaha Kena Pajak. | ||||
(7) | Pelaksanaan hak Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dimulai pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | ||||
(8) | Penentuan saat dimulainya kewajiban Pengusaha Kena Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak pertambahan nilai atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah yang terutang dilakukan sesuai dengan contoh yang tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
BAB IX
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 22
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | terhadap Wajib Pajak badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama yang terdaftar sebelum Tahun Pajak 2023 berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||
b. | Wajib Pajak badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama yang terdaftar sejak awal Tahun Pajak 2023 sampai dengan tanggal Peraturan Menteri ini diundangkan dapat memilih dikenai Pajak Penghasilan Berdasarkan Ketentuan Umum Pajak Penghasilan mulai Tahun Pajak 2023 dan Tahun Pajak berikutnya dengan cara menyampaikan pemberitahuan paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal Peraturan Menteri ini mulai berlaku; | ||||||||||||
c. | kewajiban penyetoran Pajak Penghasilan yang bersifat final yang terutang atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak badan usaha milik desa/badan usaha milik desa bersama untuk Masa Pajak pertama Wajib Pajak dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) sampai dengan Masa Pajak mulai berlakunya Peraturan Menteri ini, dilakukan paling lambat bersamaan dengan batas waktu penyetoran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2) untuk Masa Pajak setelah Masa Pajak Peraturan Menteri ini mulai berlaku; dan | ||||||||||||
d. | bagi Pengusaha yang:
|
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | Surat Keterangan yang diterbitkan berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu dan masih berlaku, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan berakhirnya Jangka Waktu Tertentu dalam Surat Keterangan dimaksud; dan |
b. | bagi Wajib Pajak perseroan perorangan yang didirikan oleh 1 (satu) orang yang memiliki Surat Keterangan yang masih berlaku berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu, dapat mengajukan permohonan kembali Surat Keterangan untuk menyesuaikan Jangka Waktu Tertentu dalam Surat Keterangan. |
BAB X
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku:
a. | ketentuan Pasal 4 dan Pasal 5 Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2010 Nomor 146) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 197/PMK.03/2013 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 68/PMK.03/2010 tentang Batasan Pengusaha Kecil Pajak Pertambahan Nilai (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2013 Nomor 1521); dan |
b. | Peraturan Menteri Keuangan Nomor 99/PMK.03/2018 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu (Berita Negara Republik Indonesia Tahun 2018 Nomor 1146), |
dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 29 Desember 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 1109