Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk Atas Barang Impor Berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif Antara Pemerintah Republik Indonesia Dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab (Comprehensive Economic Partnership Agreement Between The Government Of The Republic Of Indonesia And The Government Of The United Arab Emirates)
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR 88 TAHUN 2023
TENTANG
TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR
BERDASARKAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI KOMPREHENSIF
ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN
PEMERINTAH PERSATUAN EMIRAT ARAB (COMPREHENSIVE ECONOMIC
PARTNERSHIP AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC
OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE UNITED ARAB EMIRATES)
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG TATA CARA PENGENAAN TARIF BEA MASUK ATAS BARANG IMPOR BERDASARKAN PERSETUJUAN KEMITRAAN EKONOMI KOMPREHENSIF ANTARA PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA DAN PEMERINTAH PERSATUAN EMIRAT ARAB (COMPREHENSIVE ECONOMIC PARTNERSHIP AGREEMENT BETWEEN THE GOVERNMENT OF THE REPUBLIC OF INDONESIA AND THE GOVERNMENT OF THE UNITED ARAB EMIRATES).
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. |
2. | Kawasan yang Ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai. |
3. | Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. |
4. | Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. |
5. | Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. |
6. | Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB. |
7. | Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. |
8. | Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
|
9. | Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
|
10. | Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
|
11. | Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab. |
12. | PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ-01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas, dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP. |
13. | Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK. |
14. | Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO). |
15. | Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi, dan dokumen lain terkait yang dilakukan di Kantor Pusat, Kantor Wilayah, atau Kantor Pelayanan Utama oleh pejabat bea dan cukai. |
16. | Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha, termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
17. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. |
18. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. |
19. | Ketentuan Asal Barang (Rules of Origin) yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab untuk menentukan negara asal barang. |
20. | Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab. |
21. | Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab. |
22. | Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Negara Anggota atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab. |
23. | Aturan Khusus Produk (Product Specific Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah kriteria asal barang yang dipersyaratkan secara khusus untuk setiap barang yang proses produksinya menggunakan Bahan Non-Originating, sebagaimana diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab. |
24. | Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab yang selanjutnya disebut SKA Form IUAE adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi. |
25. | Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor dan diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form IUAE atas barang yang akan diekspor. |
26. | Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form IUAE yang berisi petunjuk mengenai pengisian SKA Form IUAE. |
27. | Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. |
29. | Third Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form IUAE. |
30. | Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat. |
31. | Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form IUAE. |
32. | Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di negara penerbit SKA Form IUAE untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang, dan/atau keabsahan SKA Form IUAE. |
33. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
34. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
35. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. |
BAB II
TARIF PREFERENSI DAN KETENTUAN ASAL BARANG
(RULES OF ORIGIN)
Bagian Kesatu
Tarif Preferensi
Pasal 2
(1) | Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN), sepanjang memenuhi Ketentuan Asal Barang. |
(2) | Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab. |
(3) | Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
|
(4) | Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(1) | Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari:
|
(2) | Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Bagian Kedua
Kriteria Asal Barang
(Origin Criteria)
Pasal 4
(1) | Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi:
|
(2) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
|
(3) | Dalam hal klasifikasi atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b yang diimpor termasuk dalam daftar PSR, barang impor tersebut harus memenuhi kriteria asal barang (origin criteria) yang ditetapkan berdasarkan daftar PSR, walaupun kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah dipenuhi. |
Bagian Ketiga
Kriteria Pengiriman
(Consignment Criteria)
Pasal 5
(1) | Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b, meliputi:
|
(2) | Barang impor dapat dikirim dari Negara Anggota yang menerbitkan SKA Form IUAE melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b untuk tujuan transit dan/atau transshipment atau tempat penyimpanan sementara dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal pengiriman barang impor dilakukan melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara Anggota sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK untuk menyerahkan dokumen berupa:
| ||||
(2) | Dalam hal Pejabat Bea dan Cukai melakukan permintaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK wajib menyerahkan dokumen yang diminta. |
Bagian Keempat
Ketentuan Prosedural
(Procedural Provisions)
Pasal 7
(1) | SKA Form IUAE, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | SKA Form IUAE dapat diterbitkan lebih dari 5 (lima) hari setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi, namun tidak melebihi jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi dengan memberikan tanda ( ? ) pada kolom angka 14 SKA Form IUAE kotak "ISSUED RETROACTIVELY". |
(3) | Dalam hal SKA Form IUAE hilang atau rusak, dapat digunakan SKA Form IUAE pengganti dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal terdapat kesalahan pada saat pengisian SKA Form IUAE, atas SKA Form IUAE dapat dilakukan koreksi dengan cara:
|
(5) | Dalam hal tanggal bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya berbeda dengan tanggal keberangkatan atau dimuatnya barang ke sarana pengangkut, maka:
|
(1) | Perusahaan lain yang berlokasi di negara ketiga (selain Negara Anggota) atau perusahaan lain yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA Form IUAE, dapat menerbitkan Third Party Invoice. |
(2) | SKA Form IUAE yang menggunakan Third Party Invoice, harus memenuhi ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
| ||||||||||
(2) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
| ||||||||||
(3) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
| ||||||||||
(4) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, wajib:
| ||||||||||
(5) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, wajib:
| ||||||||||
(6) | Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan berpedoman pada ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||||||
(7) | Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat diserahkan secara elektronik. | ||||||||||
(8) | Lembar asli SKA Form IUAE yang disampaikan oleh Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, meliputi:
| ||||||||||
(9) | SKA Form IUAE yang disampaikan oleh Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK harus masih berlaku pada saat:
|
BAB III
PENELITIAN DAN PENGENAAN TARIF PREFERENSI
Bagian Kesatu
Penelitian SKA Form IUAE
Pasal 10
(1) | Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form IUAE dalam rangka pengenaan Tarif Preferensi. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form IUAE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Penelitian terhadap SKA Form IUAE untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, meliputi:
|
(2) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi 1 (satu) atau lebih Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), SKA Form IUAE ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN). |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai dengan huruf g menunjukkan:
|
(4) | SKA Form IUAE diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, jika berdasarkan hasil penelitian terdapat:
|
(5) | Dalam hal SKA Form IUAE terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang. |
(1) | SKA Form IUAE tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies). |
(2) | Perbedaan yang bersifat minor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Dalam hal SKA Form IUAE ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan, maka:
menyampaikan pemberitahuan penolakan SKA Form IUAE kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK. | ||||||||||
(2) | Pemberitahuan penolakan SKA Form IUAE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), disampaikan secara tertulis, dengan memuat pernyataan bahwa Tarif Preferensi tidak dapat diberikan dengan disertai alasan penolakan. |
Bagian Kedua
Retroactive Check dan Verification Visit
Pasal 14
(1) | Terhadap SKA Form IUAE yang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), dilakukan Permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA. |
(2) | Permintaan Retroactive Check selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara acak (random). |
(3) | Atas barang impor yang dilakukan Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN). |
(4) | Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), dilampiri dengan copy atau pindaian SKA Form IUAE, dengan menyampaikan alasan, disertai dengan permintaan informasi sebagai berikut:
|
(5) | Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh:
|
(6) | SKA Form IUAE ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan apabila jawaban atas Permintaan Retroactive Check:
|
(1) | Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan Verification Visit, dalam hal jawaban atas Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14:
|
(2) | Dalam rangka pelaksanaan Verification Visit, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk, menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada:
|
(3) | Pemberitahuan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus mencantumkan informasi antara lain:
|
(4) | Verification Visit dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan tertulis dari eksportir dan/atau produsen yang akan dikunjungi. |
(5) | Dalam hal Instansi Penerbit SKA mengajukan penundaan pelaksanaan Verification Visit, Instansi Penerbit SKA harus memberitahukan penundaan tersebut kepada Pejabat Bea dan Cukai dalam jangka waktu paling lambat 15 (lima belas) hari terhitung sejak tanggal diterimanya permintaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(6) | Verification Visit harus dilaksanakan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari sejak tanggal diterimanya permintaan tertulis sebagaimana dimaksud pada ayat (2), atau dalam periode yang melebihi jangka waktu tersebut sepanjang disepakati oleh Negara Anggota. |
(7) | Keputusan diterima atau ditolaknya SKA Form IUAE harus disampaikan secara tertulis disertai dengan alasan keputusan tersebut kepada:
|
(8) | Dalam hal eksportir atau produsen memberikan tanggapan atau informasi tambahan atas keputusan yang disampaikan oleh Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian kembali dan menyampaikan penetapan final secara tertulis kepada Instansi Penerbit SKA paling lambat 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya tanggapan atau informasi tambahan dari eksportir atau produsen. |
(9) | Penyampaian tanggapan atau informasi tambahan oleh eksportir atau produsen sebagaimana dimaksud pada ayat (8), hanya dapat disampaikan kepada Pejabat Bea dan Cukai dalam jangka waktu 30 (tiga puluh) hari sejak diterimanya keputusan Verification Visit oleh eksportir atau produsen. |
(10) | SKA Form IUAE ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan apabila:
|
(11) | Keseluruhan proses pelaksanaan Verification Visit, termasuk pelaksanaan kunjungan, dan penetapan diterima atau ditolaknya SKA Form IUAE, harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak tanggal awal Verification Visit dilaksanakan. |
(12) | Pelaksanaan Verification Visit dapat melibatkan kementerian dan/atau lembaga terkait. |
(1) | Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Retroactive Check dan pelaksanaan Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi. |
(2) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang. |
(1) | Dalam hal jawaban atas Permintaan Retroactive Check, SKA Form IUAE diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(2) | Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Form IUAE sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Form IUAE terkait dengan penyelesaian hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
Dalam hal hasil koordinasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 ayat (2) menyatakan bahwa eksportir terlibat dalam pemalsuan SKA Form IUAE, terhadap importasi yang berasal dari eksportir yang bersangkutan tidak diberikan Tarif Preferensi selama 2 (dua) tahun terhitung sejak eksportir dinyatakan terlibat oleh Negara Anggota penerbit SKA Form IUAE.
BAB IV
MONITORING DAN EVALUASI
Pasal 19
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan SKA Form IUAE di wilayah kerja masing-masing secara periodik. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama kepabeanan internasional sebagai bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan SKA Form IUAE. |
BAB V
KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 20
Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi:
a. | atas impor barang untuk dipakai dari TPB dan PLB; |
b. | atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP; dan |
c. | atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP, |
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini.
Dalam hal SKA Form IUAE dibatalkan oleh Instansi Penerbit SKA, Tarif Preferensi tidak diberikan.
Direktur Jenderal atas nama Menteri dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure).
Petunjuk teknis mengenai tata cara pengenaan tarif bea masuk atas barang impor berdasarkan Persetujuan Kemitraan Ekonomi Komprehensif antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Persatuan Emirat Arab, dapat ditetapkan oleh Direktur Jenderal.
BAB VI
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 24
Ketentuan dalam Peraturan Menteri ini berlaku terhadap barang impor yang dokumen pemberitahuan pabeannya telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dari Kantor Pabean tempat dipenuhinya kewajiban pabean terhitung sejak tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini.
Peraturan Menteri ini mulai berlaku pada tanggal 1 September 2023.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2023
MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
SRI MULYANI INDRAWATI
Diundangkan di Jakarta
pada tanggal 31 Agustus 2023
DIREKTUR JENDERAL
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA
REPUBLIK INDONESIA,
ttd.
ASEP N. MULYANA
BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2023 NOMOR 689