Tata Laksana Pemasukan, Perpindahan, Dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Ekonomi Khusus
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI
NOMOR PER - 19/BC/2022
TENTANG
TATA LAKSANA PEMASUKAN, PERPINDAHAN, DAN PENGELUARAN
BARANG KE DAN DARI KAWASAN EKONOMI KHUSUS
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
MEMUTUSKAN:
Menetapkan :
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI TENTANG TATA LAKSANA PEMASUKAN, PERPINDAHAN, DAN PENGELUARAN BARANG KE DAN DARI KAWASAN EKONOMI KHUSUS.
Dalam Peraturan Direktur Jenderal ini yang dimaksud dengan:
1. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan Landas Kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. |
2. | Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. |
3. | Kawasan Pabean adalah kawasan dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara, atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
4. | Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. |
5. | Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut dengan Kawasan Bebas adalah kawasan sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2000 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2000 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas menjadi Undang-Undang sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja. |
6. | Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas, TPB dan KEK. |
7. | Pajak Dalam Rangka Impor yang selanjutnya disingkat PDRI adalah Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22. |
8. | Pemberitahuan Pabean Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat PPKEK adalah pemberitahuan pabean untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK. |
9. | Administrator KEK adalah unit kerja yang bertugas menyelenggarakan perizinan berusaha, perizinan lainnya, pelayanan, dan pengawasan di KEK. |
10. | Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum yang menyelenggarakan kegiatan usaha KEK. |
11. | Pelaku Usaha adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha di KEK. |
12. | Barang Modal adalah harta berwujud yang memiliki masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan, mencakup:
|
13. | Sistem Aplikasi KEK adalah sistem elektronik yang terdiri dari Sistem Indonesia National Single Window, Sistem Komputer Pelayanan Bea dan Cukai, dan aplikasi lain yang mengotomasikan proses bisnis kegiatan pemasukan, perpindahan, dan pengeluaran barang ke dan dari KEK. |
14. | Sistem Indonesia National Single Window yang selanjutnya disebut Sistem INSW adalah Sistem Elektronik yang mengintegrasikan sistem dan/atau informasi berkaitan dengan proses penanganan dokumen kepabeanan, dokumen kekarantinaan, dokumen perizinan, dokumen kepelabuhanan/kebandarudaraan, dan dokumen lain, yang terkait dengan ekspor dan/atau impor, yang menjamin keamanan data dan informasi serta memadukan alur dan proses informasi antar sistem internal secara otomatis. |
15. | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh kantor pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan.? |
16. | Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading (B/L)/airway bill (AWB), dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. |
17. | Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Wilayah merupakan instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
18. | Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai yang selanjutnya disebut Kantor Pelayanan Utama merupakan instansi vertikal yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung kepada Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
19. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan. |
20. | Kantor Pengawasan adalah Kantor Pabean yang melakukan pengawasan KEK. |
21. | Kantor Pembongkaran adalah Kantor Pabean yang mengawasi pelabuhan pembongkaran barang impor. |
22. | Unit Pengawasan adalah unit kerja dilingkungan DJBC yang melaksanakan tugas dan fungsi berkenaan dengan pengawasan, yang meliputi intelijen, penindakan, penyidikan, narkotika, dan patroli laut pada Kantor Pusat, Kantor Wilayah dan/atau Kantor Pabean DJBC. |
23. | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
24. | Kepala Bidang Kepabeanan dan Cukai yang selanjutnya disebut Kepala Bidang adalah Kepala Bidang yang mempunyai tugas melaksanakan bimbingan teknis, pengendalian dan evaluasi pelaksanaan peraturan perundang-undangan, pemberian perijinan, fasilitas, serta pelaksanaan penelitian atas keberatan terhadap penetapan di bidang kepabeanan dan cukai. |
25. | Pejabat adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu. |
26. | Jalur Merah adalah proses pelayanan dan pengawasan pemasukan dan/atau pengeluaran ke dan dari KEK dengan dilakukan pemeriksaan fisik. |
27. | Jalur Hijau adalah proses pelayanan dan pengawasan pemasukan dan/atau pengeluaran ke dan dari KEK tanpa dilakukan pemeriksaan fisik kecuali dalam hal diterbitkan surat perintah pemeriksaan fisik (SPPF). |
28. | Surat Penetapan Pejabat adalah:
|
BAB II
KAWASAN PABEAN
Bagian Kesatu
Penetapan Kawasan Pabean
Pasal 2
(1) | Lokasi yang ditetapkan sebagai KEK harus memiliki batas yang jelas sesuai tahapannya, yang dapat berupa batas alam atau batas buatan. |
(2) | Untuk kepentingan pengawasan, sebagian atau seluruh KEK dapat ditetapkan sebagai Kawasan Pabean. |
(3) | Lokasi yang ditetapkan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
(1) | Penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2), dilaksanakan oleh Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri. |
(2) | Penetapan sebagai Kawasan Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan usulan dari Administrator KEK setelah menerima permohonan dari Badan Usaha. |
(3) | Usulan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan rekomendasi dan disampaikan melalui:
|
(4) | Usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) minimal memuat data mengenai:
|
(1) | Kepala Kantor Pengawasan atau Kepala Bidang melakukan penelitian terhadap usulan penetapan sebagai Kawasan Pabean dari Administrator KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2). | ||||||||||
(2) | Penelitian Kepala Kantor Pengawasan atau Kepala Bidang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
| ||||||||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a terdapat ketidaksesuaian data dan/atau dokumen tidak lengkap, Kepala Kantor Pengawasan atau Kepala Kantor Pelayanan Utama memberitahukan secara tertulis kepada Administrator KEK untuk menyampaikan kepada Badan Usaha agar melakukan perbaikan data dan/atau melengkapi dokumen. | ||||||||||
(4) | Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan berdasarkan pertimbangan:
| ||||||||||
(5) | Pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
| ||||||||||
(6) | Hasil pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dituangkan ke dalam berita acara pemeriksaan lokasi sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(7) | Berdasarkan hasil penelitian usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pengawasan menerbitkan surat penerusan usulan. | ||||||||||
(8) | Surat penerusan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disampaikan kepada Kepala Kantor Wilayah disertai dengan catatan mengenai:
| ||||||||||
(9) | Penerusan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) berupa softcopy hasil scan dari:
| ||||||||||
(10) | Surat penerusan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(11) | Berdasarkan penerusan usulan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Wilayah atau Pejabat yang ditunjuk:
| ||||||||||
(12) | Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) dalam jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) hari kerja sejak usulan dari Administrator KEK diterima secara lengkap. | ||||||||||
(13) | Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama atas nama Menteri menerbitkan keputusan mengenai penetapan sebagai Kawasan Pabean sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||
(14) | Dalam hal usulan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Badan Usaha yang mengelola KEK ditetapkan sebagai pengelola Kawasan Pabean. |
(2) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK harus melalui pintu yang telah ditetapkan. |
(3) | Pintu pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat berada pada:
|
(4) | Penetapan pintu pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dengan mempertimbangkan:
|
(5) | Badan Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus menyediakan sarana dan prasarana untuk terselenggaranya kegiatan pelayanan dan pengawasan kepabeanan. |
(6) | Sarana dan prasarana sebagaimana dimaksud pada ayat (5) minimal:
|
(7) | Ruangan sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a minimal memenuhi kriteria sebagai berikut:
|
Bagian Kedua
Penerapan Sistem Pintu Otomatis (Autogate)
(1) | Badan Usaha dapat menerapkan sistem pintu otomatis (autogate) yang terintegrasi dengan Sistem Aplikasi KEK. |
(2) | Kepala Kantor Pengawasan dapat menetapkan penerapan sistem pintu otomatis (autogate) di KEK berdasarkan permohonan Badan Usaha yang telah memenuhi persyaratan teknis. |
(3) | Persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (2) meliputi:
|
(4) | Kepala Kantor Pengawasan melakukan penelitian terhadap pemenuhan persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Selain persyaratan teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (3), penetapan penerapan sistem pintu otomatis (autogate) di KEK dilakukan dengan mempertimbangkan letak pintu pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
(1) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK yang telah ditetapkan menggunakan sistem pintu otomatis (autogate) dilakukan setelah mendapatkan persetujuan dari Pejabat atau Sistem Aplikasi KEK. |
(2) | Persetujuan pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(3) | Persetujuan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(4) | Sistem pencatatan pemasukan dan pengeluaran pengangkut barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a melakukan penelitian kesesuaian elemen data pada persetujuan pemasukan atau pengeluaran barang yang disampaikan Sistem Aplikasi KEK dan elemen data yang disampaikan Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(5) | Elemen data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) minimal meliputi:
|
(6) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4) sesuai, sistem pencatatan pemasukan dan pengeluaran pengangkut barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a menerbitkan notifikasi atas pemasukan atau pengeluaran barang yang kemudian disampaikan ke Sistem Aplikasi KEK. |
(1) | Sistem pencatatan pemasukan dan pengeluaran pengangkut barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) huruf a menerima informasi atas:
|
(2) | Terhadap petikemas dan/atau kemasan barang yang dimasukkan ke KEK yang dilekati tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Terhadap petikemas dan/atau kemasan barang yang dikeluarkan dari KEK yang wajib pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
Bagian Ketiga
Perubahan Penetapan Kawasan Pabean
Pasal 9
(1) | Dalam hal terdapat perubahan data sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), Badan Usaha memberitahukan perubahan data tersebut kepada Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama melalui Administrator KEK. |
(2) | Dalam hal perubahan data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyangkut batas-batas dan pintu keluar atau pintu masuk Kawasan Pabean, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama yang mengawasi KEK melakukan pemeriksaan lokasi. |
(3) | Pemeriksaan lokasi oleh Kepala Kantor Wilayah sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilaksanakan oleh Kantor Pengawasan. |
(4) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan perubahan keputusan Menteri mengenai penetapan Kawasan Pabean yang bersangkutan. |
(1) | Pemasukan dan pengeluaran barang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas ke dan dari KEK dapat dilakukan melalui transmisi atau pipa. |
(2) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang melakukan kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus menyediakan alat ukur yang terpasang pada transmisi atau saluran pipa. |
(3) | Alat ukur yang terpasang pada transmisi atau saluran pipa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus ditera secara periodik oleh instansi pemerintah yang membidangi metrologi. |
(4) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus melakukan pencatatan dan pendokumentasian alat ukur yang terpasang pada transmisi atau saluran pipa sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
BAB III
PELAKU USAHA DI KEK
Pasal 11
(1) | Administrator KEK melakukan pengelompokan kategori Pelaku Usaha berdasarkan rencana kegiatan usaha yang diajukan oleh Pelaku Usaha, meliputi:
|
(2) | Terhadap Pelaku Usaha diberikan nomor identitas oleh Administrator KEK sesuai dengan jenis kegiatan usaha. |
(3) | Nomor identitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2) adalah tanda pengenal khusus bagi Badan Usaha dan Pelaku Usaha di KEK yang diterbitkan oleh Administrator KEK melalui Sistem Aplikasi KEK. |
(4) | Pelaku Usaha yang memiliki kegiatan usaha lebih dari satu kategori harus mendayagunakan sistem informasi persediaan berbasis komputer (IT Inventory) yang dapat menggambarkan setiap kegiatan usahanya. |
(5) | Dalam hal Pelaku Usaha memiliki kegiatan usaha lebih dari satu kategori dalam lokasi yang sama, lokasi penimbunan barang harus terpisah dan memiliki batas yang jelas sesuai dengan kategori usahanya. |
BAB IV
PEMBERITAHUAN PABEAN
Pasal 12
(1) | Pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK diberitahukan dengan menggunakan PPKEK atau dokumen kepabeanan lain yang ditetapkan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||
(2) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan:
| ||||
(3) | PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat berdasarkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan prinsip self assessment. |
(1) | PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) digunakan untuk:
| ||||
(2) | PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha ke Kantor Pengawasan menggunakan sistem pertukaran data elektronik melalui Sistem Aplikasi KEK. | ||||
(3) | Elemen data dan contoh format PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(4) | Tata cara penyampaian PPKEK pemasukan barang ke KEK menggunakan sistem pertukaran data elektronik melalui Sistem Aplikasi KEK sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||
(5) | Tata cara penyampaian PPKEK pengeluaran barang dari KEK menggunakan sistem pertukaran data elektronik melalui Sistem Aplikasi KEK sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Terhadap pemasukan barang ke Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang berasal dari:
|
(2) | Terhadap pemasukan barang ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus mencantumkan identitas Badan Usaha atau Pelaku Usaha penerima barang di KEK. |
(1) | PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) disampaikan untuk setiap transaksi pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari KEK. |
(2) | PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dapat disampaikan secara berkala atau periodik untuk:
|
(3) | Untuk dapat menyampaikan PPKEK secara berkala atau periodik, Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK harus mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pengawasan. |
(4) | Kepala Kantor Pengawasan memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Persetujuan atau penolakan Kepala Kantor Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dalam jangka waktu paling lama:
|
(1) | Setiap pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari KEK yang menggunakan PPKEK berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) dilakukan dengan Dokumen Pelengkap Pabean. | ||||
(2) | Untuk pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari KEK sebagaimana dimaksud dalam pasal 15 ayat (2) huruf a dan b, PPKEK dibuat berdasarkan:
| ||||
(3) | Jangka waktu pemasukan dan/atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) paling lama 30 (tiga puluh) hari kerja. | ||||
(4) | PPKEK berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (2) disampaikan kepada Kantor Pengawasan melalui Sistem Aplikasi KEK paling lama 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu pemasukan dan/atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3). | ||||
(5) | Untuk pemasukan atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2) huruf c:
| ||||
(6) | Jangka waktu pemasukan atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) paling lama 1 (satu) hari kerja untuk pengirim dan/atau penerima barang yang sama. | ||||
(7) | PPKEK berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan kepada Kantor Pengawasan melalui Sistem Aplikasi KEK paling lama 2 (dua) hari kerja setelah jangka waktu pemasukan atau pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (6). | ||||
(8) | Penyampaian PPKEK berkala sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan untuk:
| ||||
(9) | Dalam hal PPKEK berkala digunakan untuk pengeluaran barang impor dari KEK ke TLDDP untuk diimpor untuk dipakai:
| ||||
(10) | Dalam hal PPKEK berkala tidak disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha sampai dengan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dan ayat (7):
|
(1) | Pemasukan barang asal luar Daerah Pabean yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI dalam rangka pembangunan dan pengembangan berdasarkan keputusan pembebasan bea masuk dan tidak dipungut PDRI yang diterbitkan oleh Administrator KEK dapat dilakukan oleh:
| ||||
(2) | Untuk dapat menyampaikan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), penyedia barang (vendor) harus sudah memiliki akses pada Sistem Aplikasi KEK. |
BAB V
PEMERIKSAAN PABEAN
Bagian Kesatu
Pemeriksaan Pabean
Pasal 18
(1) | Terhadap PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) dilakukan pemeriksaan pabean meliputi:
| ||||||||||||||
(2) | Pengawasan pemberian fasilitas perpajakan terhadap pemasukan barang dari TLDDP ke KEK dilaksanakan oleh Direktorat Jenderal Pajak. | ||||||||||||||
(3) | Manajemen risiko sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dengan mempertimbangkan:
|
Bagian Kedua
Penelitian Dokumen
Pasal 19
(1) | Sistem INSW dan/atau SKP melakukan penelitian data terhadap PPKEK:
| ||||||||||||||
(2) | Penelitian yang dilakukan Sistem INSW sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu meneliti:
| ||||||||||||||
(3) | Penelitian yang dilakukan SKP terhadap pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a meliputi:
| ||||||||||||||
(4) | Terhadap pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, SKP melakukan penelitian atas kelengkapan pengisian data PPKEK. | ||||||||||||||
(5) | Penelitian yang dilakukan SKP terhadap pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
| ||||||||||||||
(6) | Penelitian yang dilakukan SKP terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d meliputi:
| ||||||||||||||
(7) | Penelitian yang dilakukan SKP terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e meliputi:
| ||||||||||||||
(8) | Penelitian yang dilakukan SKP terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf f meliputi:
| ||||||||||||||
(9) | Penelitian yang dilakukan SKP terhadap pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf g meliputi:
| ||||||||||||||
(10) | Dalam hal penelitian data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9):
|
Bagian Ketiga
Penetapan Jalur
Pasal 20
(1) | Terhadap PPKEK yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (10), SKP melakukan penjaluran atas pemasukan dan/atau pengeluaran barang sebagai berikut:
| ||||
(2) | Terhadap PPKEK yang mendapat penetapan Jalur Merah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, SKP menerbitkan surat pemberitahuan jalur merah (SPJM). | ||||
(3) | Terhadap PPKEK yang mendapat penetapan Jalur Hijau sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, SKP menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB), surat pemasukan barang (SPB) atau nota pelayanan ekspor (NPE). | ||||
(4) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), untuk pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a angka 1:
|
Bagian Keempat
Pemeriksaan Fisik
Pasal 21
(1) | Pejabat melakukan pemeriksaan fisik terhadap PPKEK yang:
|
(2) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
|
(3) | Tata cara dan tingkat pemeriksaan fisik sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pemeriksaan fisik barang impor. |
Bagian Kelima
Penyerahan Hasil Cetak Dokumen Pelengkap Pabean
Pasal 22
(1) | Dalam hal terdapat PPKEK yang mendapat:
| ||||
(2) | Penyerahan hasil cetak Dokumen Pelengkap Pabean paling lama 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal surat pemberitahuan jalur merah (SPJM) atau surat perintah pemeriksaan fisik (SPPF). | ||||
(3) | Dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha belum menyerahkan hasil cetak Dokumen Pelengkap Pabean sampai dengan jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2), pengajuan PPKEK berikutnya tidak dilayani sampai dengan diserahkan hasil cetak Dokumen Pelengkap Pabean. | ||||
(4) | Dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha telah menerapkan ketentuan penggunaan Dokumen Pelengkap Pabean dalam bentuk data elektronik, Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak diwajibkan menyerahkan hasil cetak Dokumen Pelengkap Pabean. |
Bagian Keenam
Uji Laboratorium
Pasal 23
(1) | Untuk mendapatkan keakuratan identifikasi barang yang akan dimasukkan atau dikeluarkan ke dan dari KEK, Pejabat dapat melakukan pengambilan contoh barang untuk dilakukan uji laboratorium. |
(2) | Uji laboratorium sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pada laboratorium Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(3) | Tata cara pengambilan contoh barang yang akan dilakukan uji laboratorium dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pengambilan contoh barang, identifikasi barang, dan uji laboratorium. |
BAB VI
PEMASUKAN BARANG KE KEK
Bagian Kesatu
Pemasukan Barang dari Luar Daerah Pabean ke KEK
Pasal 24
(1) | Terhadap PPKEK untuk pemasukan barang dari luar Daerah Pabean yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (10), diterbitkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB). |
(2) | Pengeluaran barang impor dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara di Kantor Pembongkaran untuk dimasukan ke KEK dilakukan setelah:
|
(3) | Tata cara penutupan pos pemeriksaan dokumen inward manifest (BC 1.1) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penyerahan pemberitahuan rencana kedatangan sarana pengangkut, manifes kedatangan sarana pengangkut, dan manifes keberangkatan sarana pengangkut. |
(1) | Pengangkutan barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan tempat penimbunan sementara ke KEK:
|
(2) | Dalam hal pelabuhan pemasukan berada di dalam wilayah KEK yang sama dan pelabuhan tersebut sudah berstatus Kawasan Pabean, pengangkutan barang dari pelabuhan ke KEK dapat dikecualikan dari kewajiban pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Dalam hal barang impor yang diberitahukan dalam PPKEK terdapat selisih kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam PPKEK (eksep), pengeluaran atas barang yang kurang (eksep) dilakukan dengan menggunakan PPKEK semula paling lama 60 (enam puluh) hari terhitung sejak tanggal surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB). |
(2) | Ketentuan mengenai tata cara penyelesaian barang yang terdapat selisih kurang dari jumlah yang diberitahukan dalam PPKEK (eksep) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai Lampiran Huruf H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pada saat pemasukan barang ke KEK dari luar Daerah Pabean melalui pintu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pejabat yang mengawasi KEK melakukan:
|
(2) | Pemeriksaan dan/atau pelepasan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh Administrator KEK dalam hal KEK telah ditetapkan dapat melaksanakan pelayanan mandiri. |
(3) | Dalam kondisi tertentu Kepala Kantor Pengawasan atau Administrator KEK dapat menerapkan pemeriksaan tanda pengaman dan/atau pelepasan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lokasi masing-masing Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(4) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
(5) | Dalam hal hasil pemeriksaan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kedapatan sesuai, SKP menerbitkan notifikasi selesai pemasukan ke KEK. |
(6) | Terhadap PPKEK yang ditetapkan Jalur Merah, pelepasan tanda pengaman dilakukan sebelum pelaksanaan pemeriksaan fisik di lokasi Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(7) | Dalam hal hasil pemeriksaan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditemukan ketidaksesuaian, diteruskan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut oleh Unit Pengawasan. |
(1) | Dalam hal SKP telah menerbitkan notifikasi selesai pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (5), barang yang dimasukkan ke KEK dilakukan penimbunan di lokasi Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Dalam hal barang yang akan dimasukkan ke KEK perlu dilakukan pemeriksaan fisik, penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah pemeriksaan fisik. |
(3) | Barang yang ditimbun di lokasi Pelaku Usaha logistik wajib dilakukan pembongkaran (stripping) dari peti kemas, kecuali:
|
(4) | Pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan segera setelah barang dimasukkan ke Pelaku Usaha logistik dengan mengacu kepada proses bisnis perusahaan. |
(5) | Dalam hal proses bisnis perusahaan menyebabkan pembongkaran (stripping) tidak dapat dilakukan dengan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pembongkaran (stripping) dapat ditunda dengan persetujuan Kepala Kantor Pengawasan. |
(6) | Kepala Kantor Pengawasan memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), atas permohonan Pelaku Usaha. |
(1) | Terhadap penimbunan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha memberitahukan jumlah dan jenis barang yang ditimbun dan kesesuaian pemasukan barang melalui Sistem Aplikasi KEK. |
(2) | Terhadap pemberitahuan yang disampaikan melalui sistem Aplikasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP memberikan notifikasi:
|
(3) | Penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat 2 huruf b dilaksanakan oleh Unit Pengawasan. |
(1) | Terhadap pemasukan barang yang diterbitkan surat pemberitahuan jalur merah (SPJM), dilaksanakan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat pemeriksa fisik di gudang atau lokasi Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Atas pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat pemeriksa fisik membuat laporan hasil pemeriksaan serta menyampaikannya melalui SKP. |
Dalam hal laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) kedapatan jumlah dan jenis barang:
a. | sesuai, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan notifikasi penyelesaian dokumen; atau |
b. | tidak sesuai, Pejabat pemeriksa fisik:
|
(1) | Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 huruf b angka 1, Pejabat pemeriksa dokumen menyampaikan kepada Unit Pengawasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. | ||||||||
(2) | Pejabat pada Unit Pengawasan menyampaikan hasil penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) atau pada ayat (1) kepada Pejabat pemeriksa dokumen. | ||||||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuan Badan Usaha atau Pelaku Usaha, atas pemasukan barang dengan mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk dan tidak dipungut PDRI:
| ||||||||
(4) | Dalam hal hasil penelitian Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuan Badan Usaha atau Pelaku Usaha, atas pemasukan barang dengan mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau tidak dipungut PDRI:
| ||||||||
(5) | Dalam hal hasil penelitian Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuan Badan Usaha atau Pelaku Usaha, atas pemasukan barang dengan membayar bea masuk dan PDRI ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan tarif dan nilai pabean. | ||||||||
(6) | Pelaksanaan reekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf c dan ayat (4) huruf c, dilakukan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dengan menggunakan PPKEK. | ||||||||
(7) | Dalam hal selisih kurang atau selisih lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4) dilakukan terhadap barang curah, dapat diberikan perlakuan kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlakuan kepabeanan atas selisih berat dan/atau volume barang impor dalam bentuk curah dan barang ekspor yang dikenakan bea keluar dalam bentuk curah. | ||||||||
(8) | Dalam hal hasil penelitian Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Badan Usaha atau Pelaku Usaha tidak dapat membuktikan bahwa kesalahan tersebut terjadi di luar kemampuannya, atas pemasukan barang dipungut bea masuk, cukai dan/atau PDRI serta dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai. | ||||||||
(9) | Dalam hal hasil penelitian Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat indikasi adanya tindak pidana, Pejabat pada Unit Pengawasan melakukan penelitian lebih lanjut terkait indikasi adanya tindak pidana sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai. | ||||||||
(10) | Pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan dan/atau cukai. | ||||||||
(11) | Untuk keperluan pemungutan bea masuk, cukai, PDRI dan/atau sanksi administrasi berupa denda, Pejabat menetapkan tarif dan nilai pabean dengan tata cara sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara penetapan tarif, nilai pabean, dan sanksi administrasi. |
Barang asal luar Daerah Pabean yang dimasukan ke KEK dapat dipergunakan setelah diterbitkan notifikasi penyelesaian dokumen kecuali Badan Usaha atau Pelaku Usaha mendapat persetujuan penyampaian PPKEK secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
Bagian Kedua
Pemasukan Barang dari KEK Lain, TPB, atau Kawasan
Bebas ke KEK
Pasal 34
(1) | Pemasukan barang ke KEK dari KEK lain menggunakan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) yang diterbitkan dari dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a angka 2. | ||||
(2) | Pemasukan barang ke KEK dari:
| ||||
(3) | Pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) yang diterbitkan dari dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1). |
(1) | Pada saat pemasukan barang dari KEK lain, TPB, atau Kawasan Bebas melalui pintu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2), Pejabat yang mengawasi KEK melakukan:
|
(2) | Pemeriksaan dan/atau pelepasan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Administrator KEK dalam hal KEK telah ditetapkan dapat melaksanakan pelayanan mandiri. |
(3) | Dalam kondisi tertentu Kepala Kantor Pengawasan atau Administrator KEK dapat menerapkan pemeriksaan tanda pengaman dan/atau pelepasan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) di lokasi masing-masing Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(4) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) meliputi:
|
(5) | Dalam hal hasil pemeriksaan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a kedapatan sesuai, SKP menerbitkan notifikasi selesai pemasukan ke KEK. |
(6) | Dalam hal hasil pemeriksaan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ditemukan ketidaksesuaian, diteruskan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut oleh Unit Pengawasan. |
(1) | Dalam hal SKP telah menerbitkan notifikasi selesai pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 35 ayat (5), barang yang dimasukkan ke KEK dilakukan penimbunan di lokasi Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Barang yang ditimbun di lokasi Pelaku Usaha pusat logistik wajib dilakukan pembongkaran (stripping) dari peti kemas, kecuali:
|
(3) | Pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan segera setelah barang dimasukkan ke Pelaku Usaha pusat logistik dengan mengacu kepada proses bisnis perusahaan. |
(4) | Dalam hal proses bisnis perusahaan menyebabkan pembongkaran (stripping) tidak dapat dilakukan dengan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (3), pembongkaran (stripping) dapat ditunda dengan persetujuan Kepala Kantor Pengawasan. |
(1) | Terhadap penimbunan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 36 ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha memberitahukan jumlah dan jenis barang yang ditimbun dan kesesuaian pemasukan barang pada Sistem Aplikasi KEK.? |
(2) | Terhadap pemberitahuan yang disampaikan melalui Sistem Aplikasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP memberikan notifikasi:
|
(3) | Penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b dilaksanakan oleh Unit Pengawasan. |
Dalam hal berdasarkan hasil penelitian Unit Pengawasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (3) kedapatan:
a. | termasuk dalam kategori barang yang mendapatkan fasilitas, notifikasi penyelesaian dokumen diterbitkan setelah dilakukan perubahan data pada dokumen pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) huruf a angka 2 atau Pasal 14 ayat (1); atau |
b. | tidak termasuk dalam kategori barang yang mendapatkan fasilitas:
|
(1) | Barang asal KEK lain, TPB, atau Kawasan Bebas yang dimasukan ke KEK dapat dipergunakan setelah diterbitkan notifikasi penyelesaian dokumen kecuali Badan Usaha atau Pelaku Usaha mendapat persetujuan penyampaian PPKEK secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2). |
(2) | Atas pemasukan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor Pengawasan menyampaikan realisasi pemasukan barang kepada Kantor Pabean yang mengawasi:
|
Bagian Ketiga
Pemasukan Barang Asal TLDDP ke KEK
Pasal 40
(1) | Terhadap PPKEK untuk pemasukan barang dari TLDDP yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (10), diterbitkan surat pemasukan barang (SPB). |
(2) | Pemasukan barang dari TLDDP ke KEK dilakukan menggunakan surat pemasukan barang (SPB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Terhadap pemasukan barang dari TLDDP ke KEK melalui pintu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) dilakukan penelitian surat pemasukan barang (SPB) oleh Pejabat yang mengawasi KEK. |
(2) | Pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan oleh Administrator KEK dalam hal KEK telah ditetapkan dapat melaksanakan pelayanan mandiri. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian surat pemasukan barang (SPB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kedapatan sesuai, SKP menerbitkan:
|
(4) | Dalam hal hasil penelitian surat pemasukan barang (SPB) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan ketidaksesuaian, diteruskan untuk proses penelitian lebih lanjut kepada Unit Pengawasan. |
(1) | Dalam hal SKP telah menerbitkan notifikasi selesai pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf a, barang yang dimasukkan ke KEK dilakukan penimbunan di lokasi Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Dalam hal barang yang akan dimasukkan ke KEK perlu dilakukan pemeriksaan fisik, penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah pemeriksaan fisik. |
(3) | Barang yang ditimbun di lokasi Pelaku Usaha pusat logistik wajib dilakukan pembongkaran (stripping) dari peti kemas, kecuali:
|
(4) | Pembongkaran (stripping) sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan segera setelah barang dimasukkan ke Pelaku Usaha pusat logistik dengan mengacu kepada proses bisnis perusahaan. |
(5) | Dalam hal proses bisnis perusahaan menyebabkan pembongkaran (stripping) tidak dapat dilakukan dengan segera sebagaimana dimaksud pada ayat (4), pembongkaran (stripping) dapat ditunda dengan persetujuan Kepala Kantor Pengawasan. |
(6) | Kepala Kantor Pengawasan memberikan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), atas permohonan Pelaku Usaha. |
(1) | Terhadap penimbunan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 42 ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha memberitahukan jumlah dan jenis barang yang ditimbun dan kesesuaian pemasukan barang pada Sistem Aplikasi KEK. |
(2) | Terhadap pemberitahuan yang disampaikan melalui Sistem Aplikasi KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1), SKP memberikan notifikasi:
|
(3) | Penelitian lebih lanjut sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dilaksanakan oleh Unit Pengawasan. |
(1) | Terhadap pemasukan barang yang diterbitkan surat pemberitahuan jalur merah (SPJM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 ayat (3) huruf b, dilaksanakan pemeriksaan fisik barang oleh Pejabat pemeriksa fisik di gudang atau lokasi Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Atas pemeriksaan fisik barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat pemeriksa fisik membuat laporan hasil pemeriksaan serta menyampaikannya melalui SKP. |
(1) | Dalam hal laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (2) kedapatan jumlah dan jenis barang:
| ||||||||||||
(2) | Berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2, Pejabat pemeriksa dokumen menyampaikan kepada Unit Pengawasan untuk melakukan penelitian lebih lanjut. | ||||||||||||
(3) | Pejabat pada Unit Pengawasan menyampaikan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pejabat pemeriksa dokumen. |
Dalam hal jumlah dan jenis barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b angka 1:
a. | termasuk dalam kategori barang yang mendapat fasilitas, notifikasi persetujuan penyelesaian dokumen diterbitkan setelah dilakukan perubahan data pada dokumen PPKEK yang disesuaikan dengan hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan fisik; atau |
b. | tidak termasuk dalam kategori barang yang mendapat fasilitas:
|
Atas pemasukan kembali barang asal luar Daerah Pabean eks pengeluaran sementara dari TLDDP ke KEK, dalam hal jumlah dan jenis barang tidak sesuai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 43 ayat (2) huruf b atau sebagaimana dimaksud dalam Pasal 45 ayat (1) huruf b angka 2, dengan kondisi:
a. | kedapatan barang termasuk dalam persetujuan pengeluaran sementara, notifikasi persetujuan penyelesaian dokumen diterbitkan setelah dilakukan perubahan data sesuai hasil pengawasan dan/atau pemeriksaan fisik; dan/atau |
b. | kedapatan barang tidak termasuk dalam persetujuan pengeluaran sementara:
|
Dalam hal pemasukan kembali barang asal luar Daerah Pabean eks pengeluaran sementara dari TLDDP ke KEK melebihi batas waktu yang tercantum dalam persetujuan pengeluaran sementara, Badan Usaha atau Pelaku Usaha dikenai sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai sanksi administrasi di bidang kepabeanan.
Barang asal TLDDP yang dimasukan ke KEK dapat dipergunakan setelah diterbitkan notifikasi penyelesaian dokumen kecuali Badan Usaha atau Pelaku Usaha mendapat persetujuan penyampaian PPKEK secara berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 ayat (2).
BAB VII
PENGELUARAN BARANG DARI KEK
Bagian Kesatu
Pengeluaran Barang dari KEK ke Luar Daerah Pabean
Pasal 50
Pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean yang dikenakan bea keluar dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pemungutan bea keluar.
(1) | PPKEK untuk pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean merupakan pemberitahuan pabean ekspor. |
(2) | Terhadap PPKEK untuk pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean yang telah memperoleh nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (10), diterbitkan:
|
(1) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari KEK ke luar Daerah Pabean, Pejabat pemeriksa fisik melakukan pemeriksaan fisik barang berdasarkan surat perintah pemeriksaan fisik (SPPF) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf b. |
(2) | Terhadap barang yang dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pengawasan pemuatan barang (stuffing) dan pemasangan tanda pengaman oleh Pejabat pemeriksa fisik. |
(3) | Atas pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat pemeriksa fisik:
|
(1) | Dalam hal laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) kedapatan jumlah dan jenis barang :
| ||||
(2) | Nota pelayanan ekspor (NPE) diterbitkan oleh Pejabat pemeriksa dokumen atas barang yang akan dikeluarkan dari KEK ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b setelah:
| ||||
(3) | Dalam hal berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3) terdapat indikasi adanya tindak pidana, Pejabat pemeriksa dokumen meneruskan PPKEK melalui SKP kepada Unit Pengawasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut. |
(1) | Dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari KEK ke luar Daerah Pabean dilakukan uji laboratorium sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1), Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan nota pelayanan ekspor (NPE) setelah diterbitkannya hasil uji laboratorium. |
(2) | Dalam hal barang yang dikeluarkan dari KEK ke luar Daerah Pabean dan dikenakan Bea Keluar dilakukan uji laboratorium, nota pelayanan ekspor (NPE) dapat diterbitkan tanpa harus menunggu hasil uji laboratorium. |
(3) | Dalam hal hasil uji laboratorium:
|
(1) | Terhadap PPKEK yang telah mendapatkan nota pelayanan ekspor (NPE) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 51 ayat (2) huruf a, dilakukan pemuatan barang (stuffing) oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Terhadap pelaksanaan pemuatan barang (stuffing) dilakukan perekaman hasil pelaksanaan pemuatan barang oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha pada Sistem Aplikasi KEK. |
(3) | PPKEK yang telah dilakukan pemuatan barang (stuffing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemasangan tanda pengaman sebelum dikeluarkan dari pintu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
(4) | Pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:
|
(5) | Dalam kondisi tertentu Kepala Kantor Pengawasan atau Administrator KEK dapat menerapkan pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di lokasi masing-masing Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(6) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
|
(7) | Dalam hal pelabuhan pemuatan berada di dalam wilayah KEK yang sama dan pelabuhan tersebut sudah berstatus kawasan pabean, pengangkutan barang dari KEK ke pelabuhan pemuatan dikecualikan dari kewajiban pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(8) | Pejabat pada Kantor Pabean pemuatan melakukan pemeriksaan tanda pengaman terhadap pemasukan barang dari KEK ke Kawasan Pabean atau tempat lain yang dipersamakan dengan tempat penimbunan sementara untuk dikeluarkan ke luar Daerah Pabean sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. |
(1) | Terhadap pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean dengan PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), Pejabat pada Kantor Pabean pemuatan atau Sistem INSW dan/atau SKP menyampaikan hasil rekonsiliasi PPKEK dengan outward manifest yang telah didaftarkan di Kantor Pabean pemuatan. |
(2) | Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mencocokan beberapa elemen data, yaitu:
|
(3) | Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung setelah keberangkatan sarana pengangkut yang tercantum dalam pemberitahuan pabean keberangkatan sarana pengangkut yang akan menuju ke luar Daerah Pabean. |
(4) | Dalam hal terhadap rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdapat ketidaksesuaian, Pejabat yang menangani manifes di Kantor Pabean pemuatan menyampaikan hasil rekonsiliasi dalam bentuk cetakan (hardcopy) dan/atau SKP ke Kantor Pabean yang mengawasi KEK. |
(5) | Tata cara rekonsiliasi sesuai Lampiran Huruf I yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Terhadap pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean dengan PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) yang diangkut terus atau diangkut lanjut dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai angkut terus atau angkut lanjut barang impor atau barang ekspor.
Atas pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean berlaku ketentuan umum di bidang ekspor sepanjang belum diatur dalam ketentuan Peraturan Direktur Jenderal ini.
(1) | Terhadap pengeluaran barang dalam bentuk curah dari KEK ke luar Daerah Pabean, Pelaku Usaha mengajukan permohonan pemuatan barang curah sebelum mengajukan PPKEK dengan dilampiri shipping instruction/shipping order, invoice, dan/atau packing list. |
(2) | Kepala Kantor Pengawasan atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Dalam hal diperlukan, Kepala Kantor Pengawasan atau Pejabat yang ditunjuk, dapat melakukan penelitian lapangan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Berdasarkan hasil penelitian permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan/atau penelitian lapangan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), dalam hal permohonan:
|
(5) | Pengawasan pemuatan barang ekspor curah dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. |
(6) | Terhadap ekspor barang curah berupa kelapa sawit, crude palm oil (CPO), dan produk turunannya dilakukan permohonan pemuatan, pengawasan pemuatan, dan pemeriksaan fisik sesuai ketentuan yang mengatur mengenai tata laksana ekspor kelapa sawit, crude palm oil (CPO), dan produk turunannya. |
(1) | Pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean dengan konsolidasi, dilakukan dengan menggunakan PPKEK setelah diterbitkan nota pelayanan ekspor (NPE). |
(2) | Pengangkutan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dari KEK ke tempat konsolidasi dilakukan menggunakan nota pelayanan ekspor (NPE) beserta PPKEK. |
(3) | Konsolidasi dan pengawasan pemuatan barang (stuffing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai ketentuan kepabeanan di bidang ekspor. |
Bagian Kedua
Pengeluaran Barang dari KEK ke KEK Lain, TPB, atau
Kawasan Bebas
Pasal 61
PPKEK yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (10), diterbitkan:
a. | surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang; atau |
b. | surat pemberitahuan jalur merah (SPJM) dalam hal ditetapkan Jalur Merah. |
?
(1) | Pejabat pemeriksa fisik melakukan pemeriksaan fisik barang terhadap PPKEK yang mendapat respon surat pemberitahuan jalur merah (SPJM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 61 huruf b berdasarkan surat perintah pemeriksaan fisik (SPPF). |
(2) | Terhadap barang yang dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pengawasan pemuatan barang (stuffing) dan pemasangan tanda pengaman oleh Pejabat pemeriksa fisik. |
(3) | Atas pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat pemeriksa fisik membuat laporan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada Pejabat pemeriksa dokumen melalui SKP. |
(1) | Dalam hal laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (3) kedapatan jumlah dan jenis barang:
| ||||
(2) | Dalam hal berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 62 ayat (3) terdapat indikasi adanya tindak pidana, Pejabat pemeriksa dokumen meneruskan PPKEK kepada Unit Pengawasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut melalui SKP. |
(1) | Terhadap PPKEK yang telah mendapatkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 63 ayat (1), dilakukan pemuatan barang (stuffing) oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Terhadap pelaksanaan pemuatan barang (stuffing) dilakukan perekaman hasil pelaksanaan pemuatan barang (stuffing) oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha pada Sistem Aplikasi KEK. |
(3) | PPKEK yang telah dilakukan pemuatan barang (stuffing) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemasangan tanda pengaman sebelum dikeluarkan dari pintu yang telah ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2). |
(4) | Pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan oleh:
|
(5) | Dalam kondisi tertentu Kepala Kantor Pengawasan atau Administrator KEK dapat menerapkan pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (3) di lokasi masing-masing Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(6) | Kondisi tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (5) meliputi:
|
(7) | Pengeluaran barang dari KEK ke Kawasan Bebas yang berada dalam satu lokasi yang bersebelahan tanpa dipisahkan dengan wilayah TLDDP, dikecualikan dari kewajiban pemasangan tanda pengaman sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
Terhadap pengeluaran barang tujuan KEK lain, TPB, atau Kawasan Bebas, Kantor Pabean yang mengawasi:
a. | KEK lain; |
b. | TPB; atau |
c. | Kawasan Bebas, |
menyampaikan realisasi pemasukan barang dari KEK pada SKP.
Bagian Ketiga
Pengeluaran Barang dari KEK ke TLDDP
Pasal 66
Pengeluaran dari KEK ke TLDDP dengan PPKEK dapat dilakukan dalam rangka:
a. | impor untuk dipakai; atau |
b. | pengeluaran barang asal TLDDP. |
(1) | Terhadap pengeluaran barang dari KEK untuk diimpor untuk dipakai dikenakan bea masuk, cukai dan/atau PDRI. |
(2) | Penghitungan nilai pabean, nilai dasar penghitungan bea masuk (NDPBM), klasifikasi dan pembebanan serta penghitungan bea masuk, cukai dan PDRI atas pengeluaran barang dari KEK untuk diimpor untuk dipakai, dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai perlakuan perpajakan, kepabeanan, dan cukai pada KEK. |
Terhadap PPKEK pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP yang telah memperoleh nomor dan tanggal pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 ayat (10), diterbitkan:
a. | surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) dalam hal tidak dilakukan pemeriksaan fisik barang; atau |
b. | surat pemberitahuan jalur merah (SPJM) dalam hal ditetapkan Jalur Merah. |
(1) | Terhadap terhadap PPKEK yang mendapat respon surat pemberitahuan jalur merah (SPJM) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf b, Pejabat pemeriksa fisik melakukan pemeriksaan fisik barang. |
(2) | Pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 (tiga) hari kerja sejak tanggal surat pemberitahuan jalur merah (SPJM). |
(3) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak terpenuhi, Pejabat dapat melakukan pemeriksaan fisik atas risiko dan biaya yang ditanggung oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(4) | Terhadap barang yang dilakukan pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pengawasan pemuatan barang (stuffing). |
(5) | Atas pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat pemeriksa fisik membuat laporan hasil pemeriksaan dan disampaikan kepada Pejabat pemeriksa dokumen melalui SKP. |
(1) | Pejabat dapat melakukan penelitian tarif dan/atau nilai pabean atas barang impor yang dikeluarkan dari KEK ke TLDDP untuk diimpor untuk dipakai. |
(2) | Penelitian tarif dan/atau nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal pendaftaran PPKEK untuk pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP untuk diimpor untuk dipakai. |
(3) | Dalam hal penelitian tarif dan/atau nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengakibatkan kekurangan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB). |
(4) | Dalam hal penelitian tarif dan/atau nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang mengakibatkan kekurangan atau kelebihan pembayaran bea masuk, cukai, dan/atau PDRI, Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan Surat Penetapan Pejabat. |
(5) | Terhadap PPKEK yang diterbitkan Surat Penetapan Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat pemeriksa dokumen menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) setelah Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
|
(6) | Dalam hal berdasarkan laporan hasil pemeriksaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) terdapat indikasi adanya tindak pidana, Pejabat pemeriksa dokumen meneruskan PPKEK kepada Unit Pengawasan untuk dilakukan penelitian lebih lanjut melalui SKP. |
(1) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) terhadap pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP untuk barang yang berasal dari TLDDP kedapatan:
| ||||
(2) | Dalam hal hasil pemeriksaan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 69 ayat (5) terhadap pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dalam rangka pengeluaran sementara untuk barang yang berasal dari luar Daerah Pabean kedapatan:
|
(1) | Terhadap PPKEK yang telah mendapatkan surat persetujuan pengeluaran barang (SPPB) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 68 huruf a, dilakukan pemuatan barang (stuffing) oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Terhadap pelaksanaan pemuatan barang (stuffing) dilakukan perekaman hasil pelaksanaan pemuatan barang oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha pada Sistem Aplikasi KEK. |
BAB VIII
PEMOTONGAN KUOTA
Pasal 73
(1) | Atas pemasukan barang asal luar Daerah Pabean ke KEK yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI, Pejabat melakukan pemotongan kuota secara elektronik pada SKP yang terintegrasi dengan Sistem INSW berdasarkan:
|
(2) | Pemotongan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan membandingkan elemen data yang tercantum dalam keputusan mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk, cukai dan/atau tidak dipungut PDRI dengan elemen data yang tercantum dalam PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) atau dokumen pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1), meliputi:
|
(3) | Pemotongan kuota sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara mengurangkan jumlah barang yang tercantum pada saldo keputusan mengenai pemberian fasilitas pembebasan bea masuk, cukai, dan/atau tidak dipungut PDRI dengan jumlah barang yang tercantum dalam PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1) atau dokumen pemasukan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 ayat (1).? |
Pengaturan mengenai cukai di KEK sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang cukai.
BAB X
PERPINDAHAN BARANG ANTAR PELAKU USAHA
DALAM SATU KEK, PENGELUARAN SEMENTARA, DAN
SUBKONTRAK
Bagian Kesatu
Perpindahan Barang Antar Pelaku Usaha Dalam Satu
KEK
Pasal 75
(1) | Perpindahan barang antar Pelaku Usaha dalam satu KEK diberikan fasilitas berupa:
|
(2) | Pemberian fasilitas pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) atas perpindahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Perpindahan barang antar Pelaku Usaha di dalam satu KEK dilakukan dengan dokumen perpindahan barang yang berfungsi sebagai surat jalan melalui Sistem Aplikasi KEK. |
(4) | Perpindahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diajukan melalui Sistem Aplikasi KEK dan dicetak oleh Pelaku Usaha sebelum pengeluaran barang. |
(5) | Jumlah dan jenis barang serta kegiatan pemasukan diberitahukan oleh Pelaku Usaha penerima barang pada Sistem Aplikasi KEK. |
(6) | Tanggung jawab bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang melekat pada barang yang telah dikeluarkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi tanggung jawab Pelaku Usaha penerima barang terhitung sejak Pelaku Usaha penerima barang memberitahukan kegiatan pemasukan sebagaimana dimaksud pada ayat (5).? |
(7) | Dokumen perpindahan barang dianggap sebagai dokumen kepabeanan yang datanya terhubung secara langsung (real time) dan menjadi data Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(8) | Dokumen perpindahan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) sesuai contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf J yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Pengeluaran Sementara dan Subkontrak
Pasal 76
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK dapat mengeluarkan sementara Barang Modal berupa mesin dan peralatan, serta barang dan/atau bahan baku ke:
|
(2) | Pengeluaran sementara barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam jangka waktu tertentu, dalam rangka:
|
(1) | Dalam rangka pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud Pasal 76 ayat (2) huruf a, berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(2) | Pengeluaran sementara dalam rangka subkontrak dari Pelaku Usaha pengolahan ke perusahaan di TLDDP berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(3) | Perjanjian subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a minimal memuat informasi sebagai berikut:
|
(1) | Pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf a dan pemasukan kembali barang ke KEK dapat dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai pembebasan bea masuk atas impor kembali barang yang telah diekspor. |
(2) | Pemberitahuan pabean atas pengeluaran sementara dan pemasukan kembali barang ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan menggunakan PPKEK. |
(3) | Untuk barang pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kolom tujuan pengeluaran barang dalam PPKEK diisi dengan jenis ekspor akan diimpor kembali. |
Dalam hal pengeluaran sementara dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK ditujukan ke Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, dan Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d, tanggung jawab bea masuk, cukai, dan/atau PDRI yang melekat pada barang yang dikeluarkan menjadi tanggung jawab Pelaku Usaha pada KEK lain, pengusaha di TPB, atau pengusaha di Kawasan Bebas sebagai penerima barang, terhitung sejak barang sampai di tujuan sampai dengan barang diterima kembali oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK.
(1) | Terhadap pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat (1) huruf e dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Dalam persetujuan pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan batas waktu:
|
(3) | Realisasi pemasukan kembali barang ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b diberikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari terhitung sejak tanggal berakhirnya jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a. |
(4) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada permohonan yang disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha melalui:
|
(5) | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Pejabat melakukan penelitian kelengkapan lampiran berupa:
|
(6) | Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disertai alasan penolakan. |
(7) | Persetujuan atau penolakan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) diberikan dalam jangka waktu paling lama:
|
(8) | Berdasarkan manajemen risiko, persetujuan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dapat digunakan secara periodik. |
(9) | Terhadap pengeluaran sementara dan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean, Pejabat pemeriksa dokumen memastikan penyerahan jaminan sebesar bea masuk, cukai dan/atau PDRI yang terutang. |
(10) | Terhadap pengeluaran sementara ke TLDDP dalam rangka peminjaman Barang Modal untuk keperluan produksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76 ayat 2 huruf c, seluruh barang hasil pengerjaan Barang Modal yang dipinjamkan harus dimasukkan ke KEK. |
(11) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) tidak terpenuhi, Pejabat:
|
(12) | Terhadap pemasukan kembali barang yang dikeluarkan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Pejabat memastikan:
|
(13) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha dianggap tidak memasukkan kembali barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam hal:
|
(14) | Dalam hal Badan Usaha atau Pelaku Usaha dianggap tidak memasukkan kembali barang sebagaimana dimaksud pada ayat (13) dan atas pengeluaran barang telah terjadi penyerahan barang kena pajak:
|
(1) | Persetujuan pengeluaran sementara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 80 ayat (1) dapat dilakukan perubahan sebelum batas waktu persetujuan berakhir. |
(2) | Perubahan persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan berdasarkan permohonan yang diajukan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha kepada Kepala Kantor Pabean. |
(3) | Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Persetujuan atau penolakan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberikan dalam jangka waktu paling lama:
|
(5) | Dalam hal dilakukan perubahan atau perpanjangan batas waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus menyesuaikan jaminan. |
(1) | Pelaku Usaha pengolahan atau Pelaku Usaha pusat logistik di KEK dapat menerima pekerjaan dari:
| ||||||||
(2) | Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka:
| ||||||||
(3) | Pelaku Usaha pengolahan atau Pelaku Usaha pusat logistik di KEK yang menerima pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a sampai dengan huruf c menggunakan pemberitahuan pabean dari pemberi pekerjaan. | ||||||||
(4) | Pelaku Usaha pengolahan atau Pelaku Usaha pusat logistik di KEK dapat menerima pekerjaan dari perusahaan TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d berdasarkan persetujuan Kepala Kantor Pabean. | ||||||||
(5) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) didasarkan pada permohonan yang disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha melalui:
| ||||||||
(6) | Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | ||||||||
(7) | Permohonan dalam rangka menerima pekerjaan subkontrak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampiri dengan:
| ||||||||
(8) | Permohonan dalam rangka menerima pekerjaan berupa perbaikan/reparasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampiri dengan:
| ||||||||
(9) | Permohonan dalam rangka menerima pekerjaan berupa pekerjaan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilampiri dengan:
| ||||||||
(10) | Kepala Kantor Pabean memberikan persetujuan atau penolakan disertai alasan penolakan dalam waktu paling lama:
| ||||||||
(11) | Dalam hal atas pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdapat barang yang ditambahkan oleh Pelaku Usaha pengolahan atau Pelaku Usaha pusat logistik, atas barang yang ditambahkan diberitahukan dengan PPKEK dengan melunasi bea masuk, PDRI, pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) yang terutang.? |
BAB XI
PENGELUARAN BAHAN BAKU DAN/ATAU SISA BAHAN
BAKU DAN BAHAN PENOLONG DAN/ATAU SISA BAHAN
PENOLONG
Pasal 83
(1) | Pengeluaran bahan baku dan/atau sisa bahan baku dan bahan penolong dan/atau sisa bahan penolong dari KEK ke TLDDP dapat dilakukan setelah mendapat persetujuan dari Kepala Kantor Pabean. | ||||||||||||||
(2) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada permohonan yang disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha melalui:
| ||||||||||||||
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan:
| ||||||||||||||
(4) | Dalam memberikan persetujuan atau penolakan, Kepala Kantor Pabean mempertimbangkan:
| ||||||||||||||
(5) | Persetujuan atau penolakan Kepala Kantor Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diberikan dalam jangka waktu paling lama:
|
Dalam hal Pelaku Usaha di KEK mengeluarkan barang sebelum mendapat persetujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 83 ayat (1), Pejabat melakukan:
a. | penyampaian rekomendasi kepada Administrator KEK untuk dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan yang mengatur mengenai penyelenggaraan perizinan berusaha berbasis risiko; dan/atau |
b. | pengenaan dikenai sanksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-undangan di bidang kepabeanan dan/atau perpajakan. |
(1) | Dalam hal barang yang dikeluarkan ke TLDDP berupa sisa pengemas dan limbah (waste), Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
|
(2) | Laporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c disampaikan secara periodik dan dibuat sesuai format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf K yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.? |
BAB XII
PENIMBUNAN DAN PENYERAHAN BARANG KE DA
DARI TOKO ATAU PUSAT PERBELANJAAN DI KEK
PARIWISATA
Pasal 86
(1) | Pelaku Usaha di KEK pariwisata yang berbentuk toko atau pusat perbelanjaan dapat menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang asal TLDDP untuk dijual ke wisatawan asing dan/atau domestik di lokasi KEK Pariwisata. |
(2) | Barang asal luar Daerah Pabean yang dijual di toko atau pusat perbelanjaan di KEK pariwisata sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat diberikan fasilitas penangguhan bea masuk dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Pemasukan barang asal luar Daerah Pabean dengan diberikan fasilitas penangguhan bea masuk, harus ditimbun di ruang/tempat penimbunan barang di toko atau pusat perbelanjaan di KEK pariwisata, dan sudah dipenuhi ketentuan pembatasannya saat pemasukannya. |
(4) | Penyerahan barang untuk dijual ke wisatawan asing dan/atau domestik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), harus dilakukan di ruang/tempat penjualan. |
(5) | Pengeluaran barang asal luar Daerah Pabean dari ruang/tempat penimbunan barang ke ruang/tempat penjualan, Pelaku Usaha di KEK pariwisata wajib memberitahukan dengan PPKEK dan melunasi kewajiban pabean. |
(6) | Penyampaian pemberitahuan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dapat dilakukan oleh Pelaku Usaha secara berkala. |
BAB XIII
PEMBETULAN DAN PEMBATALAN PPKEK
Bagian Kesatu
Pembetulan PPKEK
Pasal 87
(1) | PPKEK pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dapat dilakukan pembetulan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Pembetulan PPKEK pemasukan barang ke KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan ketentuan:
|
(3) | Pembetulan PPKEK pengeluaran barang dari KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan ketentuan:
|
(4) | Pembetulan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan terhadap semua elemen data, kecuali:
|
(5) | Permohonan pembetulan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan dengan menggunakan:
|
(6) | Tata cara pembetulan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf L yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Pembatalan PPKEK
Pasal 88
(1) | PPKEK yang telah mendapat nomor dan tanggal pendaftaran dapat dilakukan pembatalan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan Badan Usaha atau Pelaku Usaha. | ||||||||
(2) | Permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan melalui:
| ||||||||
(3) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Kepala Kantor Pabean dapat memberikan persetujuan pembatalan setelah dilakukan penelitian dengan menerbitkan surat persetujuan sesuai format sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran Huruf M yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||
(4) | Persetujuan pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk pemasukan barang ke KEK dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(5) | Persetujuan pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (3) untuk pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP, KEK lain, TPB, atau Kawasan Bebas dapat diberikan dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(6) | Tata cara pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf N yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Persetujuan pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 88 ayat (3) untuk pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean dapat diberikan, kecuali barang ekspor tersebut ditegah oleh Unit Pengawasan. | ||||||
(2) | Permohonan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disertai keterangan mengenai:?
| ||||||
(3) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib melaporkan pembatalan ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) secara tertulis kepada Pejabat pemeriksa dokumen di Kantor Pengawasan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak:
| ||||||
(4) | Sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan sarana pengangkut yang tercantum dalam PPKEK. | ||||||
(5) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang tidak melaporkan pembatalan ekspor atas barang yang telah diberitahukan dalam PPKEK atau melaporkan setelah melewati jangka waktu yang ditentukan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dikenakan sanksi administrasi berupa denda sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. | ||||||
(6) | Dalam hal barang yang dibatalkan ekspornya akan ditimbun sementara di tempat penimbunan sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 2 atau di lokasi konsolidator barang ekspor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b angka 3, dilakukan pengawasan oleh Kantor Pabean yang mengawasi tempat penimbunan sementara atau lokasi konsolidator barang ekspor. | ||||||
(7) | Dalam hal barang yang telah dibatalkan ekspornya tidak dimasukkan kembali ke KEK, Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib mempertanggungjawabkan pungutan bea masuk, cukai, PDRI, dan/atau pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) yang terutang.? |
(1) | Dalam hal pengeluaran barang dari KEK ke luar Daerah Pabean telah berada di dalam Kawasan Pabean atau tempat lain yang dipersamakan dengan tempat penimbunan sementara, Badan Usaha atau Pelaku Usaha mengajukan permohonan pengeluaran barang kepada Pejabat pemeriksa dokumen pada Kantor Pabean muat ekspor dengan dilampiri:
|
(2) | Dalam hal disetujui, Pejabat Pemeriksa Dokumen pada Kantor Pabean muat ekspor menerbitkan surat persetujuan pengeluaran barang ekspor (SPPBE) atas permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Kantor Pabean muat ekspor menyampaikan data surat persetujuan pengeluaran barang ekspor (SPPBE) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Kantor Pengawasan. |
(4) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean atau tempat lain yang dipersamakan dengan tempat penimbunan sementara dan pemasukan kembali ke KEK dilakukan dengan surat persetujuan pengeluaran barang ekspor (SPPBE). |
Bagian Ketiga
Pembetulan dan/atau Pembatalan PPKEK oleh Pejabat
Pasal 91
(1) | Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pembetulan data dan/atau pembatalan PPKEK yang telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran berdasarkan permohonan Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Pembetulan data dan/atau pembatalan PPKEK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
|
(3) | Pembetulan data sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan atas semua elemen data. |
(1) | Pemasukan barang impor ke KEK dapat dilakukan melalui barang kiriman. |
(2) | Pemasukan barang impor melalui barang kiriman sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan melalui penyelenggara pos.? |
(3) | Penyelenggara pos sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terdiri atas:
|
(4) | Pemasukan barang kiriman ke KEK diberitahukan dengan PPKEK. |
BAB XV
PEMINDAHTANGANAN, PEMUSNAHAN, DAN
PERUSAKAN
Bagian Kesatu
Pemindahtanganan
Pasal 93
(1) | Mesin dan/atau peralatan yang dimasukan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang belum diselesaikan kewajiban pembayaran bea masuk, dapat dikeluarkan dengan tujuan:
| ||||||||||||||||||||||||
(2) | Terhadap pengeluaran mesin dan/atau peralatan dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK ke luar Daerah Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, berlaku ketentuan peraturan perundang-undangan kepabeanan dan perpajakan di bidang ekspor. | ||||||||||||||||||||||||
(3) | Mesin dan/atau peralatan dapat dipindahtangankan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b sampai dengan huruf d, dengan diberikan fasilitas sesuai dengan fasilitas yang berlaku ditempat tujuan dengan ketentuan:
| ||||||||||||||||||||||||
(4) | Mesin dan/atau peralatan yang telah dipergunakan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang bersangkutan paling sedikit selama 2 (dua) tahun, dapat dipindahtangankan ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, sebelum jangka waktu 4 (empat) tahun terhitung sejak diimpor atau sejak dimasukkan dari Pelaku Usaha pada KEK lain, TPB, atau Kawasan Bebas, dengan ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||||||||||||||
(5) | Penghitungan bea masuk, cukai, dan/atau PDRI sebagaimana dimaksud pada ayat (4), menggunakan nilai dasar perhitungan bea masuk (NDPBM) yang ditetapkan oleh Menteri yang berlaku pada saat pembayaran. | ||||||||||||||||||||||||
(6) | Dalam hal pengeluaran barang dari Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK ke TLDDP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e ditujukan kepada perusahaan yang memperoleh fasilitas pembebasan bea masuk, Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK dikecualikan dari kewajiban membayar bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (5). | ||||||||||||||||||||||||
(7) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha menyampaikan permohonan atas pemindahtanganan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) kepada Kepala Kantor Pabean melalui:
| ||||||||||||||||||||||||
(8) | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7), Kepala Kantor Pabean dapat melakukan pemeriksaan fisik atas mesin dan/atau peralatan yang akan dipindahtangankan. | ||||||||||||||||||||||||
(9) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) disetujui, Kepala Kantor Pabean menerbitkan izin pemindahtanganan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(10) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf ditolak, Kepala Kantor Pabean menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. | ||||||||||||||||||||||||
(11) | Mesin dan/atau peralatan yang telah dipergunakan di KEK paling sedikit selama 2 (dua) tahun, dapat dipindahtangankan ke TLDDP setelah jangka waktu 4 (empat) tahun sejak diimpor atau sejak dimasukkan dari Pelaku Usaha lain, pengusaha TPB, atau pengusaha Kawasan Bebas, dengan ketentuan:
| ||||||||||||||||||||||||
(12) | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (11), Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama dapat melakukan pemeriksaan fisik atas mesin dan/atau peralatan yang akan dipindahtangankan. | ||||||||||||||||||||||||
(13) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) disetujui, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menerbitkan izin pemindahtanganan sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf O yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. | ||||||||||||||||||||||||
(14) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (11) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
Bagian Kedua
Pemusnahan dan Perusakan
Pasal 94
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK dapat melakukan pemusnahan atas barang yang busuk, rusak, dan/atau barang kadaluarsa setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Selain barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pemusnahan dapat dilakukan terhadap:
|
(3) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada permohonan yang disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha melalui:
|
(4) | Pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sedemikian rupa sehingga dapat dipastikan bahwa barang tersebut sudah tidak dapat dipergunakan lagi sesuai peruntukannya semula dan tidak lagi mempunyai nilai ekonomis. |
(5) | Pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan di dalam maupun di luar KEK. |
(6) | Pelaksanaan pemusnahan dilakukan dibawah pengawasan Pejabat dan dibuatkan berita acara pemusnahan. |
(7) | Dalam hal pemusnahan dilakukan di luar lokasi KEK:
|
(1) | Untuk dapat melakukan pemusnahan sebagaimana dimaksud Pasal 94, Badan Usaha atau Pelaku Usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilampiri dengan:
|
(3) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean menerbitkan izin pemusnahan. |
(4) | Izin pemusnahan Kepala Kantor Pelayanan Utama atau Kepala Kantor Pabean sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf P yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditolak, Kepala Kantor Wilayah atau Kepala Kantor Pelayanan Utama menyampaikan surat penolakan dengan menyebutkan alasan penolakan. |
(6) | Dalam hal permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetujui, pelaksanaan pemusnahan dilakukan dibawah pengawasan Pejabat dan dibuatkan berita acara pemusnahan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf Q yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK dapat melakukan perusakan atas barang yang berada di KEK yang karena sifat dan bentuknya tidak dapat dimusnahkan setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Pabean berdasarkan permohonan Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(3) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) didasarkan pada permohonan yang disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha melalui:
|
(4) | Untuk mendapatkan persetujuan Kepala Kantor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) Pejabat pemeriksa dokumen memastikan permohonan perusakan dilampiri dengan:
|
(5) | Perusakan dilakukan dengan merusak kegunaan atau fungsi secara permanen dengan cara dipotong-potong atau dengan cara lain. |
(6) | Sisa dari hasil perusakan yang masih memiliki nilai ekonomis dapat dikeluarkan dari KEK dengan membayar kewajiban bea masuk, cukai, PDRI dan/atau pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM). |
(7) | Pelaksanaan perusakan dilakukan dibawah pengawasan Pejabat dan dibuatkan berita acara perusakan. |
(8) | Berita acara perusakan sebagaimana dimaksud pada ayat (7) sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf R yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat mengajukan keberatan atas penetapan yang dilakukan oleh Pejabat. |
(2) | Ketentuan mengenai tata cara pengajuan keberatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai keberatan di bidang kepabeanan dan cukai. |
BAB XVII
LAIN-LAIN
Bagian Kesatu
Pelayanan Mandiri
Pasal 98
(1) | Kepala Kantor Pengawasan dapat menetapkan KEK pelayanan kepabeanan mandiri atas kegiatan operasional di KEK berdasarkan:
|
(2) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a diajukan kepada Kepala Kantor Pengawasan melalui:
|
(3) | Penetapan Kepala Kantor Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dengan mempertimbangkan:
|
(4) | Pertimbangan lain sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d meliputi:
|
(5) | Pelayanan kepabeanan mandiri sebagaimana dimaksud pada ayat (1), meliputi:
|
(6) | Pelayanan kepabeanan mandiri oleh Administrator KEK sebagaimana dimaksud pada ayat (4), dilakukan setelah mendapat penetapan Kepala Kantor Pengawasan. |
(7) | Format penetapan Kepala Kantor Pengawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran Huruf S yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Bagian Kedua
Unit Pengawasan
Pasal 99
Terhadap segala macam operasional Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha, Unit Pengawasan dapat melakukan kegiatan pengawasan secara proporsional sesuai dengan ketentuan peraturan yang mengatur mengenai tata laksana pengawasan di bidang kepabeanan dan cukai.
Bagian Ketiga
Tanda Pengaman Elektronik (e-seal)
Pasal 100
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat menggunakan tanda pengaman elektronik (e-seal) terhadap pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari KEK yang memerlukan pemasangan tanda pengaman. |
(2) | Pengadaan tanda pengaman elektronik (e-seal) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha setelah mendapat persetujuan Pejabat dan/atau SKP. |
(3) | Pemasangan, pelepasan dan/atau pengadministrasian tanda pengaman elektronik (e-seal) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Pejabat atau oleh Administrator KEK setelah mendapat persetujuan Pejabat dan/atau SKP. |
(4) | Bentuk dan tata cara pemasangan, pelepasan dan/atau pengadministrasian tanda pengaman elektronik (e-seal) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai tanda pengaman. |
Bagian Keempat
Returnable Package
Pasal 101
Dalam hal terdapat pemasukan dan/atau pengeluaran berupa kemasan yang dipakai berulang (returnable package), harus diberitahukan dengan uraian barang terpisah.
Bagian Kelima
Sistem INSW dan/atau SKP Tidak/Belum Berfungsi
Pasal 102
(1) | Dalam hal Sistem INSW tidak berfungsi dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai manajemen kelangsungan layanan teknologi informasi dan komunikasi lembaga national single window. |
(2) | Dalam hal SKP tidak berfungsi sesuai informasi dari unit yang bertanggungjawab terhadap SKP, kegiatan pelayanan dilakukan sesuai ketentuan yang mengatur mengenai pelayanan penyampaian pemberitahuan kepabeanan dan/atau pemberitahuan cukai dalam keadaan kahar. |
(3) | Dalam hal Sistem INSW dan/atau SKP sudah berfungsi kembali:
|
(4) | Tata cara pemasukan atau pengeluaran barang ke dan dari KEK dalam hal Sistem INSW dan/atau SKP tidak/belum berfungsi, dilaksanakan dengan ketentuan:
|
Bagian Keenam
Formulir
Pasal 103
Contoh formulir yang digunakan untuk kegiatan pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari KEK dalam pelaksanaan Peraturan Direktur Jenderal ini sesuai dengan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran Huruf T yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini.
Bagian Ketujuh
Pencabutan Penetapan Sebagai TPB dan Penetapan
Pendayagunaan IT Inventory Terhadap Pelaku Usaha di
KEK yang Sebelumnya Ditetapkan Sebagai TPB
Pasal 104
(1) | Terhadap perusahaan di KEK atau Pelaku Usaha di KEK yang sebelumnya sudah ditetapkan sebagai pengusaha TPB, penetapan sebagai TPB dapat dicabut dalam hal:
|
(2) | Pencabutan penetapan sebagai TPB sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan sesuai ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Terhadap barang yang masih berada pada TPB yang telah dicabut izinnya, diselesaikan dengan cara:
|
(4) | Dalam hal penyelesaian barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) telah dilaksanakan, penetapan pendayagunaan sistem persediaan berbasis teknologi informasi (IT Inventory) dapat diberikan. |
(5) | Dalam hal diterbitkan penetapan pencabutan izin TPB, perusahaan tidak dapat melakukan pemasukan barang sampai dengan ditetapkan pendayagunaan sistem persediaan berbasis teknologi informasi (IT Inventory). |
BAB XVIII
KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 105
Dalam hal perpindahan barang antar Pelaku Usaha dalam satu KEK belum dapat dilakukan melalui Sistem Aplikasi KEK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 75 ayat (3), perpindahan barang antar Pelaku Usaha dalam satu KEK dilakukan menggunakan dokumen pemberitahuan pabean pengeluaran barang dari TPB ke TPB lain.
Dalam hal Sistem Aplikasi KEK belum diberlakukan sesuai ketentuan dalam peraturan Direktur Jenderal ini:
a. | pemasukan barang asal luar Daerah Pabean ke KEK yang mendapatkan fasilitas pembebasan bea masuk dan/atau tidak dipungut PDRI dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang impor umum; |
b. | pemasukan barang ke KEK yang mendapatkan fasilitas penangguhan bea masuk, tidak dipungut PDRI, dan/atau tidak dipungut pajak pertambahan nilai (PPN) atau pajak pertambahan nilai dan pajak penjualan atas barang mewah (PPN dan PPnBM) dilakukan dengan menggunakan sistem dan dokumen TPB setelah ditetapkan sebagai Kawasan Pabean; |
c. | pengeluaran barang dari KEK dilakukan dengan menggunakan sistem dan dokumen TPB; dan/atau |
d. | pemasukan dan/atau pengeluaran barang ke dan dari KEK yang dilakukan oleh Pelaku Usaha KEK yang sebelumnya berstatus sebagai pengusaha di Kawasan Bebas, dilakukan dengan menggunakan sistem dan dokumen Kawasan Bebas. |
BAB XIX
KETENTUAN PENUTUP
Pasal 107
Pada saat Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku, Peraturan Direktur Jenderal Bea dan Cukai Nomor PER-2/BC/2021 tentang Tata Laksana Pemasukan, Perpindahan, dan Pengeluaran Barang Ke Dan Dari Kawasan Ekonomi Khusus dicabut dan dinyatakan tidak berlaku.?
Peraturan Direktur Jenderal ini mulai berlaku sejak tanggal ditetapkan
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 23 Desember 2022
DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI,
ttd.
ASKOLANI