Bentuk Dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, Dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi
PERATURAN DIREKTUR JENDERAL PAJAK
NOMOR PER - 24/PJ/2021
TENTANG
BENTUK DAN TATA CARA PEMBUATAN BUKTI PEMOTONGAN/PEMUNGUTAN
UNIFIKASI SERTA BENTUK, ISI, TATA CARA PENGISIAN, DAN PENYAMPAIAN
SURAT PEMBERITAHUAN MASA PAJAK PENGHASILAN UNIFIKASI
DIREKTUR JENDERAL PAJAK,
Menimbang :
MEMUTUSKAN :
Pasal 1
Pasal 2
(1) | Pemotong/Pemungut PPh yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh harus:
|
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri dari:
|
(3) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi beberapa jenis PPh, yaitu:
|
(4) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk Dokumen Elektronik, yang dibuat dan dilaporkan melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi. |
(5) | Pemotong/Pemungut PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat:
|
(6) | Pemotong/Pemungut PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa PPh Unifikasi yang telah disampaikan, untuk 1 (satu) atau beberapa jenis PPh di dalamnya. |
Pasal 3
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak perlu dibuat dalam hal tidak terdapat pemotongan atau pemungutan PPh. |
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tetap dibuat dalam hal:
|
(3) | SSP tetap dibuat dalam hal terjadi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. |
Pasal 4
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a terdiri dari:
|
||||||||||||||||||||||||
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
||||||||||||||||||||||||
(3) | Satu Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk:
|
||||||||||||||||||||||||
(4) | Dalam hal pada suatu Masa Pajak terdapat 2 (dua) atau lebih transaksi pemotongan/pemungutan PPh atas pihak yang sama dan dengan kode objek pajak yang sama, Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat 1 (satu) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar atas transaksi dimaksud. | ||||||||||||||||||||||||
(5) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai:
|
||||||||||||||||||||||||
(6) | Kode objek pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf b dapat diubah dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
Pasal 5
(1) | Dokumen
yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf b merupakan dokumen
yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh untuk melakukan pemotongan:
|
(2) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Pemotong/Pemungut PPh menggunakan sarana yang dimiliki oleh Pemotong/Pemungut PPh. |
(3) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dokumen buku tabungan, rekening koran, rekening kustodian, rekening efek, dan dokumen lain yang setara, baik berbentuk formulir kertas maupun dalam bentuk Dokumen Elektronik. |
(4) | Dokumen
yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
Pasal 6
(1) | Dalam
pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud
dalam pasal 2 ayat (1), pihak yang dipotong dan/atau dipungut harus
memberikan informasi identitas berupa:
|
||||||
(2) | Dalam hal Wajib Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ingin menerapkan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Wajib Pajak luar negeri dimaksud harus memberikan Surat Keterangan Domisili atau tanda terima Surat Keterangan Domisili sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 7
(1) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari:
|
(2) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 8
(1) | Pemotong/Pemungut PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib melakukan:
|
(2) | Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pemotong/Pemungut PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP, berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), yang dikenakan sebagai satu kesatuan dan tidak dihitung bagi tiap-tiap jenis PPh. |
(3) | Jumlah pajak yang disetorkan atau dibayarkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran atau pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a atau huruf b dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2 a) Undang-Undang KUP. |
(4) | Dalam hal terjadi keadaan yang mengakibatkan tidak dapat dilaksanakannya penyampaian SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), berupa kebakaran, bencana alam, kerusuhan, dan/atau keadaan luar biasa lainnya yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak, pengenaan sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
Pasal 9
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) huruf a yang dibuat melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) ditandatangani secara elektronik dengan Tanda Tangan Elektronik. | ||||
(2) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yang dibuat melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) ditandatangani secara elektronik dengan Tanda Tangan Elektronik dan disampaikan melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi. | ||||
(3) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditandatangani secara elektronik dengan Tanda Tangan Elektronik oleh Wajib Pajak/wakil Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak dengan menggunakan Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi DJP milik Wajib Pajak/wakil Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak dimaksud. | ||||
(4) | Wajib Pajak/wakil Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) yang:
harus mengajukan permohonan penerbitan Sertifikat Elektronik atau Kode Otorisasi DJP sesuai dengan peraturan perundang-undangan mengenai tata cara pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan serta penerbitan, penandatanganan, dan pengiriman keputusan atau ketetapan pajak secara elektronik. |
Pasal 10
(1) | Bukti
Pemotongan/Pemungutan Unifikasi yang telah dilaporkan dalam SPT Masa
PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (4) dapat
dilakukan:
|
(2) | Pemotong/Pemungut PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dapat membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) huruf b atas objek pajak yang belum dilaporkan dalam SPT Masa PPh Unifikasi. |
(3) | Pembetulan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan/atau pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka terhadap SPT Masa PPh Unifikasi yang bersangkutan. |
(4) | Pembetulan, pembatalan, dan/atau penambahan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaporkan dalam pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (6). |
(5) | Pembuatan, pembetulan, dan/atau pembatalan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dilakukan sesuai dengan cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 11
(1) | Pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 ayat (4) dilakukan dengan memberi tanda pada tempat yang disediakan dalam SPT Masa PPh Unifikasi. |
(2) | Pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka terhadap SPT Masa PPh Unifikasi yang bersangkutan. |
(3) | Pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi dilakukan sesuai tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
Pasal 12
(1) | Dalam hal pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 mengakibatkan adanya:
|
(2) | Jumlah pajak yang kurang disetor akibat pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP. |
Pasal 13
(1) | Pemotong/Pemungut PPh yang sebelum berlakunya Peraturan Direktur Jenderal ini telah membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-23/PJ/2020 tentang Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi, harus membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini mulai Masa Pajak Januari 2022. | ||||||
(2) | Pembuatan
Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan penyampaian SPT Masa PPh
Unifikasi berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini oleh
Pemotong/Pemungut PPh selain sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
||||||
(3) | Pemotong/Pemungut PPh yang telah membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi pada Masa Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf a tidak dapat membuat bukti pemotongan/pemungutan dan/atau menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan selain yang diatur berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal ini untuk Masa Pajak selanjutnya. | ||||||
(4) | Pemotong/Pemungut
PPh yang belum menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud
pada ayat (2) huruf a dapat membuat bukti pemotongan/pemungutan dan
menyampaikan Surat Pemberitahuan Masa PPh berdasarkan:
sampai dengan Masa Pajak Maret 2022. |
||||||
(5) | Pemotong/Pemungut
PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) huruf a yang belum
menyelesaikan pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan terkait
penyampaian Surat Pemberitahuan Masa PPh mulai Masa Pajak pertama kali
disampaikannya SPT Masa PPh Unifikasi sampai dengan Masa Pajak Maret
2022, pelaksanaan hak dan pemenuhan kewajiban dimaksud dilaksanakan
dengan ketentuan sebagai berikut:
|
||||||
(6) | Pelaksanaan
hak dan pemenuhan kewajiban perpajakan yang belum diselesaikan pada
Masa Pajak sebelum SPT Masa PPh Unifikasi pertama kali disampaikan
sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dilaksanakan berdasarkan:
|
Pasal 14
Pasal 15
Pasal 16