Penetapan Jenis Kendaraan Bermotor Yang Dikenai Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Dan Tata Cara Pengenaan, Pemberian Dan Penatausahaan Pembebasan, Dan Pengembalian Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
(1) | Jenis
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor
angkutan orang untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi dengan kapasitas isi silinder sampai dengan 3.000
(tiga ribu) cc, yang dikenai PPnBM dengan tarif:
|
(2) | Jenis
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor
angkutan orang untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang
termasuk pengemudi dengan kapasitas isi silinder lebih dari 3.000 (tiga
ribu) cc sampai dengan 4.000 (empat ribu) cc, yang dikenai PPnBM dengan
tarif:
|
(3) | Jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor angkutan orang untuk pengangkutan kurang dari 10 (sepuluh) orang termasuk pengemudi dengan motor listrik yang seluruh penggerak utamanya menggunakan listrik dari baterai atau media penyimpanan energi listrik lainnya atau pembangkit listrik lain secara langsung baik di kendaraan maupun di luar kendaraan, yang dikenai PPnBM dengan tarif 15% (lima belas persen) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Jenis
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor
angkutan orang untuk pengangkutan mulai dari 10 (sepuluh) orang sampai
dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi untuk kapasitas isi
silinder sampai dengan 3.000 (tiga ribu) cc, yang dikenai PPnBM dengan
tarif:
|
(2) | Jenis
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor
angkutan orang untuk pengangkutan mulai dari 10 (sepuluh) orang sampai
dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi untuk kapasitas isi
silinder sampai dengan 3.000 (tiga ribu) cc sampai dengan 4.000 (empat
ribu) cc, yang dikenai PPnBM dengan tarif:
|
(3) | Jenis Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor angkutan orang untuk pengangkutan mulai dari 10 (sepuluh) orang sampai dengan 15 (lima belas) orang termasuk pengemudi yang dengan motor listrik yang seluruh penggerak utamanya menggunakan listrik dari baterai atau media penyimpanan energi listrik lainnya atau pembangkit listrik lain secara langsung baik di kendaraan maupun di luar kendaraan, yang dikenai PPnBM dengan tarif 15% (lima belas persen) tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Jenis
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dengan
kabin ganda untuk kapasitas isi silinder sampai dengan 3.000 (tiga
ribu) cc, yang dikenai PPnBM dengan tarif:
|
(2) | Jenis
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dengan
kabin ganda untuk kapasitas isi silinder lebih dari 3.000 (tiga ribu)
cc sampai dengan 4.000 (empat ribu) cc, yang dikenai PPnBM dengan tarif:
|
(3) | Jenis
Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor kabin
ganda dengan motor listrik yang seluruh penggerak utamanya menggunakan
listrik dari baterai atau media penyimpanan energi listrik lainnya atau
pembangkit listrik lain secara langsung baik di kendaraan maupun di luar
kendaraan, yang dikenai PPnBM dengan tarif 10% (sepuluh persen)
tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari
Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kelompok Barang Kena Pajak yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor yang dikenai PPnBM dengan tarif sebesar 15% (lima belas persen) dengan Dasar Pengenaan Pajak sebesar 53 1/3% (lima puluh tiga satu per tiga persen) dari Harga Jual merupakan kendaraan bermotor yang termasuk program kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi flexy engine yang dapat menggunakan bahan bakar Bio Fuel 100 (seratus). |
(2) | Pengenaan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan sepanjang bahan bakar Bio Fuel 100 (seratus) telah tersedia secara nasional dan mudah diakses oleh masyarakat luas. |
(1) | Dasar
Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 sampai dengan Pasal
11, dan Pasal 17 tidak berlaku dalam hal adanya realisasi investasi
paling sedikit Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah) pada
industri kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi battery electric
vehicles:
|
(2) | Dasar
Pengenaan Pajak untuk kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 6 sampai dengan Pasal 11, dan Pasal 17 yang memenuhi ketentuan
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku sebagai berikut:
|
(3) | Pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan dengan keputusan Menteri berdasarkan rekomendasi yang disampaikan oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri atas tercapainya besaran realisasi investasi pada mobil listrik. |
(4) | Pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan untuk jangka waktu 2 (dua) tahun setelah adanya realisasi investasi. |
(5) | Dalam hal industri melakukan percepatan produksi komersial kendaraan battery electric vehicles, Menteri dapat mempercepat pemberlakuan tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (4) berdasarkan usulan dari menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang industri. |
(1) | PPnBM yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif dengan Dasar Pengenaan Pajak. |
(2) | Tarif PPnBM atas impor atau penyerahan Barang Kena Pajak yang tergolong mewah ditentukan berdasarkan:
|
(3) | Konsumsi bahan bakar minyak atau tingkat emisi CO2 sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b ditentukan berdasarkan laporan hasil pengujian dan/atau sertifikat uji tipe kendaraan bermotor yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang prasarana dan sarana transportasi dan disampaikan kepada kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
(4) | Setiap tipe kendaraan bermotor yang belum diterbitkan laporan hasil pengujian dan/atau sertifikat uji tipe sebagaimana dimaksud pada ayat (3), konsumsi bahan bakar minyak atau tingkat emisi CO2 ditentukan berdasarkan laporan hasil pengujian kendaraan yang diterbitkan oleh pabrikan, prinsipal, atau lembaga uji di negara asal kendaraan bermotor. |
(5) | PPnBM dihitung dengan tarif tertinggi sesuai jenis kendaraan bermotor dan kelompok kapasitas isi silinder, dalam hal Orang Pribadi atau Badan tidak dapat menunjukkan laporan hasil pengujian kendaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) pada saat impor untuk kendaraan bermotor asal impor atau saat penyerahan kendaraan bermotor untuk kendaraan bermotor hasil perakitan atau produksi di dalam Daerah Pabean. |
(6) | Dalam
hal laporan hasil pengujian dan/atau sertifikat uji tipe yang
diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan
di bidang prasarana dan sarana transportasi terhadap tipe kendaraan
sebagaimana dimaksud pada ayat (4) menunjukkan hasil pengujian berupa
konsumsi bahan bakar minyak atau tingkat emisi CO2 yang
berbeda dengan hasil pengujian kendaraan yang diterbitkan oleh pabrikan,
prinsipal, atau lembaga uji di negara asal kendaraan bermotor, berlaku
ketentuan sebagai berikut:
|
(7) | Kekurangan PPnBM yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (6) huruf a terutang pada saat dilakukannya impor atau saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(8) | PPnBM
yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) tidak dapat
diajukan permohonan pengembalian pembayaran PPnBM dalam hal setelah
impor atau penyerahan Wajib Pajak menyampaikan hasil uji tipe kendaraan
bermotor yang menunjukkan bahwa atas impor atau penyerahan kendaraan
bermotor seharusnya dikenai PPnBM yang lebih rendah. |
(1) | Dasar Pengenaan Pajak PPnBM atas impor Kendaraan CBU yaitu Nilai Impor. |
(2) | Dasar Pengenaan Pajak PPnBM atas penyerahan kendaraan bermotor hasil perakitan atau produksi di dalam Daerah Pabean yaitu Harga Jual. |
(3) | Dasar Pengenaan Pajak PPnBM atas kendaraan bermotor roda empat emisi karbon rendah yaitu Harga Jual yang dihitung dengan persentase sesuai Pasal 5 sampai dengan Pasal 18 dalam hal memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 dan diserahkan oleh PKP yang menghasilkan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. |
(4) | Dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan laporan hasil pengujian dan/atau sertifikat uji tipe yang diterbitkan oleh kementerian yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang prasarana dan sarana transportasi menunjukkan bahwa kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tidak sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 sampai dengan Pasal 18, Dasar Pengenaan Pajak atas penyerahan kendaraan bermotor dihitung sesuai dengan laporan hasil pengujian dan/atau sertifikat uji tipe. |
(5) | Kekurangan
PPnBM karena perubahan Dasar Pengenaan Pajak sebagaimana dimaksud pada
ayat (4) terutang pada saat penyerahan atau saat terutang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan dan wajib
dibayarkan ke kas negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau
sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat
Setoran Pajak. |
(1) | PPnBM dibebaskan atas impor atau penyerahan:
|
(2) | Kendaraan yang digunakan untuk tujuan protokoler kenegaraan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b merupakan semua jenis kendaraan bermotor yang digunakan untuk keperluan rombongan kepresidenan atau yang digunakan berkenaan dengan penyambutan tamu kenegaraan, tidak termasuk kendaraan bermotor yang digunakan oleh pejabat atau karyawan. |
(1) | Untuk memperoleh pembebasan dari pengenaan PPnBM atas impor atau penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan kendaraan bermotor harus memiliki SKB PPnBM atas kendaraan bermotor tersebut. |
(2) | SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dimiliki sebelum pengajuan pemberitahuan pabean impor atau penyerahan kendaraan bermotor dilakukan. |
(3) | Orang Pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu:
|
(4) | Dalam
hal Orang Pribadi atau Badan yang melakukan impor atau yang menerima
penyerahan kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Untuk memperoleh SKB PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1), Orang Pribadi atau Badan mengajukan permohonan SKB PPnBM kepada Direktur Jenderal Pajak secara elektronik melalui laman Direktorat Jenderal Pajak atau laman yang terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(2) | Permohonan SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus memuat informasi:
|
(3) | Permohonan SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilengkapi dengan dokumen pendukung yang diunggah pada laman Direktorat Jenderal Pajak atau laman yang terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak. |
(4) | Dokumen pendukung sebagaimana dimaksud pada ayat (3) berupa:
|
(5) | Selain
memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), ayat (3), dan
ayat (4), Orang Pribadi atau Badan harus memenuhi ketentuan sebagai
berikut:
|
(1) | Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian kelengkapan dan kesesuaian dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4) terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1). |
(2) | Berdasarkan
penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Direktur Jenderal Pajak
secara elektronik dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja
setelah permohonan SKB PPnBM diterima menerbitkan:
|
(3) | Dalam hal permohonan Orang Pribadi atau Badan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, Orang Pribadi atau Badan dapat mengajukan kembali permohonan SKB PPnBM. |
(1) | Dalam hal laman Direktorat Jenderal Pajak atau laman yang terintegrasi dengan sistem Direktorat Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (1) belum tersedia atau tidak dapat diakses, Orang Pribadi atau Badan dapat mengajukan permohonan SKB PPnBM secara langsung ke kantor pelayanan pajak tempat terdaftar yang ditujukan kepada Direktur Jenderal Pajak c.q. kepala kantor pelayanan pajak dengan melampirkan dokumen pendukung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (4). |
(2) | Permohonan SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sah apabila ditandatangani oleh orang pribadi, pengurus, pejabat yang berwenang, atau kuasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Berdasarkan
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor pelayanan
pajak dalam jangka waktu paling lama 5 (lima) hari kerja setelah
permohonan SKB PPnBM diterima menerbitkan:
|
(4) | Dalam hal permohonan Orang Pribadi atau Badan ditolak sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b, Orang Pribadi atau Badan dapat mengajukan permohonan SKB PPnBM kembali. |
(5) | Wajib Pajak bertanggung jawab terhadap kebenaran informasi yang diisi atau disampaikan dalam permohonan penerbitan SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Pasal 29 ayat (1). |
(1) | Orang
Pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) yang
akan melakukan impor dan telah memperoleh SKB PPnBM sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a atau Pasal 31 ayat (3) huruf a harus:
|
(2) | Orang Pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) yang akan menerima penyerahan kendaraan bermotor dan telah memperoleh SKB PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a atau Pasal 31 ayat (3) huruf a harus menyerahkan SKB PPnBM kepada PKP yang menyerahkan kendaraan bermotor. |
(3) | PKP
yang menyerahkan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan
PPnBM, harus menerbitkan Faktur Pajak dengan ketentuan mencantumkan:
|
(1) | Dalam hal terdapat kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dalam penerbitan SKB PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 30 ayat (2) huruf a atau Pasal 31 ayat (3) huruf a, kepala kantor pelayanan pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak secara jabatan atau melalui permohonan Wajib Pajak yang melakukan impor atau yang menerima penyerahan dapat mengganti SKB PPnBM dengan menerbitkan SKB PPnBM pengganti. |
(2) | Permohonan penggantian SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus disertai dengan alasan tertulis dilakukannya penggantian dengan dilampiri asli SKB PPnBM yang telah diterbitkan. |
(3) | Berdasarkan permohonan penggantian SKB PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1), kepala kantor pelayanan pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak melakukan penelitian administrasi atas kesalahan tulis dan/atau kesalahan hitung dan kelengkapan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (3), kepala kantor
pelayanan pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak dalam jangka waktu
paling lama 5 (lima) hari kerja setelah surat permohonan diterima
lengkap memberikan keputusan berupa:
|
(5) | SKB PPnBM pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a berlaku terhitung sejak tanggal mulai berlakunya SKB PPnBM yang dilakukan penggantian. |
(1) | Kepala kantor pelayanan pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak menerbitkan surat keterangan pembatalan SKB PPnBM atau surat keterangan pembatalan SKB PPnBM pengganti dalam hal diperoleh data dan/atau informasi yang menunjukkan bahwa Orang Pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) tidak berhak memperoleh SKB PPnBM. |
(2) | Berdasarkan surat keterangan pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Orang Pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (3) wajib membayar PPnBM yang dibebaskan dan/atau PPN yang kurang dibayar. |
(3) | PPN yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan PPN yang seharusnya dibayar dengan memperhitungkan PPnBM dalam Dasar Pengenaan Pajak PPN apabila atas penyerahan tersebut tidak dibebaskan dari PPnBM. |
(4) | PPnBM dan/atau PPN yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terutang pada saat dilakukannya impor atau saat terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(5) | PPnBM dan/atau PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib dibayarkan ke kas negara dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak. |
(6) | PPN yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) merupakan pajak masukan yang dapat dikreditkan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | PPnBM
yang telah dibebaskan dan/atau PPN yang kurang dibayar atas impor atau
perolehan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), wajib dibayar apabila
dalam jangka waktu 4 (empat) tahun sejak dilakukannya impor atau sejak
perolehan, kendaraan tersebut:
|
(2) | PPN yang kurang dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan PPN yang seharusnya dibayar dengan memperhitungkan PPnBM dalam Dasar Pengenaan Pajak PPN apabila atas penyerahan tersebut tidak dibebaskan dari PPnBM. |
(3) | PPnBM dan/atau PPN yang wajib dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terutang pada saat kendaraan bermotor digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindah tangankan kepada pihak lain. |
(4) | PPnBM dan/atau PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dibayarkan ke kas negara dalam jangka waktu paling lama 1 (satu) bulan terhitung sejak kendaraan bermotor digunakan tidak sesuai dengan tujuan semula atau dipindahtangankan kepada pihak lain dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan Surat Setoran Pajak. |
(5) | PPN yang telah dibayar sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dikreditkan sebagai pajak masukan. |
(1) | Orang
Pribadi atau Badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (4) dapat
mengajukan permohonan pengembalian PPnBM atas impor atau perolehan
kendaraan bermotor yang dibebaskan dari pengenaan PPnBM sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), dengan ketentuan:
|
(2) | PKP
yang melakukan penyerahan kendaraan bermotor yang dibebaskan dari
pengenaan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dapat
mengajukan permohonan pengembalian PPnBM yang telah dibayar atau
dipungut pada lini sebelumnya, dengan ketentuan:
|
(1) | Permohonan pengembalian PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dan 38 disampaikan kepada kepala kantor pelayanan pajak tempat Orang Pribadi atau Badan atau PKP terdaftar. |
(2) | Permohonan pengembalian PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur tentang tata cara pengembalian atas kelebihan pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang. |
(3) | Permohonan
pengembalian PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 disampaikan
paling lama 12 (dua belas) bulan setelah dilakukannya impor atau
penyerahan kendaraan bermotor, dengan dilampiri:
|
(4) | Berdasarkan
permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38, kepala kantor pelayanan
pajak melakukan penelitian kebenaran pembayaran pajak dan penelitian
terhadap:
|
(5) | Berdasarkan
hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), kepala kantor
pelayanan pajak atas nama Direktur Jenderal Pajak:
|
(6) | Surat ketetapan pajak lebih bayar atau surat penolakan permohonan pengembalian PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diberikan paling lama 2 (dua) bulan sejak surat permohonan diterima lengkap. |
(7) | Dalam hal permohonan pengembalian PPnBM ditolak, Orang Pribadi atau Badan atau PKP dapat mengajukan permohonan kembali sepanjang permohonan tersebut disampaikan dalam jangka waktu paling lama 12 (dua belas) bulan setelah dilakukannya impor atau penyerahan kendaraan bermotor. |
(3) | SKB PPnBM yang terbit sebelum berlakunya Peraturan Menteri ini masih dapat dipergunakan oleh Orang Pribadi atau Badan untuk memperoleh pembebasan PPnBM setelah berlakunya Peraturan Menteri ini. |
(4) | Permohonan SKB PPnBM yang belum diselesaikan sampai dengan berlakunya Peraturan Menteri ini, diselesaikan berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini. |
(5) | Permohonan
pengembalian PPnBM atas impor atau penyerahan oleh pabrikan atau pihak
yang menghasilkan kendaraan bermotor dilakukan yang disampaikan sebelum
tanggal berlakunya Peraturan Menteri ini, penyelesaian pengembaliannya
dilakukan sesuai dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri ini. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Oktober 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI | |
Diundangkan di Jakarta |