Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum Dan Ciri Khusus Pada Meterai Tempel, Kode Unik Dan Keterangan Tertentu Pada Meterai Elektronik, Meterai Dalam Bentuk Lain, Dan Penentuan Keabsahan Meterai, Serta Pemeteraian Kemudian.
(1) | Pihak Yang Terutang melakukan pembayaran Bea Meterai yang terutang pada saat terutang Bea Meterai. |
(2) | Dokumen yang terutang Bea Meterai dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). |
(1) | Pembayaran
Bea Meterai yang terutang pada Dokumen dilakukan dengan menggunakan:
|
(2) | Meterai
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
|
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dilakukan dengan membubuhkan Meterai Tempel yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen, pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Pembubuhan
Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan
ketentuan:
|
(1) | Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a memiliki ciri umum dan ciri khusus. |
(2) | Ciri umum dan ciri khusus pada Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Selain ciri khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat ditambahkan ciri khusus pada Meterai Tempel yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b dilakukan dengan membubuhkan Meterai Elektronik melalui Sistem Meterai Elektronik pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Pembubuhan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memperhatikan petunjuk penggunaan yang merupakan satu kesatuan dengan Sistem Meterai Elektronik. |
(1) | Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (1) memiliki kode unik dan keterangan tertentu. |
(2) | Kode unik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa 22 (dua puluh dua) digit nomor seri Meterai Elektronik yang dihasilkan oleh Sistem Meterai Elektronik. |
(3) | Keterangan
tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(1) | Meterai
Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf c
meliputi:
|
(2) | Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c hanya digunakan dalam pemungutan Bea Meterai atas surat berharga berupa cek dan bilyet giro. |
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) dilakukan oleh Pembuat Meterai dengan membubuhkan Meterai Dalam Bentuk Lain pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Dalam hal Dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas 2 (dua) lembar atau lebih, Meterai Dalam Bentuk Lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen. |
(1) | Pembuat
Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) yang akan
membubuhkan:
|
(2) | Pembubuhan Meterai Teraan atau Meterai Komputerisasi mengurangi saldo Deposit sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sebesar nilai nominal Meterai yang dibubuhkan. |
(3) | Pembubuhan Meterai Percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c dilakukan berdasarkan permintaan Pemungut Bea Meterai tanpa didahului Deposit. |
(4) | Pemungut Bea Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib melakukan penyetoran Bea Meterai sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(1) | Meterai
Teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf a memiliki
unsur yang meliputi:
|
(2) | Meterai
Komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf b
memiliki unsur yang meliputi:
|
(3) | Meterai
Percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (1) huruf c memiliki
unsur yang meliputi:
|
a. | Pemeteraian Kemudian dengan jumlah lebih dari 50 (lima puluh) Dokumen; |
b. | pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a tidak memungkinkan untuk dilakukan karena Meterai Tempel tidak tersedia atau tidak dapat digunakan; atau |
c. | pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf b tidak memungkinkan untuk dilakukan karena terjadi kegagalan Sistem Meterai Elektronik. |
(1) | Pembayaran
Bea Meterai dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf b dilakukan dengan ketentuan:
|
(2) | Ketentuan mengenai contoh format daftar Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Pembayaran
Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel sah jika memenuhi
ketentuan:
|
(2) | Pembayaran
Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Elektronik sah jika memenuhi
ketentuan:
|
(3) | Pembayaran
Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Dalam Bentuk Lain sah jika
memenuhi ketentuan:
|
(1) | Direktur Jenderal Pajak menentukan keabsahan Meterai dalam hal diperlukan penentuan keabsahan Meterai. |
(2) | Penentuan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permintaan penentuan keabsahan Meterai dari Pihak Yang Terutang atau pihak lain. |
(3) | Permintaan penentuan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan Meterai yang dimintakan penentuan keabsahannya. |
(4) | Keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan hasil penelitian keabsahan Meterai. |
(5) | Dalam hal diperlukan untuk penelitian keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan atau penjelasan dari pihak yang melaksanakan pencetakan Meterai Tempel atau pembuatan Meterai Elektronik. |
a. | Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana mestinya; dan/atau |
b. | Dokumen yang digunakan sebagai alat bukti di pengadilan. |
a. | Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 100% (seratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a terutang Bea Meterai sejak tanggal 1 Januari 2021; |
b. | Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat terutangnya Bea Meterai ditambah dengan sanksi administratif sebesar 200% (dua ratus persen) dari Bea Meterai yang terutang, dalam hal Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a terutang Bea Meterai sebelum tanggal 1 Januari 2021; dan |
c. | Bea Meterai yang terutang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku pada saat Pemeteraian Kemudian dilakukan atas Dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf b. |
(1) |
Pembayaran Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal
20 dilakukan dengan menggunakan :
|
(2) | Pembayaran sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a dan huruf b dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 (empat satu satu enam satu satu) dan kode jenis setoran 512 (lima satu dua). |
(1) | Pemeteraian
Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 disahkan oleh:
|
(2) | Pejabat Pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a hanya dapat melakukan pengesahan atas pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan dengan menggunakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) huruf a. |
(3) | Atas
pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan
dengan menggunakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21
ayat (1) huruf a, Pejabat Pos atau Pejabat Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) memastikan:
|
(4) | Atas
pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan
dengan menggunakan Meterai Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal
21 ayat (1) huruf b, Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud
pada ayat
(1) huruf b memastikan:
|
(5) | Atas
pembayaran Bea Meterai melalui Pemeteraian Kemudian yang dilakukan
dengan menggunakan SSP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1)
huruf c, Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b
memastikan:
|
(6) | Dalam
hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), dan
ayat (5) telah terpenuhi, Pejabat Pos atau Pejabat Pengawas sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan
cap
Pemeteraian Kemudian pada:
|
(1) | Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b atas Dokumen yang Bea Meterainya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi Meterai. |
(2) | Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen dalam hal Pihak Yang Terutang dapat membuktikan bahwa Pemungut Bea Meterai telah menyetorkan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan kepada Pihak Yang Terutang atas Bea Meterai yang tidak atau kurang dibayar dan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 huruf a atau huruf b, dalam hal Pihak Yang Terutang tidak melakukan Pemeteraian Kemudian atas Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 huruf a. |
(2) | Pihak Yang Terutang menyetorkan Bea Meterai yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke kas negara. |
(1) | Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) huruf b atas Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (1). |
(2) | Dalam
hal diperlukan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat
Pengawas melakukan penelitian mengenai:
|
(3) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) terpenuhi, Pejabat Pengawas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak. |
(1) | Kepala KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar menyampaikan pemberitahuan kepada kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar dalam hal ditemukan data bahwa Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar merupakan Dokumen yang Bea Meterainya seharusnya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai. |
(2) | Kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar menindaklanjuti pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Bea Meterai. |
(1) | Meterai Tempel yang telah dicetak berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 65/PMK.03/2014 tentang Bentuk, Ukuran, dan Warna Benda Meterai tetap berlaku dan masih dapat dipergunakan sampai dengan tanggal 31 Desember 2021, dan tidak dapat ditukarkan dengan uang atau dalam bentuk apa pun. |
(2) | Pembayaran
Bea Meterai dengan menggunakan Meterai Tempel sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) dilakukan dengan ketentuan:
|
(3) | Tanda Bea Meterai lunas yang telah dibubuhkan pada surat berharga berupa cek dan bilyet giro dengan menggunakan teknologi percetakan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133b/KMK.04/2000 tentang Pelunasan Bea Meterai dengan Menggunakan Cara Lain dapat digunakan untuk pembayaran Bea Meterai yang terutang. |
(4) | Selisih antara Bea Meterai yang seharusnya terutang dan tarif Bea Meterai yang tertera pada tanda Bea Meterai lunas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) wajib dilunasi dengan menggunakan Meterai Teraan atau SSP, paling lama sebelum Dokumen digunakan. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 September 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |