Tata Cara Pengenaan Tarif Bea Masuk atas Barang Impor Berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina
1. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara di atasnya, serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang Kepabeanan. |
2. | Kawasan yang Ditetapkan Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas yang selanjutnya disebut Kawasan Bebas adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan bea masuk, Pajak Pertambahan Nilai, Pajak Penjualan atas Barang Mewah, dan cukai. |
3. | Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. |
4. | Tempat Penimbunan Berikat yang selanjutnya disingkat TPB adalah bangunan, tempat, atau kawasan, yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan bea masuk. |
5. | Pusat Logistik Berikat yang selanjutnya disingkat PLB adalah TPB untuk menimbun barang asal luar Daerah Pabean dan/atau barang yang berasal dari tempat lain dalam daerah pabean, dapat disertai dengan 1 (satu) atau lebih kegiatan sederhana dalam jangka waktu tertentu untuk dikeluarkan kembali. |
6. | Tempat Lain Dalam Daerah Pabean yang selanjutnya disingkat TLDDP adalah Daerah Pabean selain Kawasan Bebas dan TPB. |
7. | Importir adalah orang perseorangan atau badan hukum yang melakukan kegiatan memasukkan barang ke dalam Daerah Pabean. |
8. | Penyelenggara/Pengusaha TPB adalah:
|
9. | Penyelenggara/Pengusaha PLB adalah:
|
10. | Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK adalah:
|
11. | Tarif Preferensi adalah tarif bea masuk berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina yang besarannya ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina. |
12. | PPFTZ dengan Kode 01 yang selanjutnya disebut PPFTZ- 01 adalah pemberitahuan pabean untuk pemasukan dan pengeluaran barang ke dan dari Kawasan Bebas dari dan ke luar Daerah Pabean, dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke TLDDP. |
13 | Harmonized Commodity Description and Coding System yang selanjutnya disebut Harmonized System (HS) adalah standar internasional atas sistem penamaan dan penomoran yang digunakan untuk pengklasifikasian produk perdagangan dan turunannya yang dikelola oleh World Customs Organization (WCO). |
14 | Penelitian Ulang adalah penelitian kembali atas tarif dan/atau nilai pabean yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean impor dan penelitian kembali atas tarif, harga, jenis, dan/atau jumlah barang yang diberitahukan dalam dokumen pemberitahuan pabean ekspor melalui pengujian dengan data, informasi dan dokumen lain terkait. |
15 | Audit Kepabeanan adalah kegiatan pemeriksaan laporan keuangan, buku, catatan, dan dokumen yang menjadi bukti dasar pembukuan, surat yang berkaitan dengan kegiatan usaha termasuk data elektronik, surat yang berkaitan dengan kegiatan di bidang kepabeanan, dan/atau sediaan barang dalam rangka pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
16 | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan Undang-Undang Kepabeanan. |
17 | Sistem Komputer Pelayanan yang selanjutnya disingkat SKP adalah sistem komputer yang digunakan oleh Kantor Pabean dalam rangka pengawasan dan pelayanan kepabeanan. |
18 | Ketentuan Asal Barang (Rulesof yang selanjutnya disebut Ketentuan Asal Barang adalah ketentuan khusus yang ditetapkan berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina untuk menentukan negara asal barang. |
19 | Negara Anggota adalah negara yang menandatangani Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina. |
20 | Bahan Originating adalah bahan yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina. |
21 | Barang Originating adalah barang yang memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina. |
22 | Bahan Non-Originating adalah bahan yang berasal dari luar Wilayah Palestina atau bahan yang tidak memenuhi Ketentuan Asal Barang berdasarkan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina. |
23 | Aturan Khusus Produk (Rules) yang selanjutnya disebut PSR adalah aturan yang merinci mengenai:
|
24 | Instansi Penerbit Surat Keterangan Asal yang selanjutnya disebut Instansi Penerbit SKA adalah instansi pemerintah atau institusi yang ditunjuk pemerintah di Negara Anggota pengekspor yang diberi kewenangan untuk menerbitkan SKA Form P atas barang yang akan diekspor. |
25 | Surat Keterangan Asal (Certificate of Origin) Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina yang selanjutnya disebut SKA Form P adalah dokumen pelengkap pabean yang diterbitkan oleh Instansi Penerbit SKA yang akan digunakan sebagai dasar pemberian Tarif Preferensi. |
26 | Overleaf Notes adalah halaman sebalik SKA Form P yang berisi ketentuan mengenai pengisian SKA Form P dan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari SKA Form P. |
27 | Dokumen Pelengkap Pabean adalah semua dokumen yang digunakan sebagai pelengkap pemberitahuan pabean, misalnya invoice, packing list, bill of lading/ airway bill, manifest, dan dokumen lainnya yang dipersyaratkan. |
28 | Surat Keterangan Asal Elektronik Form D yang selanjutnya disebut e-Form D adalah SKA Form D yang disusun sesuai dengan e-ATIGA Form D Process Specification and Message Implementation Guideline, dan dikirim secara elektronik antar Negara Anggota. |
29 | Invoice dari Negara/Piliak Ketiga yang selanjutnya disebut Third Country Invoice/Party Invoice adalah invoice yang diterbitkan oleh perusahaan lain yang berlokasi di Negara/pihak ketiga (baik Negara Anggota atau selain Negara Anggota) atau yang berlokasi di negara yang sama dengan negara tempat diterbitkannya SKA. |
30 | Surat Keterangan Asal Back-to-Back yang selanjutnya disebut SKA Back-to-Back adalah SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor kedua berdasarkan SKA yang diterbitkan oleh Negara Anggota pengekspor pertama. |
31 | Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi adalah tanggal bill of lading untuk moda pengangkutan laut, tanggal airway bill untuk moda pengangkutan udara, atau tanggal dokumen pengangkutan darat untuk moda pengangkutan darat. |
32 | Permintaan Retroactive Check adalah permintaan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai kepada Instansi Penerbit SKA untuk mendapatkan informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form P. |
33 | Verification Visit adalah kegiatan yang dilakukan oleh pejabat bea dan cukai di Negara Anggota penerbit SKA Form P untuk memperoleh data atau informasi mengenai pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form P. |
34 | Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang keuangan. |
35 | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
36 | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan. |
(1) | Barang impor dapat dikenakan Tarif Preferensi yang besarnya dapat berbeda dari tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN). | ||||||||||
(2) | Besaran tarif bea masuk sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ditetapkan dalam Peraturan Menteri mengenai penetapan tarif bea masuk dalam rangka Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina. | ||||||||||
(3) | Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan terhadap:
| ||||||||||
(4) | Pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf d angka 3, harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(1) | Ketentuan Asal Barang terdiri dari:
|
(2) | Rincian lebih lanjut mengenai Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf a, meliputi;
|
(2) | Kriteria asal barang (origin criteria) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, meliputi:
|
(3) | Dalam hal klasifikasi barang termasuk dalam daftar PSR sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c, kriteria asal barang (origin criteria) harus ditetapkan berdasarkan daftar PSR dimaksud, walaupun kriteria yang terdapat pada ayat (2) huruf a atau huruf b telah terpenuhi. |
(1) | Kriteria pengiriman (consignment criteria) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) huruf b meliputi:
|
(2) | Barang
impor dapat dikirim melalui 1 (satu) atau lebih negara selain Negara
Anggota, sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, untuk tujuan
transit dan/atau transhipment atau penimbunan sementara, dengan
ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Ketentuan
prosedural (procedural provisions) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3
ayat (1) huruf c terkait dengan penerbitan SKA Form P, berlaku ketentuan
sebagai berikut:
|
(2) | Instansi
Penerbit SKA dapat menerbitkan SKA Form P lebih dari 3 (tiga) hari
kerja setelah Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi, namun tidak
melebihi jangka waktu 12 (dua belas) bulan sejak Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi dengan memberikan tanda/tulisan/cap "ISSUED RETROSPECTNELY" pada kolom 11 SKA Form P. |
(3) | Dalam hal SKA Form P hilang atau rusak, dapat digunakan SKA Form P pengganti, dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam
hal terdapat kesalahan pada saat pengisian SKA Form P, koreksi atas
pengisian dilakukan dengan cara melakukan perbaikan, dengan ketentuan
sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal pada bill of lading atau dokumen pengangkutan lainnya terdapat tanggal penerbitan dan tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut, Tanggal Pengapalan atau Tanggal Eksportasi ditentukan pada saat tanggal dimuatnya barang ke sarana pengangkut. |
(1) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Importir wajib:
|
(2) | Untuk
Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam
kategori jalur kuning atau jalur merah, penyerahan lembar asli SKA Form P
ke Kantor Pabean dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Untuk
Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang termasuk dalam
kategori jalur hijau, penyerahan lembar asli SKA Form P ke Kantor Pabean
dilaksanakan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Untuk Importir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah ditetapkan sebagai mitra utama kepabeanan atau Authorized. Economic Operator (AEO), lembar asli SKA Form P wajib diserahkan kepada Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean paling lambat 5 (lima) hari kerja terhitung sejak Pemberitahuan Impor Barang (PIB) mendapatkan Surat Persetujuan Pengeluaran Barang (SPPB). |
(5) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha TPB wajib:
|
(6) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Penyelenggara/Pengusaha PLB wajib:
|
(7) | Untuk
dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2,
pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3)
huruf d angka 3, wajib:
|
(8) | Untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK berpedoman pada ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(9) | Dalam
hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK,
untuk dapat menggunakan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 2, Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, wajib:
|
(10) | Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK, menyerahkan Dokumen Pelengkap Pabean dengan berpedoman pada peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(11) | Dalam hal penyerahan dokumen secara elektronik telah tersedia dalam SKP, Dokumen Pelengkap Pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dapat diserahkan secara elektronik. |
(12) | Lembar asli SKA Form P sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) meliputi:
|
(13) | SKA Form P sebagaimana dimaksud pada ayat (2) sampai dengan ayat (9) harus masih berlaku pada saat:
|
(1) | SKA
Form P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dapat disampaikan secara
elektronik oleh Instansi Penerbit SKA kepada Kantor Pabean sesuai
dengan:
|
(2) | Dalam hal SKA Form P disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemenuhan kewajiban penyerahan lembar asli SKA Form P sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8, dikecualikan untuk Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK. |
(3) | Tata
cara importasi dan penelitian atas penggunaan SKA Form P yang
disampaikan secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan sesuai dengan:
|
(1) | Pejabat Bea dan Cukai di Kantor Pabean melakukan penelitian terhadap SKA Form P untuk pengenaan Tarif Preferensi. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai dapat meminta informasi kepada Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KE K, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(3) | Terhadap pengenaan Tarif Preferensi atas barang yang diimpor dengan menggunakan SKA Form P sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Penelitian Ulang atau Audit Kepabeanan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Penelitian terhadap SKA Form P untuk pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, meliputi:
| ||||||||||
(2) | Dalam
hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf
b, dan huruf c menunjukkan bahwa barang impor tidak memenuhi 1 (satu)
atau lebih ketentuan dalam Ketentuan Asal Barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1), SKA Form P ditolak dan atas barang impor dimaksud dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum {Most Favoured Nation/MFN). | ||||||||||
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d sampai dengan huruf g menunjukkan:
| ||||||||||
(4) | SKA Form P diragukan keabsahan dan kebenaran isinya, apabila berdasarkan hasil penelitian terdapat:
| ||||||||||
(5) | Dalam hal SKA Form P terdiri dari beberapa jenis barang, penolakan terhadap salah satu jenis barang tidak membatalkan pengenaan Tarif Preferensi atas jenis barang lain yang memenuhi Ketentuan Asal Barang. |
(1) | SKA Form P tetap sah dalam hal terdapat perbedaan yang bersifat minor (minor discrepancies). |
(2) | Perbedaan yang bersifat minor sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(1) | Terhadap SKA Form P yang diragukan keabsahan dan kebenaran isinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (4), dilakukan Permintaan Retroactive Check kepada Instansi Penerbit SKA, dan atas barang impor tersebut dikenakan tarif bea masuk yang berlaku umum (Most Favoured Nation/MFN). |
(2) | Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan secara acak (random). |
(3) | Permintaan
Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2),
dilampiri dengan copy atau pindaian SKA Form P, dengan menyebutkan
alasan, dan disertai dengan:
|
(4) | Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) disampaikan oleh:
|
(5) | Permintaan Retroactive Check dapat dilakukan lebih dari 1 (satu) kali jika jawaban tidak disertai dengan bukti pendukung atau jawaban tidak memberikan keyakinan yang cukup bagi Pejabat Bea dan Cukai, dengan memperhatikan jangka waktu yang telah disepakati sesuai dengan Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina. |
(6) | SKA Form P ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan jika jawaban atas Permintaan Retroactive Check tidak disampaikan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal diterimanya Permintaan Retroactive Check, dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form P. |
(1) | Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat melakukan Visit jika jawaban atas Permintaan Retroactive Check sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 diragukan kebenarannya, dan/atau tidak mencukupi untuk membuktikan pemenuhan Ketentuan Asal Barang dan/atau keabsahan SKA Form P. | ||||
(2) | Dalam rangka pelaksanaan Verification Visit, Direktur Jenderal atau Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk menyampaikan pemberitahuan tertulis kepada Instansi Penerbit SKA. | ||||
(3) | Berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Negara Anggota pengimpor dan Instansi Penerbit SKA menyepakati bersama atas rencana pelaksanaan Verification Visit. | ||||
(4) | Verification Visit harus dilakukan dalam jangka waktu paling lambat 60 (enam puluh) hari setelah tanggal diterimanya pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). | ||||
(5) | SKA Form P ditolak dan Tarif Preferensi tidak diberikan apabila:
| ||||
(6) | Keseluruhan proses verifikasi, termasuk proses Permintaan Retroactive Check dan pelaksanaan Verification Visit, penetapan hasil verifikasi, dan penyampaian diterima atau ditolaknya SKA Form P, harus dilakukan dalam jangka waktu paling lama 180 (seratus delapan puluh) hari setelah diterimanya Permintaan Retroactive Check. |
(1) | Pihak yang terlibat dalam proses Permintaan Retroactive Check dan pelaksanaan Verification Visit harus menjaga kerahasiaan informasi. |
(2) | Informasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat diungkapkan oleh instansi yang berwenang melakukan penelitian dan penindakan terkait Ketentuan Asal Barang. |
(1) | Dalam hal jawaban atas permintaan Retroactive Check, SKA Form P diduga palsu atau dipalsukan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penelitian lebih lanjut berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(2) | Terhadap Importir, Penyelenggara/Pengusaha TPB, Penyelenggara/Pengusaha PLB, pengusaha di Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf d angka 3, atau Badan Usaha/Pelaku Usaha KEK yang menggunakan SKA Foim P sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilakukan pemutakhiran profil dan koordinasi dengan Negara Anggota penerbit SKA Foim P terkait dengan penyelesaian hal tersebut sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam Memorandum Saling Pengertian antara Pemerintah Republik Indonesia dan Pemerintah Negara Palestina tentang Fasilitasi Perdagangan untuk Produk Tertentu yang Berasal dari Wilayah Palestina. |
(3) | Dalam hal hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditemukan bukti yang cukup adanya dugaan pelanggaran tindak pidana di bidang kepabeanan, Pejabat Bea dan Cukai melakukan penyidikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. |
(1) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai melakukan monitoring dan/atau evaluasi terhadap pemanfaatan SKA Form P di wilayah kerja masing-masing secara periodik. |
(2) | Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Bea dan Cukai atau Kepala Kantor Pelayanan Utama Bea dan Cukai menyampaikan hasil monitoring dan/atau evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada direktur yang melaksanakan tugas dan fungsi di bidang kerja sama kepabeanan internasional sebagai bahan evaluasi kebijakan pemanfaatan SKA Form P. |
(1) | Barang impor yang berasal dari Wilayah Palestina dengan nilai ex-works tidak melebihi US$200.00 (dua ratus United States Dollar), dapat dikenakan Tarif Preferensi tanpa harus melampirkan SKA Form P. |
(2) | Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan, sepanjang importasi tersebut:
|
(3) | Pengenaan Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), hanya diberikan terhadap barang impor yang menggunakan dokumen Pemberitahuan Impor Barang (PIB). |
(1) | Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi:
|
(2) | Penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B angka I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Dalam hal telah ditetapkan dokumen pemberitahuan pabean khusus untuk KEK, penelitian Ketentuan Asal Barang untuk pengenaan Tarif Preferensi atas pengeluaran barang dari KEK ke TLDDP dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Lampiran huruf B angka IV yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Dalam hal terjadi keadaan kahar (force majeure), Menteri dapat menetapkan prosedur pemberian Tarif Preferensi. |
(2) | Penetapan prosedur pemberian Tarif Preferensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilimpahkan kewenangannya kepada Direktur Jenderal untuk dan atas nama Menteri. |
(3) | Direktur Jenderal yang menerima pelimpahan wewenang dari Menteri sebagaimana dimaksud pada ayat (2):
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 23 Juni 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI | |
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 24 Juni 2021 KEPALA BADAN PEMBINAAN HUKUM NASIONAL KEMENTERIAN HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA, ttd. WIDODO EKATJAHJANA |