Tata Cara Penetapan Pendayagunaan Dan Kriteria Sistem Informasi Persediaan Berbasis Komputer (It Inventory) Bagi Badan Usaha Atau Pelaku Usaha Di Kawasan Ekonomi Khusus
1. | Daerah Pabean adalah wilayah Republik Indonesia yang meliputi wilayah darat, perairan, dan ruang udara diatasnya serta tempat-tempat tertentu di Zona Ekonomi Eksklusif dan landas kontinen yang di dalamnya berlaku Undang-Undang tentang Kepabeanan. |
2. | Kawasan Pabean adalah Kawasan yang dengan batas-batas tertentu di pelabuhan laut, bandar udara atau tempat lain yang ditetapkan untuk lalu lintas barang yang sepenuhnya berada di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
3. | Kawasan Ekonomi Khusus yang selanjutnya disingkat KEK adalah kawasan dengan batas tertentu dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang ditetapkan untuk menyelenggarakan fungsi perekonomian dan memperoleh fasilitas tertentu. |
4. | Kawasan yang ditetapkan sebagai kawasan perdagangan bebas dan pelabuhan bebas, yang selanjutnya disebut sebagai Kawasan Bebas, adalah suatu kawasan yang berada dalam wilayah hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terpisah dari Daerah Pabean sehingga bebas dari pengenaan Bea Masuk, Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM). |
5. | Tempat Penimbunan Berikat, yang selanjutnya disingkat TPB, adalah bangunan, tempat atau kawasan yang memenuhi persyaratan tertentu yang digunakan untuk menimbun barang dengan tujuan tertentu dengan mendapatkan penangguhan Bea Masuk. |
6. | Administrator KEK adalah bagian dari Dewan Kawasan yang dibentuk untuk setiap KEK guna membantu Dewan Kawasan dalam penyelenggaraan KEK. |
7. | Badan Usaha adalah perusahaan berbadan hukum yang berupa Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, koperasi, swasta, dan usaha patungan untuk menyelenggarakan kegiatan usaha KEK. |
8. | Pelaku Usaha adalah perusahaan yang berbentuk badan hukum, tidak berbadan hukum, atau usaha orang perseorangan yang melakukan kegiatan usaha di KEK. |
9. | Persediaan adalah semua barang termasuk sediaan barang yang terkait dengan pemenuhan kewajiban di bidang kepabeanan, cukai, dan perpajakan. |
10. | Sistem
Informasi Persediaan Berbasis Komputer, yang selanjutnya disebut
IT Inventory, adalah suatu sistem informasi yang dirancang,
dibangun,
dan digunakan oleh perusahaan untuk:
|
11. | Pembangunan adalah pendirian kawasan, perusahaan atau pabrik baru untuk menghasilkan barang dan/atau jasa. |
12. | Pengembangan adalah pengembangan kawasan, perusahaan atau pabrik yang telah ada meliputi penambahan, modernisasi, rehabilitasi dan/atau restrukturisasi dari alat-alat produksi termasuk mesin untuk tujuan peningkatan jumlah, jenis dan/atau kualitas hasil produksi barang dan/atau jasa. |
13. | Saat Mulai Berproduksi Komersial adalah saat pertama kali hasil produksi atau jasa dari Kegiatan Usaha Utama dijual atau diserahkan, atau digunakan sendiri untuk proses produksi lebih lanjut. |
14. | Sistem Pengendalian Internal, yang selanjutnya disingkat SPI, adalah sebuah sistem yang digunakan untuk mengomunikasikan dan mengendalikan bagian-bagian yang terkait dengan kegiatan/aktivitas bisnis perusahaan, perpindahan barang, proses akuntansi, dan lain-lain yang bertujuan untuk memastikan kepatuhan perusahaan terhadap peraturan. |
15. | Menteri adalah Menteri Keuangan Republik Indonesia. |
16. | Direktur Jenderal adalah Direktur Jenderal Bea dan Cukai. |
17. | Kantor Pabean adalah kantor dalam lingkungan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai tempat dipenuhinya kewajiban pabean sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
18. | Kantor Pelayanan Pajak, yang selanjutnya disingkat KPP, adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Pajak. |
19. | Pejabat Bea dan Cukai adalah pegawai Direktorat Jenderal Bea dan Cukai yang ditunjuk dalam jabatan tertentu untuk melaksanakan tugas tertentu berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan dan Undang-Undang Cukai. |
20. | Bea Masuk adalah pungutan negara berdasarkan Undang-Undang Kepabeanan yang dikenakan terhadap barang yang diimpor. |
21. | Pajak Dalam Rangka Impor, yang selanjutnya disingkat PDRI, adalah Pajak Pertambahan Nilai (PPN), Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM), dan/atau Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 22. |
(1) | Untuk mendapatkan fasilitas penangguhan Bea Masuk, Badan Usaha atau Pelaku Usaha wajib mendayagunakan IT Inventory. |
(2) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK yang telah menyelesaikan masa Pembangunan atau Pengembangan harus memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada Saat Mulai Berproduksi Komersial. |
(3) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib menyampaikan data atas pendayagunaan IT Inventory kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui sistem aplikasi KEK. |
(4) | Penyampaian
data sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan dengan cara:
|
(5) | Penyampaian
data sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dapat dilakukan secara:
|
(6) | Penyampaian data sebagaimana dimaksud pada ayat (5) disampaikan oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha dalam pengajuan permohonan penetapan pendayagunaan IT Inventory. |
(7) | IT
Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling kurang meliputi
kriteria sebagai berikut:
|
(7) | Informasi
yang diperoleh dari IT Inventory Badan Usaha atau Pelaku Usaha dapat
dimanfaatkan untuk:
|
(1) | Untuk mendapatkan penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Badan Usaha atau Pelaku Usaha mengajukan permohonan kepada Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK. |
(2) | Terhadap
permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor Pabean
yang mengawasi KEK melakukan:
|
(3) | Pemeriksaan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a meliputi validitas dokumen yang dilampirkan pada daftar isian kelengkapan permohonan. |
(4) | Pemeriksaan
lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b meliputi:
|
(5) | Pemeriksaan dokumen, pemeriksaan lokasi, dan penerbitan berita acara pemeriksaan lokasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilakukan dalam jangka waktu paling lama 3 (tiga) hari kerja terhitung sejak pernyataan kesiapan pemeriksaan lokasi dalam permohonan. |
(6) | Tata cara pengajuan permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(7) | Berita acara pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK menyampaikan undangan pemaparan proses bisnis kepada Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan. |
(2) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dapat mengundang Kepala KPP untuk hadir dalam pemaparan proses bisnis. |
(3) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling cepat pada hari kerja berikutnya atau paling lambat 3 (tiga) hari kerja setelah tanggal penerbitan berita acara pemeriksaan. |
(4) | Terhadap
pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kepala Kantor
Pabean yang mengawasi KEK melakukan pengujian dan penilaian
atas:
|
(1) | Badan Usaha atau Pelaku Usaha yang mengajukan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) harus melakukan pemaparan proses bisnis kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh perwakilan direksi Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(3) | Tata cara pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) tercantum dalam Lampiran huruf C yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK memberikan persetujuan atau penolakan atas permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) berdasarkan manajemen risiko dengan mempertimbangkan hasil penilaian pemaparan proses bisnis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (4). |
(2) | Persetujuan atau penolakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicantumkan dalam berita acara hasil penilaian pemaparan proses bisnis dan diberikan paling lama 1 (satu) jam setelah pemaparan selesai dilakukan. |
(3) | Berita acara hasil penilaian pemaparan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(4) | Dalam hal permohonan disetujui, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan keputusan mengenai penetapan pendayagunaan IT Inventory menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran E yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(5) | Dalam hal permohonan ditolak, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai menerbitkan surat penolakan disertai alasan penolakan. |
a. | memasang tanda nama perusahaan sebagai Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK; |
b. | menyediakan sarana dan prasarana untuk penyelenggaraan pertukaran data elektronik untuk Badan Usaha atau Pelaku Usaha di KEK dalam hal Kantor Pabean yang mengawasi KEK menerapkan sistem aplikasi KEK; |
c. | mendayagunakan teknologi informasi untuk pengelolaan pemasukan dan pengeluaran barang yang merupakan subsistem dari sistem informasi akuntansi yang akan menghasilkan informasi laporan keuangan dan dapat diakses untuk kepentingan pemeriksaan oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai serta Direktorat Jenderal Pajak; |
d. | mendayagunakan Closed Circuit Television (CCTV) untuk pengawasan pemasukan dan pengeluaran barang yang dapat diakses secara langsung (realtime) dan daring (online) oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak serta memiliki data rekaman paling sedikit 7 (tujuh) hari sebelumnya; |
e. | memiliki Nomor Pokok Pengusaha Barang Kena Cukai (NPPBKC) dalam hal jenis barang yang ditimbun berupa Barang Kena Cukai (BKC); |
f. | melakukan pencacahan (stock opname) terhadap barang-barang yang ditimbun di Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK Bersama-sama dengan Pejabat Bea dan Cukai dari Kantor Pabean yang mengawasi KEK, paling sedikit 1 (satu) kali pencacahan (stock opname) dalam kurun waktu 1 (satu) tahun; |
g. | menyimpan dan menatausahakan barang yang ditimbun di dalam Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK secara tertib, sehingga dapat diketahui jenis, spesifikasi, jumlah pemasukan, dan pengeluaran sediaan barang secara secara sistematis secara elektronik, serta posisinya jika dilakukan pencacahan (stock opname); |
h. | menyimpan dan memelihara dengan baik buku dan catatan serta dokumen yang berkaitan dengan kegiatan usahanya dalam kurun waktu 10 (sepuluh) tahun; |
i. | menyelenggarakan pembukuan berdasarkan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum di Indonesia; |
j. | mengajukan perubahan (update) data jika terdapat data yang berubah terkait perizinan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK; |
k. | memberikan akses terhadap data dan dokumen atas seluruh kegiatan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha di KEK yang dibutuhkan dalam rangka pemeriksaan pabean oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai; |
l. | menyerahkan dokumen yang berkaitan dengan kegiatan Badan Usaha dan/atau Pelaku Usaha apabila dilakukan audit oleh Direktorat Jenderal Bea dan Cukai dan/atau Direktorat Jenderal Pajak; dan |
m. | menyampaikan data atas pendayagunaan IT Inventory kepada Direktorat Jenderal Bea dan Cukai melalui sistem aplikasi KEK dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran F yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Penetapan
pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)
dibekukan dalam hal:
|
(2) | Pembekuan penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran G yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | Selama
masa pembekuan, Badan Usaha atau Pelaku Usaha:
|
(1) | Badan
Usaha atau Pelaku Usaha dapat mengajukan permohonan pemberlakuan
kembali penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana
dimaksud dalam
Pasal 6 ayat (4) dalam hal:
|
(2) | Pemberlakuan kembali penetapan pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran H yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Penetapan
pendayagunaan IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (4)
dicabut dalam hal:
|
(2) | Pencabutan penetapan IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK atas nama Direktur Jenderal Bea dan Cukai dengan menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam
hal penetapan pendayagunaan IT Inventory telah dilakukan
pencabutan, barang asal luar Daerah Pabean yang masih terutang
atau
masih menjadi tanggung jawab Badan Usaha atau Pelaku
Usaha harus:
|
(2) | Dalam
hal penetapan pendayagunaan IT Inventory telah dilakukan
pencabutan, barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean yang
masih
tersisa pada Badan Usaha atau Pelaku Usaha harus:
|
(3) | Dalam hal jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terlampaui maka atas barang dimaksud dinyatakan sebagai barang tidak dikuasai. |
(1) | Untuk kepentingan pemeriksaan, Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk dapat mengakses IT Inventory yang dimiliki oleh Badan Usaha atau Pelaku Usaha. |
(2) | Data dan/atau informasi yang diterima oleh Pejabat Bea dan Cukai yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dikelola dengan profesional, bersifat rahasia, dan digunakan untuk kepentingan pelaksanaan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Bea dan Cukai sesuai dengan ketentuan perundang-undangan. |
(1) | Akses terhadap IT Inventory sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) hanya dapat dilakukan oleh Pejabat Bea dan Cukai yang ditunjuk. |
(2) | Pejabat Bea dan Cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilarang memberitahukan data dan/atau informasi yang diperoleh dari akses terhadap IT Inventory kepada pihak lain yang tidak berhak. |
(3) | Pejabat
Bea dan Cukai yang:
|
(4) | Dalam hal terdapat permintaan akses terhadap data IT Inventory oleh pihak lain yang berwenang sesuai dengan ketentuan perundang-undangan, Kepala Kantor Pabean yang mengawasi KEK dapat memberikan persetujuan. |
(1) | Badan Usaha dan Pelaku Usaha yang telah beroperasi di lokasi KEK wajib mendayagunakan IT Inventory dalam jangka waktu paling lama 6 (enam) bulan sejak menggunakan fasilitas kepabeanan dan perpajakan. |
(2) | Fasilitas kepabeanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan fasilitas penangguhan Bea Masuk. |
(3) | Jangka waktu 6 (enam) bulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terhitung sejak tanggal dokumen pemberitahuan pabean pertama kali yang menggunakan fasilitas sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |