Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai Atau Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Oleh Badan Usaha Milik Negara dan Perusahaan Tertentu Yang Dimiliki Secara Langsung Oleh Badan Usaha Milik Negara Sebagai Pemungut Pajak Pertambahan Nilai
(1) | PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang atas penyerahan BKP dan/atau JKP oleh rekanan kepada pemungut PPN dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN. |
(2) | Rekanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Pengusaha Kena Pajak yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN. |
(3) | Dalam hal terjadi penyerahan BKP dan/atau JKP oleh pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) kepada pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lainnya, PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh pemungut PPN yang melakukan penyerahan BKP dan/atau JKP. |
(1) | Pemungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:
|
(2) | Perusahaan tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c merupakan perusahaan yang dimiliki secara langsung oleh BUMN dengan kepemilikan saham di atas 25% (dua puluh lima persen). |
(3) | Perusahaan tertentu yang dimiliki secara langsung oleh BUMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c ditetapkan dengan Keputusan Menteri Keuangan. |
(4) | Dalam hal perusahaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dan huruf c tidak lagi dimiliki secara langsung oleh BUMN, perusahaan dimaksud tidak lagi ditunjuk sebagai pemungut PPN. |
(1) | Jumlah PPN yang dipungut oleh pemungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu sebesar 10% (sepuluh persen) dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. |
(2) | Dalam hal atas penyerahan BKP, selain terutang PPN juga terutang PPnBM, jumlah PPnBM yang dipungut oleh pemungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) yaitu sebesar tarif PPnBM yang berlaku dikalikan dengan Dasar Pengenaan Pajak. |
(1) | PPN atau PPN dan PPnBM tidak dipungut oleh pemungut PPN dalam hal:
|
(2) | PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dipungut, disetor, dan dilaporkan oleh rekanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Rekanan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib membuat Faktur Pajak untuk setiap penyerahan BKP dan/atau JKP kepada pemungut PPN. |
(2) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dibuat pada saat:
|
(3) | Faktur Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pemungutan PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) dilakukan pada saat:
|
(2) | Pemungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib menyetorkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut dengan menggunakan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak, paling lama tanggal 15 (lima belas) bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(3) | Surat
Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat
Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat oleh pemungut
PPN atas nama rekanan dengan mencantumkan:
|
(4) | Pemungut PPN harus menyampaikan cetakan, salinan, atau fotokopi Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada rekanan. |
(5) | Pemungut PPN sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) wajib melaporkan PPN atau PPN dan PPnBM yang telah dipungut dan disetor dengan menggunakan Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) bagi pemungut PPN, paling lama pada akhir bulan berikutnya setelah Masa Pajak dilakukannya pemungutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berakhir sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(6) | Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai (SPT Masa PPN) bagi pemungut PPN sebagaimana dimaksud pada ayat (5) wajib dilampiri dengan daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak. |
(7) | Daftar nominatif Faktur Pajak dan Surat Setoran Pajak atau sarana administrasi lain yang disamakan dengan Surat Setoran Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (6) dibuat menggunakan format sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 29 Januari 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |