Pembayaran Bea Meterai, Ciri Umum dan Ciri Khusus Meterai Tempel, Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai Dalam Bentuk Lain, dan Penentuan Keabsahan Meterai, serta Pemeteraian Kemudian
(1) | Pihak Yang Terutang melakukan pembayaran Bea Meterai yang terutang pada Dokumen pada saat terutang Bea Meterai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 Undang-Undang Bea Meterai. |
(2) | Dokumen yang terutang Bea Meterai dikenai Bea Meterai dengan tarif tetap sebesar Rp 10.000,00 (sepuluh ribu rupiah). |
(1) | Pembayaran Bea Meterai yang terutang pada Dokumen dilakukan dengan menggunakan:
|
(2) | Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a berupa:
|
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang sah dan berlaku serta belum pernah dipakai untuk pembayaran Bea Meterai atas suatu Dokumen, dengan cara menempelkan pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Pembubuhan Meterai tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan:
|
(1) | Meterai tempel sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2) huruf a memiliki ciri umum dan ciri khusus. |
(2) | Ciri umum dan ciri khusus Meterai tempel sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tercantum dalam Lampiran huruf A yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Selain ciri khusus sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dapat ditambahkan ciri khusus Meterai tempel yang ditetapkan dengan Keputusan Menteri. |
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan mesin teraan meterai digital pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Dalam hal Dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas dua lembar atau lebih, Meterai teraan dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen. |
(3) | Meterai teraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf a berwarna merah dan memiliki unsur-unsur yang meliputi:
|
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan sistem komputerisasi pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Dalam hal Dokumen yang terutang Bea Meterai terdiri atas dua lembar atau lebih, Meterai komputerisasi dibubuhkan pada lembar pertama Dokumen. |
(3) | Meterai komputerisasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf b memiliki unsur-unsur yang meliputi:
|
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c dilakukan dengan membubuhkan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan pada Dokumen yang terutang Bea Meterai. |
(2) | Pembubuhan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dilakukan dalam rangka pemungutan Bea Meterai atas Dokumen berupa cek dan bilyet giro. |
(1) | Pembubuhan Meterai yang dibuat dengan menggunakan teknologi percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 ayat (1) dilaksanakan oleh Pembuat Meterai yang telah memperoleh izin tertulis dari Direktur Jenderal Pajak untuk membuat Meterai percetakan. |
(2) | Meterai percetakan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 huruf c memiliki unsur-unsur yang meliputi:
|
(1) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai tempel sah dalam hal:
|
(2) | Pembayaran Bea Meterai dengan menggunakan Meterai dalam bentuk lain sah dalam hal:
|
(1) | Direktur Jenderal Pajak menentukan keabsahan Meterai dalam hal diperlukan penentuan keabsahan Meterai. |
(2) | Penentuan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan permintaan penentuan keabsahan Meterai dari pihak yang terutang atau pihak lain. |
(3) | Permintaan penentuan keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) harus dilampiri dengan Meterai yang dimintakan penentuan keabsahannya. |
(4) | Keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan berdasarkan hasil penelitian keabsahan Meterai. |
(5) | Dalam hal diperlukan, Direktur Jenderal Pajak dapat meminta keterangan atau penjelasan dari pihak yang melaksanakan pencetakan Meterai tempel dalam rangka penelitian keabsahan Meterai sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(1) | Pembayaran Bea Meterai yang terutang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 dilakukan dengan menggunakan :
|
(2) | Pembayaran sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a dan huruf b dilakukan dengan menggunakan formulir SSP atau Kode Billing dengan kode akun pajak 411611 dan kode jenis setoran 512. |
(1) | Pemeteraian Kemudian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 disahkan oleh:
|
(2) | Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memastikan:
|
(3) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terpenuhi, Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada:
|
(1) | Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) atas Dokumen yang Bea Meterainya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai tetapi belum dibubuhi Meterai. |
(2) | Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen dalam hal Pihak Yang Terutang dapat membuktikan bahwa Pemungut Bea Meterai telah menyetorkan Bea Meterai yang terutang atas Dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Kepala KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar dapat menerbitkan surat ketetapan pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang ketentuan umum dan tata cara perpajakan kepada Pihak Yang Terutang untuk menagih Bea Meterai yang terutang dan sanksi administratif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 huruf a atau huruf b, dalam hal Pihak Yang Terutang tidak melakukan Pemeteraian Kemudian atas Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 19 huruf a. |
(2) | Pihak Yang Terutang menyetorkan Bea Meterai yang ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ke kas negara. |
(1) | Pihak Yang Terutang dapat meminta pengesahan kepada Pejabat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) atas Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25. |
(2) | Dalam hal diperlukan pengesahan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pejabat melakukan penelitian mengenai:
|
(3) | Dalam hal ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) telah terpenuhi, Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) melakukan pengesahan dengan membubuhkan cap Pemeteraian Kemudian pada Dokumen atau daftar Dokumen yang Bea Meterainya ditetapkan dengan surat ketetapan pajak. |
(1) | Kepala KPP tempat Pihak Yang Terutang terdaftar menyampaikan pemberitahuan kepada Kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar dalam hal ditemukan data bahwa Dokumen yang Bea Meterainya tidak atau kurang dibayar merupakan Dokumen yang Bea Meterainya seharusnya dipungut oleh Pemungut Bea Meterai. |
(2) | Kepala KPP tempat Pemungut Bea Meterai terdaftar menindaklanjuti pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai Bea Meterai. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 19 Januari 2021 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |