Tata Cara Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari Kawasan yang Telah Ditunjuk Sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas
(1) | Pemasukan barang dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapat izin usaha dari Badan Pengusahaan Kawasan. |
(2) | Pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat memasukkan barang ke Kawasan Bebas yang berhubungan dengan kegiatan usahanya. |
(3) | Jumlah dan jenis barang yang berhubungan dengan kegiatan usahanya sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(4) | Pemasukan barang konsumsi untuk kebutuhan penduduk dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, hanya dapat dilakukan oleh pengusaha yang telah mendapatkan izin dari Badan Pengusahaan Kawasan, dalam jumlah dan jenis yang ditetapkan oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(5) | Jumlah dan jenis barang konsumsi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak dapat dilakukan perubahan apabila:
|
(1) | Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan datang dari:
|
(2) | Pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan:
|
(3) | Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1), yang sarana pengangkutnya mempunyai jadwal kedatangan secara teratur dalam suatu periode tertentu, cukup menyerahkan Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut (JKSP) kepada Pejabat di setiap Kantor Pabean yang akan disinggahi paling lambat sebelum kedatangan sarana pengangkut yang pertama dalam jadwal tertentu. |
(4) | Pengangkut wajib memberitahukan setiap perubahan:
|
(5) | Tata cara penyerahan dan penatausahaan pemberitahuan Rencana Kedatangan Sarana Pengangkut (RKSP) atau Jadwal Kedatangan Sarana Pengangkut (JKSP) sesuai ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran I Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Pengangkut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) wajib menyerahkan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest dalam bahasa Indonesia atau bahasa Inggris kepada Pejabat di Kantor Pabean. | ||||||||
(2) | Kewajiban menyerahkan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||
(3) | Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah berdasarkan kelompok barang. | ||||||||
(4) | Kewajiban untuk menyerahkan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi sarana pengangkut yang tidak melakukan pembongkaran dan pemuatan barang, dalam hal:
| ||||||||
(5) | Selain Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sebagaimana, dimaksud pada ayat (1), pengangkut wajib menyerahkan pemberitahuan mengenai:
| ||||||||
(6) | Untuk sarana pengangkut melalui udara, daftar penumpang dan/atau awak sarana pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (5) huruf a, diserahkan paling lama sebelum kedatangan sarana pengangkut. | ||||||||
(7) | Dalam hal pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak mengangkut barang, pengangkut wajib menyerahkan pemberitahuan nihil. | ||||||||
(8) | Tata cara penyerahan dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran II Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Pengangkut atau pihak lain yang bertanggungjawab atas barang dapat mengajukan perbaikan terhadap Inward Manifest yang telah mendapatkan nomor pendaftaran, dalam hal:
| ||||||
(2) | Perbaikan terhadap Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan sepanjang dapat dibuktikan dengan dokumen pendukung. | ||||||
(3) | Perbaikan terhadap Inward Manifest yang telah mendapatkan nomor pendaftaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean. | ||||||
(4) | Dalam hal diperlukan perincian lebih lanjut atas pos Inward Manifest yang telah mendapatkan nomor pendaftaran dari barang yang dikirim secara konsolidasi, pengangkut atau pihak lain yang bertanggungjawab atas barang dapat mengajukan perbaikan terhadap Inward Manifest yang telah mendapatkan nomor pendaftaran tanpa persetujuan Kepala Kantor Pabean. | ||||||
(5) | Pihak yang mengajukan perbaikan Inward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (4) bertanggung jawab terhadap akibat yang timbul dari pengajuan perbaikan tersebut. | ||||||
(6) | Tata cara perbaikan Inward Manifest sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran III Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Pengangkut yang sarana pengangkutnya akan berangkat dari Kawasan Bebas menuju:
|
(2) | Kewajiban menyerahkan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan paling lama sebelum keberangkatan sarana pengangkut. |
(3) | Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat secara rinci dalam pos-pos serta dikelompokkan secara terpisah berdasarkan kelompok barang. |
(4) | Pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak mengangkut barang, wajib menyerahkan pemberitahuan nihil. |
(5) | Kewajiban menyerahkan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikecualikan bagi sarana pengangkut yang tidak melakukan pembongkaran dan pemuatan barang, dalam hal:
|
(6) | Tata cara penyerahan dan penatausahaan Pemberitahuan Pabean berupa Outward Manifest sesuai dengan ketentuan sebagaimana, ditetapkan dalam Lampiran IV Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Perbaikan terhadap Outward Manifest yang telah didaftarkan dapat dilakukan perbaikan oleh pengangkut atau pihak lain yang bertanggung jawab atas barang setelah mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Pengangkut atau pihak lain yang bertanggung jawab atas barang harus mengajukan perbaikan Outward Manifest dalam hal terdapat data Outward Manifest yang harus dilakukan perbaikan. |
(3) | Perbaikan Outward Manifest sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
|
(4) | Perbaikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan paling lama 3 x 24 (tiga kali dua puluh empat) jam terhitung sejak Outward Manifest didaftarkan di Kantor Pabean. |
(5) | Untuk kepentingan kelengkapan dan akurasi data, Direktur Jenderal atau Pejabat yang ditunjuk dapat memberikan pengecualian jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4). |
(6) | Tata cara perbaikan Outward Manifest sesuai dengan ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran V Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Penutupan pos pada Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest dan/atau Outward Manifest dengan kode BC 1.1 dapat dilakukan secara manual atau secara elektronik. |
(2) | Penutupan pos sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan mencantumkan nomor dan tanggal Pemberitahuan Pabean atau dokumen lain yang digunakan untuk penyelesaian Kewajiban Pabean. |
(1) | Pemberitahuan Pabean berupa Inward Manifest dan Outward Manifest yang telah didaftarkan ke Kantor Pabean dapat dilakukan pembatalan. |
(2) | Pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan cara diajukan permohonan oleh pengangkut dan setelah mendapatkan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk. |
(1) | Pembongkaran barang dari sarana pengangkut yang datang dari luar Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, atau tempat lain dalam Daerah Pabean wajib dilakukan di Kawasan Pabean dalam pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(2) | Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan setelah pengangkut menyerahkan Pemberitahuan Pabean atas barang yang diangkutnya dan telah mendapatkan nomor dan tanggal pendaftaran. |
(3) | Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean oleh Pejabat. |
(4) | Pengangkut harus membuat laporan mengenai pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Dalam hal sarana pengangkut dalam keadaan darurat, pengangkut dapat membongkar barang terlebih dahulu, dengan dikenai kewajiban berupa:
|
(2) | Pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan pabean oleh Pejabat. |
(3) | Pengangkut harus membuat laporan mengenai pembongkaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Pemuatan barang ke dalam sarana pengangkut dilaksanakan setelah mendapat persetujuan dari Pejabat dan/atau sistem komputer pelayanan. |
(2) | Persetujuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diberikan setelah dilakukan penelitian dokumen dan/atau Pemeriksaan Fisik barang. |
(1) | Barang yang telah diberitahukan untuk dikeluarkan dari Kawasan Bebas sementara menunggu pemuatannya, dapat ditimbun di Tempat Penimbunan Sementara atau tempat lain dengan izin Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Pemuatan barang wajib dilakukan di Kawasan Pabean di pelabuhan atau bandar udara yang ditunjuk oleh Badan Pengusahaan Kawasan. |
(1) | Penimbunan barang yang belum diselesaikan kewajiban pabeannya dapat dilaksanakan di:
|
(2) | Penimbunan barang di tempat lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b diberikan dalam hal :
|
(3) | Atas Penimbunan barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan pengawasan Pabean oleh Pejabat dan dibuatkan laporan Penimbunan. |
(1) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan Tempat Penimbunan Sementara dengan tujuan untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Pengeluaran barang dari suatu tempat ke tempat lain dalam satu Kawasan Bebas yang melewati tempat lain dalam Daerah Pabean, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Ketentuan mengenai kewajiban untuk menyampaikan Pemberitahuan Pabean untuk pengeluaran barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1), tidak berlaku untuk:
|
(4) | PPFTZ dengan kode PPFTZ-01 atau PPFTZ dengan kode PPFTZ-02 sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dibuat oleh pengusaha yang akan memasukkan barang atau Pengusaha Pengurusan Jasa Kepabeanan (PPJK) berdasarkan dokumen pelengkap pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan/ atau pajak yang dibebaskan. |
(5) | Dalam hal barang berasal dari Tempat Penimbunan Berikat, PPFTZ dengan kode PPFTZ-02 wajib dilampiri dengan Pemberitahuan Pabean pengeluaran barang dari Tempat Penimbunan Berikat tujuan Kawasan Bebas. |
(6) | Dalam hal barang berasal dari Kawasan Bebas lain, PPFTZ dengan kode PPFTZ-02 wajib dilampiri dengan Pemberitahuan Pabean pengeluaran dari Kawasan Bebas lain. |
(7) | Untuk pengeluaran atas barang berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(8) | Penggunaan Customs Declaration sebagaimana dimaksud pada ayat (7) huruf b hanya diwajibkan untuk pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean. |
(9) | Pengeluaran atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a, huruf b, huruf c, huruf d, dan huruf e, dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai barang pindahan, barang penumpang, barang awak sarana pengangkut, barang pelintas batas, dan barang kiriman. |
(10) | Pengeluaran atas barang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan oleh Direktur Jenderal. |
(1) | Pengeluaran barang dari Kawasan Pabean, atau tempat lain yang diperlakukan sama dengan Tempat Penimbunan Sementara dengan tujuan untuk dimasukkan ke Kawasan Bebas yang berasal dari tempat lain dalam Daerah Pabean, wajib menggunakan PPFTZ dengan kode PPFTZ-03. |
(2) | PPFTZ dengan kode PPFTZ-03 dibuat oleh pengusaha yang memasukkan barang asal tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas berdasarkan invoice, packing list, kontrak jual beli, faktur pajak, bill of lading/air way bill, dan/atau dokumen pelengkap lainnya. |
(3) | PPFTZ dengan kode PPFTZ-03 wajib dibuat oleh pengusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2), sepanjang menyangkut pemberian fasilitas:
|
(4) | Atas Pemasukan barang dari tempat lain dalam Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, sepanjang menyangkut pemberian fasilitas PPN tidak dipungut, pengawasan dan pengadministrasiannya dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak. |
(1) | Terhadap Pengeluaran barang dari Kawasan Bebas berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Penggunaan PPFTZ dengan kode PPFTZ-01 dalam rangka Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Luar Daerah Pabean dibuat oleh pengusaha berdasarkan dokumen pelengkap pabean dengan menghitung sendiri bea keluar yang seharusnya dibayar apabila atas pengeluaran barang tersebut dikenakan bea keluar. |
(3) | Penggunaan PPFTZ dengan kode PPFTZ-01 dalam rangka Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain Dalam Daerah Pabean dibuat oleh pengusaha berdasarkan dokumen pelengkap pabean dengan menghitung sendiri bea masuk, cukai, dan pajak yang seharusnya dibayar. |
(4) | Penggunaan PPFTZ dengan kode PPFTZ-02 dalam rangka Pengeluaran Barang dari Kawasan Bebas ke Tempat Penimbunan Berikat atau ke Kawasan Bebas lain dibuat oleh pengusaha berdasarkan dokumen pelengkap pabean. |
(5) | Penggunaan PPFTZ dengan kode PPFTZ-01 dan PPFTZ dengan kode PPFTZ-02 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak diperlukan untuk pengeluaran barang pribadi penumpang, awak sarana pengangkut, dan barang kiriman sampai dengan batas nilai pabean dan/atau jumlah tertentu. |
(6) | PPFTZ dengan kode PPFTZ-01 dan PPFTZ dengan kode PPFTZ-02 sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilampiri Pemberitahuan Pabean yang digunakan pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas. |
(7) | Dalam hal pengusaha tidak dapat melampirkan Pemberitahuan Pabean yang digunakan pada saat pemasukan barang ke Kawasan Bebas sebagaimana dimaksud pada ayat (6), barang yang akan dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Tempat Penimbunan Berikat, atau Kawasan Bebas lain, diperlakukan sebagai barang yang berasal dari luar Daerah Pabean. |
(8) | Barang hasil produksi Kawasan Bebas yang akan dikeluarkan ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, atau Tempat Penimbunan Berikat, wajib melampirkan konversi penggunaan barang atau bahan baku, dalam hal barang atau bahan baku tersebut berasal dari:
|
(9) | Konversi penggunaan barang atau bahan baku sebagaimana dimaksud pada ayat (8), harus mendapatkan persetujuan dari Badan Pengusahaan Kawasan. |
(10) | Dalam hal barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean merupakan barang yang dikenakan bea keluar, diperlakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai bea keluar. |
(1) | Penyampaian PPFTZ dengan kode PPFTZ-01, PPFTZ dengan kode PPFTZ-02, dan/atau PPFTZ dengan kode PPFTZ-03 ke Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan dilakukan melalui sistem PDE Kepabeanan. |
(2) | PPFTZ dengan kode PPFTZ-01, PPFTZ dengan kode PPFTZ-02, dan/atau PPFTZ dengan kode PPFTZ-03, dokumen pelengkap pabean dan bukti pembayaran bea masuk, cukai, dan pajak atau bukti pembayaran bea keluar, disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean tempat pemasukan atau pengeluaran barang. |
1) | paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas dan paling lama sebelum dimasukkan ke Kawasan Pabean. |
2) | atas barang curah yang dimuat ke sarana pengangkut dapat disampaikan oleh pengusaha sebelum keberangkatan sarana pengangkut. |
3) | atas pengeluaran barang berupa tenaga listrik, barang cair, atau gas melalui transmisi atau saluran pipa disampaikan secara periodik paling lama 1 (satu) hari kerja setelah pemeriksaan jumlah pengiriman barang dari Kawasan Bebas pada alat ukur yang ditetapkan di Kawasan Bebas. |
(1) | PPFTZ dengan kode PPFTZ-01, PPFTZ dengan kode PPFTZ-02, atau PPFTZ dengan kode PPFTZ-03, dalam rangka pemasukan barang ke Kawasan Bebas dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas, ke tempat lain dalam Daerah Pabean, Kawasan Bebas lain, atau Tempat Penimbunan Berikat yang disampaikan melalui sistem PDE Kepabeanan, hasil cetak PPFTZ dengan kode PPFTZ-01, PPFTZ dengan kode PPFTZ-02, atau PPFTZ dengan kode PPFTZ-03, dan dokumen pelengkap pabean harus disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean dalam jangka waktu:
|
(2) | Dalam hal pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke luar Daerah Pabean dilakukan Pemeriksaan Fisik, hasil cetak PPFTZ dengan kode PPFTZ-01 dan dokumen pelengkap pabean harus disampaikan kepada Pejabat di Kantor Pabean. |
(1) | Pengusaha wajib memenuhi ketentuan larangan dan/atau pembatasan yang ditetapkan oleh instansi teknis atas:
|
(2) | Penelitian terhadap pemenuhan ketentuan larangan dan/atau pembatasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh:
|
(1) | Tata cara pemasukan barang ke Kawasan Bebas dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas sesuai ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VI Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(2) | Bentuk dan isi dari formulir yang digunakan dalam kegiatan pemasukan dan pengeluaran dari dan ke Kawasan Bebas, sesuai ketentuan sebagaimana ditetapkan dalam Lampiran VII Peraturan Menteri Keuangan ini. |
(1) | Terhadap pemasukan barang ke Kawasan Bebas dan pengeluaran barang dari Kawasan Bebas dilakukan pemeriksaan pabean. |
(2) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan Pemberitahuan Pabean yang disampaikan oleh pengusaha. |
(3) | Pemeriksaan pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi penelitian dokumen dan Pemeriksaan Fisik barang. |
(4) | Pemeriksaan pabean dilakukan secara selektif. |
(1) | Penelitian dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 ayat (3) dilakukan melalui sistem komputer pelayanan. |
(2) | Penelitian dokumen melalui sistem komputer pelayanan dilakukan untuk memastikan kelengkapan pengisian PPFTZ dengan kode PPFTZ-01 dan PPFTZ-02 yang disampaikan. |
(3) | Penelitian dokumen oleh Pejabat dilakukan untuk memastikan bahwa PPFTZ dengan kode PPFTZ-01 dan PPFTZ dengan kode PPFTZ-02 diberitahukan dengan benar dan dokumen pelengkap pabean yang diwajibkan telah sesuai dengan syarat yang ditentukan. |
(4) | Penelitian dokumen oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan tindak lanjut dari hasil penelitian dokumen melalui sistem komputer pelayanan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(5) | Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (4), Pejabat melakukan penetapan tarif dan/atau nilai pabean serta penghitungan bea keluar. |
(6) | Pejabat hanya bertanggung jawab atas penetapan tarif dan/atau nilai pabean serta penghitungan bea keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (5). |
(7) | Atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari tempat lain dalam Daerah Pabean, dikecualikan dari penelitian dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(8) | penetapan tarif dan/atau nilai pabean serta penghitungan bea keluar sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang kepabeanan. |
(1) | Pemeriksaan Fisik atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari luar Daerah Pabean dilakukan dalam hal:
|
(2) | Pemeriksaan Fisik atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas dari Kawasan Bebas lain atau Tempat Penimbunan Berikat dilakukan dalam hal:
|
(1) | Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas tujuan luar Daerah Pabean dilakukan dalam hal:
|
(2) | Pemeriksaan Fisik atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas tujuan Tempat Penimbunan Berikat atau Kawasan Bebas lain dilakukan dalam hal diterbitkan Nota Hasil Intelijen. |
(1) | Pengusaha yang mengeluarkan barang dari Kawasan Bebas atau memasukkan barang ke Kawasan Bebas yang dilakukan Pemeriksaan Fisik wajib:
|
(2) | Dalam hal pengusaha tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dapat dilakukan Pemeriksaan Fisik oleh Pejabat atas risiko dan biaya pengusaha. |
(3) | Atas permintaan pengusaha atau kuasanya, jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c dapat diberikan perpanjangan apabila yang bersangkutan dapat memberikan alasan mengenai penyebab tidak bisa dilakukannya Pemeriksaan Fisik. |
(4) | Untuk pelaksanaan Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pengusaha Tempat Penimbunan Sementara wajib memberikan bantuan teknis yang diperlukan atas beban biaya pengusaha. |
(1) | Pemeriksaan Fisik dapat dilakukan di Kawasan Pabean atau di tempat lain di luar Kawasan Pabean dengan izin Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuknya. |
(2) | Dalam hal Pemeriksaan Fisik dilakukan karena ditetapkan secara acak atau diterbitkan Nota Hasil Intelijen, Pemeriksaan Fisik dilakukan di Kawasan Pabean. |
(1) | Pemeriksaan Fisik mulai dilaksanakan apabila:
|
(2) | Pengusaha atau kuasanya wajib hadir dalam pelaksanaan Pemeriksaan Fisik. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) adalah dalam hal dilakukan Pemeriksaan Jabatan (ex-officio). |
(1) | Pemeriksaan Fisik dilakukan berdasarkan tingkat Pemeriksaan Fisik yang meliputi tingkat Pemeriksaan Fisik 30% (tiga puluh persen) dan tingkat Pemeriksaan Fisik 100% (seratus persen). |
(2) | Tingkat Pemeriksaan Fisik 30% (tiga puluh persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Pemeriksaan Fisik ditetapkan secara acak. |
(3) | Tingkat Pemeriksaan Fisik 100% (seratus persen) sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dalam hal Pemeriksaan Fisik selain ditetapkan secara acak. |
(1) | Atas permintaan pengusaha, Pemeriksaan Fisik terhadap barang yang dikemas dalam peti kemas berpendingin (refrigerated container) dapat dilakukan:
|
(2) | Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk melakukan penelitian untuk memutuskan tempat dilakukannya Pemeriksaan Fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Untuk mengetahui jumlah barang yang pemuatannya ke sarana pengangkut melalui pipa, Pemeriksaan Fisik dilakukan pada saat pemuatan atau pembongkaran berdasarkan hasil pengukuran alat ukur di bawah pengawasan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai. |
(2) | Dalam hal saluran pipa atau jaringan transmisi langsung menuju ke luar Daerah Pabean dari Kawasan Bebas atau langsung dari luar Daerah Pabean ke Kawasan Bebas, Pemeriksaan Fisik barang didasarkan pada hasil pengukuran di tempat pengukuran terakhir di dalam Kawasan Bebas. |
(3) | Terhadap barang yang akan dikeluarkan dari Kawasan Bebas yang Pemeriksaan Fisik atas barang tersebut dilakukan di luar Kawasan Pabean harus dilakukan pengawasan stuffing dan penyegelan pada peti kemas atau kemasan barang. |
(1) | Untuk pemenuhan hak keuangan negara dan ketentuan pemasukan ke Kawasan Bebas atau pengeluaran dari Kawasan Bebas, Pejabat melakukan penelitian terhadap tarif dan nilai pabean yang diberitahukan. |
(2) | Penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diselesaikan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran Pemberitahuan Pabean. |
(3) | Ketentuan mengenai tata cara penelitian terhadap tarif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan tarif. |
(1) | Nilai pabean untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan dan pengeluaran dari dan ke Kawasan Bebas adalah nilai transaksi dari barang yang bersangkutan. |
(2) | Dalam hal nilai pabean sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat ditentukan berdasarkan nilai transaksi, nilai pabean ditentukan secara hierarki berdasarkan nilai transaksi barang identik, nilai transaksi barang serupa, metode deduksi, metode komputasi, atau tata cara yang wajar dan konsisten. |
(3) | Ketentuan mengenai tata cara penghitungan nilai pabean sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai penetapan nilai pabean. |
(1) | Klasifikasi dan pembebanan untuk penghitungan bea masuk dan pajak dalam rangka pemasukan ke Kawasan Bebas berpedoman pada Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI). |
(2) | Dalam hal terjadi perubahan ketentuan yang mengatur mengenai klasifikasi dan pembebanan yang berbeda dengan Buku Tarif Bea Masuk Indonesia (BTBMI), berlaku ketentuan perubahan dimaksud. |
(3) | Ketentuan mengenai klasifikasi dan pembebanan berlaku pada saat Pemberitahuan Pabean mendapat nomor pendaftaran di Kantor Pabean. |
(1) | Dalam hal barang asal luar Daerah Pabean dikeluarkan dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas ke tempat lain dalam Daerah Pabean, PPN dihitung berdasarkan harga jual atau harga pasar wajar sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | Pembayaran bea masuk, Pajak Penghasilan Pasal 22, bea keluar, dan/atau cukai, serta sanksi administrasi berupa denda atas barang yang berasal dari luar Daerah Pabean, dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) dan dilampiri dengan dokumen dasar pembayaran. |
(2) | Pembayaran PPN dilakukan dengan menggunakan Surat Setoran Pajak (SSP). |
(1) | Dokumen dasar pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) antara lain berupa Pemberitahuan Pabean atas pemasukan barang ke Kawasan Bebas, Pemberitahuan Pabean atas pengeluaran barang dari Kawasan Bebas, dokumen cukai, atau Surat penetapan. |
(2) | Bentuk, isi, dan petunjuk pengisian Surat Setoran Pabean, Cukai, dan Pajak (SSPCP) sesuai peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai tata cara pembayaran dan penyetoran penerimaan negara. |
(1) | Pembayaran bea masuk, Pajak Penghasilan Pasal 22, bea keluar, dan/atau cukai, serta sanksi administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud dalam Pasal 48 ayat (1) dilakukan dengan cara pembayaran tunai. |
(2) | Pembayaran tunai sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan paling lama pada saat Pemberitahuan Pabean didaftarkan. |
(1) | Pemungutan bea masuk, PPN dan/atau Pajak Penghasilan Pasal 22 sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 huruf a, dilakukan dalam hal :
|
(2) | Barang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dikeluarkan dari Kawasan Pabean ke Kawasan Bebas setelah:
|
(1) | Terhadap pemasukan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Terhadap pemasukan sebagaimana dimaksud Pasal 52 yang merupakan barang kena cukai berupa minuman mengandung etil alkohol, konsentrat yang mengandung etil alkohol, atau hasil tembakau, dilakukan pemusnahan. |
(1) | Dalam hal barang larangan dan/atau pembatasan berupa limbah dan/ atau Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) dikeluarkan kembali sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf a, pengusaha atau pengangkut yang bertanggung jawab atas barang tersebut mengajukan permohonan pengeluaran kembali ke luar Daerah Pabean kepada Kepala Kantor Pabean. |
(2) | Berdasarkan persetujuan dari Kepala Kantor Pabean, pengusaha atau pengangkut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menyampaikan Pemberitahuan Pabean kepada Pejabat di Kantor Pabean. |
(3) | Persetujuan pengeluaran dan/atau pemuatan barang larangan dan/atau pembatasan berupa limbah dan/atau Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) diberikan oleh Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (2) apabila jumlah, jenis, nomor, merek, dan ukuran kemasan atau peti kemas telah sesuai dengan yang tercantum dalam pos Pemberitahuan Pabean kedatangan sarana pengangkut Inward Manifest dengan kode BC 1.1. |
(4) | Pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (3) melakukan penutupan pos Pemberitahuan Pabean kedatangan sarana pengangkut Inward Manifest dengan kode BC 1.1 dengan menggunakan:
|
(1) | Barang yang dihibahkan kepada negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf b, dinyatakan sebagai Barang yang Menjadi Milik Negara dan dibukukan dalam Buku Catatan Pabean Barang yang Menjadi Milik Negara. |
(2) | Barang yang dinyatakan sebagai Barang yang Menjadi Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan kekayaan negara dan disimpan di Tempat Penimbunan Pabean atau tempat lain yang ditunjuk oleh Direktur Jenderal. |
(3) | Atas Barang yang Menjadi Milik Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Direktur Jenderal menyampaikan kepada Menteri mengenai daftar Barang yang Menjadi Milik Negara disertai dengan usulan untuk dilelang, dihibahkan, dimusnahkan, dan/atau ditetapkan status penggunaannya. |
(4) | Menteri atau Pejabat yang ditunjuk atas nama Menteri menetapkan peruntukan Barang yang Menjadi Milik Negara dengan memperhatikan usulan Direktur Jenderal sebagaimana dimaksud pada ayat (3). |
(5) | Pengelolaan Barang yang Menjadi Milik Negara dilakukan sesuai dengan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan barang milik negara. |
(1) | Pelaksanaan pemusnahan barang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 ayat (1) huruf c, dilakukan di bawah pengawasan Kantor Pabean dan Badan Pengusahaan Kawasan. |
(2) | Atas pelaksanaan pemusnahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dibuat Berita Acara pemusnahan. |
(1) | PPFTZ dengan kode PPFTZ-01, PPFTZ dengan kode PPFTZ-02, dan/ atau PPFTZ dengan kode PPFTZ-03, yang diajukan di Kantor Pabean yang telah menerapkan sistem PDE Kepabeanan hanya dapat dibatalkan dalam hal:
|
(2) | Pembatalan PPFTZ dengan kode PPFTZ-01, PPFTZ dengan kode PPFTZ-02, dan/ atau PPFTZ dengan kode PPFTZ-03, dilakukan dengan persetujuan Kepala Kantor Pabean atau Pejabat yang ditunjuk berdasarkan permohonan pengusaha. |