Bentuk dan Tata Cara Pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi serta Bentuk, Isi, Tata Cara Pengisian, dan Penyampaian Surat Pemberitahuan Masa Pajak Penghasilan Unifikasi
(1) | Pemotong/Pemungut PPh yang melakukan pemotongan dan/atau pemungutan PPh wajib membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi, menyerahkannya kepada pihak yang dipotong dan/atau dipungut, dan melaporkannya kepada Direktorat Jenderal Pajak menggunakan SPT Masa PPh Unifikasi. |
(2) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi beberapa jenis PPh, yaitu:
|
(3) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbentuk:
|
(4) | Pemotong/Pemungut PPh menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beserta lampirannya sesuai dengan ketentuan mengenai tata cara penyampaian, penerimaan, dan pengolahan Surat Pemberitahuan. |
(5) | Pemotong/Pemungut PPh tidak wajib menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi dalam hal pada suatu Masa Pajak:
|
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi berbentuk formulir kertas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf a digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh yang memenuhi kriteria:
|
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi berbentuk Dokumen Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh yang memenuhi kriteria:
|
(3) | Pemotong/Pemungut PPh yang diwajibkan membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dan SPT Masa PPh Unifikasi yaitu Pemotong/Pemungut PPh yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) dan telah ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(4) | Dalam hal Pemotong/Pemungut PPh yang memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau ayat (2) menyampaikan SPT Masa PPh:
|
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) terdiri dari:
|
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tidak perlu dibuat dalam hal jumlah PPh yang dipotong/dipungut pada Masa Pajak yang bersangkutan nihil. |
(3) | Dikecualikan dari ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tetap dibuat dalam hal:
|
(4) | SSP tetap dibuat dalam hal terjadi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf b sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 23 Tahun 2018 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan dari Usaha yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak yang Memiliki Peredaran Bruto Tertentu. |
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf a terdiri dari:
|
(2) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | Satu Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat digunakan untuk:
|
(4) | Dalam hal pada suatu Masa Pajak terdapat 2 (dua) atau lebih transaksi pemotongan/pemungutan PPh atas pihak yang sama dan dengan kode objek pajak yang sama, Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat 1 (satu) Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar atas transaksi dimaksud. |
(5) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar yang diterbitkan melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b ditandatangani dengan Tanda Tangan Elektronik. |
(6) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi Berformat Standar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat sesuai:
|
(1) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (1) huruf b merupakan dokumen yang digunakan oleh Pemotong/Pemungut PPh untuk melakukan pemotongan PPh atas:
|
(2) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuat oleh Pemotong/Pemungut PPh menggunakan sarana yang dimiliki oleh Pemotong/Pemungut PPh. |
(3) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa dokumen buku tabungan, rekening koran, rekening kustodian, rekening efek, dan dokumen lain yang setara, baik berbentuk formulir kertas maupun Dokumen Elektronik. |
(4) | Dokumen yang Dipersamakan dengan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(1) | Dalam pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi, pihak yang dipotong dan/atau dipungut berkewajiban memberikan informasi identitas berupa:
| ||||
(2) | Dalam hal Wajib Pajak luar negeri sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b ingin menerapkan ketentuan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda, Wajib Pajak luar negeri dimaksud harus memberikan tanda terima Surat Keterangan Domisili Wajib Pajak luar negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan. |
(1) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 terdiri dari formulir:
|
(2) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1):
|
(1) | Pemotong/Pemungut PPh wajib melakukan:
|
(2) | Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c, Pemotong/Pemungut PPh dikenai sanksi administrasi sesuai dengan ketentuan dalam Pasal 7 Undang-Undang KUP, berupa denda sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah), yang dikenakan sebagai satu kesatuan dan tidak dihitung bagi tiap-tiap jenis PPh. |
(3) | Jumlah pajak yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2a) Undang-Undang KUP. |
(1) | Untuk dapat menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi dengan menggunakan Aplikasi e-Bupot Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (3) huruf b, Pemotong/Pemungut PPh harus memiliki Sertifikat Elektronik. |
(2) | Pemotong/Pemungut PPh yang:
|
(1) | Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi yang telah dilaporkan dalam SPT Masa PPh Unifikasi dapat dilakukan:
|
(2) | Pemotong/Pemungut PPh dapat membuat Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan atas objek pajak yang belum dilaporkan dalam SPT Masa PPh Unifikasi. |
(3) | Pembetulan atau pembatalan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) serta pembuatan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi tambahan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka terhadap jenis pajak dan Masa Pajak yang bersangkutan. |
(4) | Pembetulan atau pembatalan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan serta penambahan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaporkan dalam pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi. |
(5) | Pembuatan, pembetulan, dan pembatalan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dilakukan sesuai dengan tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf B yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Pemotong/Pemungut PPh dengan kemauan sendiri dapat membetulkan SPT Masa PPh Unifikasi yang telah disampaikan, untuk 1 (satu) atau beberapa jenis PPh di dalamnya. |
(2) | Pembetulan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan memberi tanda pada tempat yang disediakan dalam SPT Masa PPh Unifikasi. |
(3) | Pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dilakukan dengan syarat Direktur Jenderal Pajak belum melakukan pemeriksaan atau pemeriksaan bukti permulaan secara terbuka terhadap jenis pajak dan Masa Pajak yang bersangkutan. |
(4) | Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi yang dibetulkan berbentuk formulir kertas, pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi harus disampaikan berbentuk formulir kertas. |
(5) | Dalam hal SPT Masa PPh Unifikasi yang dibetulkan berbentuk Dokumen Elektronik, pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi harus disampaikan dalam berbentuk Dokumen Elektronik melalui Aplikasi e-Bupot Unifikasi. |
(6) | Dalam hal Pemotong/Pemungut PPh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) melakukan pembetulan dan/atau penambahan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 yang menyebabkan Pemotong/Pemungut PPh memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (2), Pemotong/Pemungut PPh wajib menyampaikan SPT Masa PPh Unifikasi berbentuk Dokumen Elektronik sejak Masa Pajak berikutnya setelah Masa Pajak disampaikannya pembetulan dan/atau penambahan Bukti Pemotongan/Pemungutan Unifikasi dimaksud. |
(7) | Pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi dilakukan sesuai tata cara sebagaimana tercantum dalam Lampiran huruf D yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 mengakibatkan adanya pajak yang kurang dibayar, Pemotong/Pemungut PPh terlebih dahulu melunasi jumlah pajak yang kurang dibayar tersebut sebelum menyampaikan pembetulan dimaksud. |
(2) | Jumlah pajak yang kurang disetor akibat pembetulan SPT Masa PPh Unifikasi yang disetorkan setelah tanggal jatuh tempo penyetoran dikenai sanksi administrasi berupa bunga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 ayat (2a) Undang-Undang KUP. |
(3) | Dalam hal terjadi kesalahan pemotongan/pemungutan PPh yang mengakibatkan jumlah PPh yang dipotong atau dipungut lebih besar daripada PPh yang seharusnya dipotong atau dipungut, serta Pemotong/Pemungut PPh:
|