Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik
1. | Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disingkat BUN adalah Menteri Keuangan. |
2. | Kuasa Bendahara Umum Negara yang selanjutnya disebut Kuasa BUN adalah pejabat yang diangkat oleh BUN untuk melaksanakan tugas kebendaharaan dalam rangka pelaksanaan anggaran pada wilayah kerja yang telah ditetapkan. |
3. | Kuasa BUN Pusat adalah Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
4. | Kas Negara adalah tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara. |
5. | Rekening Kas Umum Negara yang selanjutnya disebut Rekening KUN adalah rekening tempat penyimpanan uang negara yang ditentukan oleh Menteri Keuangan selaku BUN untuk menampung seluruh penerimaan negara dan membayar pengeluaran negara pada Bank Sentral. |
6. | Sub Rekening Kas Umum Negara Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut Sub RKUN adalah rekening tempat menampung pelimpahan penerimaan negara dari collecting agent yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada Bank Sentral. |
7. | Rekening Penerimaan Negara Terpusat adalah rekening BUN yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada bank persepsi dan bank persepsi Valuta Asing (Valas) untuk menampung penerimaan negara. |
8. | Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat adalah rekening yang dibuka oleh Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan pada pos persepsi, lembaga persepsi lainnya, dan lembaga persepsi lainnya Valas untuk mencatat penerimaan negara melalui pos persepsi, lembaga persepsi lainnya, dan lembaga persepsi lainnya Valas. |
9. | Penerimaan Negara adalah uang yang masuk ke Kas Negara. |
10. | Penerimaan Perpajakan adalah semua penerimaan yang terdiri dari pajak dalam negeri dan pajak perdagangan internasional. |
11. | Penerimaan Negara Bukan Pajak yang selanjutnya disingkat PNBP adalah pungutan yang dibayar oleh orang pribadi atau badan dengan memperoleh manfaat langsung maupun tidak langsung atas layanan atau pemanfaatan sumber daya dan hak yang diperoleh negara berdasarkan peraturan perundang-undangan yang menjadi penerimaan Pemerintah Pusat dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing, diluar penerimaan perpajakan dan hibah yang dikelola dalam mekanisme Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara. |
12. | Penerimaan Hibah adalah setiap Penerimaan Negara dalam bentuk uang tunai yang diperoleh dari pemberi hibah yang tidak perlu dibayar kembali, yang berasal dari dalam negeri dan/atau luar negeri. |
13. | Penerimaan Pembiayaan adalah semua Penerimaan Negara untuk pemenuhan pembiayaan APBN yang berasal dari penerbitan surat berharga negara, penerimaan pinjaman tunai, dan hasil divestasi. |
14. | Penerimaan Pengembalian Belanja adalah semua Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing yang berasal dari pengembalian belanja tahun anggaran berjalan. |
15. | Dana Perhitungan Fihak Ketiga yang selanjutnya disebut Dana PFK adalah sejumlah dana yang diperoleh pemerintah pusat dari pungutan dan/atau hasil pemotongan gaji/upah/penghasilan tetap bulanan pejabat negara, pegawai negeri sipil pusat, pegawai negeri sipil daerah, prajurit Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Republik Indonesia (Polri), pimpinan dan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD), atau pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja atau pegawai pemerintah non pegawai negeri dan sejumlah dana yang disetorkan oleh pemerintah provinsi/kabupaten/kota dan pungutan atau potongan lainnya untuk dibayarkan kepada pihak ketiga atau pemerintah daerah. |
16. | Modul Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat MPN adalah modul penerimaan yang memuat serangkaian prosedur mulai dari penerimaan, penyetoran, pengumpulan data, pencatatan, pengikhtisaran, sampai dengan pelaporan yang berhubungan dengan Penerimaan Negara dan merupakan sistem yang terintegrasi dengan Sistem Perbendaharaan dan Anggaran Negara. |
17. | Bank Indonesia adalah Bank Sentral Republik Indonesia sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Bank Indonesia. |
18. | Otoritas Jasa Keuangan adalah lembaga independen dan bebas dari campur tangan pihak lain yang memiliki fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan sebagaimana diatur dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Otoritas Jasa Keuangan. |
19. | Bank Umum adalah bank yang melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan/atau berdasarkan prinsip syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran. |
20. | Collecting Agent adalah agen penerimaan meliputi bank persepsi, pos persepsi, bank persepsi Valas, lembaga persepsi lainnya, atau lembaga persepsi lainnya Valas yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara. |
21. | Bank Persepsi adalah bank umum yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara. |
22. | PT Pos Indonesia (Persero) selanjutnya disebut Kantor Pos adalah Badan Usaha Milik Negara yang mempunyai unit pelaksana teknis di daerah yaitu sentral giro/sentral giro gabungan/sentral giro gabungan khusus serta Kantor Pos dan giro. |
23. | Pos Persepsi adalah Kantor Pos yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menerima setoran Penerimaan Negara. |
24. | Lembaga adalah badan hukum selain Bank Umum dan PT Pos Indonesia (Persero) yang memiliki kompetensi dan reputasi yang layak untuk melaksanakan fungsi penerimaan. |
25. | Lembaga Persepsi Lainnya adalah Lembaga yang ditunjuk Kuasa BUN untuk menerima setoran Penerimaan Negara. |
26. | Bank Devisa adalah Bank Umum yang telah memperoleh izin dari Otoritas Jasa Keuangan untuk melaksanakan kegiatan usaha perbankan dalam mata uang asing. |
27. | Bank Persepsi Valas adalah Bank Devisa yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing dari dalam negeri dan/atau luar negeri. |
28. | Lembaga Devisa adalah lembaga yang telah memperoleh izin dari Bank Indonesia atau Otoritas Jasa Keuangan atau lembaga berwenang lainnya untuk melaksanakan kegiatan usaha keuangan dalam mata uang asing. |
29. | Lembaga Persepsi Lainnya Valas adalah Lembaga Devisa yang ditunjuk oleh Kuasa BUN Pusat untuk menerima setoran Penerimaan Negara dalam mata uang asing dari dalam negeri dan/atau luar negeri. |
30. | Direktorat Pengelolaan Kas Negara yang selanjutnya disebut Direktorat PKN adalah unit eselon II pada kantor pusat Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada dibawah dan bertanggungjawab langsung kepada Direktur Jenderal Perbendaharaan. |
31. | Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Khusus Penerimaan yang selanjutnya disebut KPPN Khusus Penerimaan adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang secara administratif berada di bawah dan bertanggung jawab kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dan secara fungsional bertanggung jawab kepada Direktur Pengelolaan Kas Negara. |
32. | Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara Mitra Kerja Instansi Pengelola Penerimaan Negara yang selanjutnya disebut KPPN Mitra Kerja adalah instansi vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang bertanggung jawab kepada Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang melayani wilayah tertentu dimana Instansi Pengelola Penerimaan Negara berada. |
33. | Keadaan Kahar (Force Majeure) adalah suatu kejadian diluar kemampuan dan kendali manusia, tidak dapat dihindarkan, dan tidak terbatas pada bencana alam, kebakaran, banjir, pemogokan umum, perang (dinyatakan atau tidak dinyatakan), pemberontakan, revolusi, makar, huru-hara, terorisme, wabah (baik wilayah, epidemik maupun endemik) dan diketahui secara luas sehingga kegiatan tidak dapat dilaksanakan atau tidak dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. |
34. | Business Continuity Plan selanjutnya disingkat BCP adalah kumpulan prosedur dan informasi yang dikembangkan, dibangun, dan dijaga agar siap digunakan dalam keadaan kahar. |
35. | Disaster Recovery Plan selanjutnya disingkat DRP adalah dokumen yang berisikan rencana tindak lanjut untuk pemulihan layanan sistem Penerimaan Negara secara elektronik setelah keadaan kahar. |
36. | System Integration Testing yang selanjutnya disingkat SIT adalah pengujian yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat atas sistem Penerimaan Negara pada:
|
37. | User Acceptance Test yang selanjutnya disingkat UAT adalah pengujian yang dilaksanakan oleh Kuasa BUN Pusat atas proses bisnis, sistem, dan pelaporan penatausahaan Penerimaan Negara pada:
|
38. | Nomor Transaksi Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat NTPN adalah nomor unik tanda bukti pembayaran/penyetoran ke Kas Negara yang diterbitkan sistem settlement terdiri dari kombinasi huruf dan angka. |
39. | Sistem Settlement adalah sistem Penerimaan Negara yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang memfasilitasi penyelesaian proses pembayaran dan pemberian NTPN. |
40. | Tanggal Bayar adalah tanggal pencatatan transaksi berdasarkan saat dilakukannya pembayaran Penerimaan Negara pada sistem Collecting Agent sebagai pengakuan pelunasan kewajiban wajib pajak/wajib bayar/wajib setor. |
41. | Tanggal Buku adalah tanggal pencatatan pada sistem settlement atas transaksi sebagai dasar pengakuan Penerimaan Negara oleh BUN, dan sebagai dasar penyusunan laporan dan pelimpahan oleh Collecting Agent. |
42. | Nomor Transaksi Bank yang selanjutnya disingkat NTB adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Bank Persepsi atau Bank Persepsi Valas. |
43. | Nomor Transaksi Pos yang selanjutnya disingkat NTP adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Pos Persepsi. |
44. | Nomor Transaksi Lembaga Persepsi Lainnya yang selanjutnya disingkat NTL adalah nomor bukti transaksi penyetoran Penerimaan Negara yang diterbitkan Lembaga Persepsi Lainnya atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas. |
45. | Bukti Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat BPN adalah dokumen yang diterbitkan oleh Collecting Agent atas transaksi Penerimaan Negara yang mencantumkan NTPN dan NTB/NTP/NTL sebagai sarana administrasi lain yang kedudukannya disamakan dengan surat setoran. |
46. | Laporan Harian Penerimaan Elektronik yang selanjutnya disingkat LHP Elektronik adalah laporan harian Penerimaan Negara yang disiapkan oleh Collecting Agent dalam bentuk arsip data komputer. |
47. | Wajib Pajak adalah orang pribadi atau badan, meliputi pembayar pajak, pemotong pajak, pemungut pajak yang memiliki hak dan kewajiban perpajakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
48. | Wajib Bayar adalah orang pribadi atau badan dari dalam negeri dan/atau luar negeri yang memiliki kewajiban membayar PNBP/Penerimaan Negara selain Perpajakan atau yang melakukan pemesanan pembelian surat berharga negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
49. | Wajib Setor adalah orang pribadi atau badan yang ditentukan melakukan kewajiban menerima kemudian menyetorkan Penerimaan Negara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
50. | Collecting Agent Only selanjutnya disebut CA Only adalah Penerimaan Negara yang catatan transaksi dan uangnya berada di Collecting Agent, namun tidak tercatat di dalam Sistem Settlement. |
51. | Settlement Only adalah transaksi Penerimaan Negara yang tercatat pada Sistem Settlement yang dibuktikan dengan NTPN, namun tidak terdapat pada data Penerimaan Negara dari sistem Collecting Agent. |
52. | Sistem Elektronik adalah serangkaian perangkat dan prosedur elektronik yang berfungsi menyiapkan, mengumpulkan, mengolah, menganalisis, menyimpan, menampilkan, mengumumkan, mengirimkan, dan/atau menyebarkan informasi elektronik. |
53. | Biller adalah unit eselon I Kementerian Keuangan yang diberi tugas dan kewenangan untuk menerbitkan dan mengelola kode billing. |
54. | Portal Biller adalah portal yang dikelola oleh Biller yang memfasilitasi penerbitan kode billing yang merupakan subsistem dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik. |
55. | Kode Billing adalah kode identifikasi yang diterbitkan oleh Biller atas jenis pembayaran atau setoran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor. |
56. | Instansi Pengelola Penerimaan Negara yang selanjutnya disingkat dengan IPPN adalah instansi, satuan kerja kementerian negara/lembaga atau satuan kerja pemerintah daerah yang menyelenggarakan pengelolaan Penerimaan Negara. |
57. | Portal Penerimaan Negara adalah portal yang mengintegrasikan sarana layanan pembuatan Kode Billing berbagai jenis Penerimaan Negara meliputi penerimaan Pajak, Bea dan Cukai, PNBP, Penerimaan Pembiayaan, Penerimaan Hibah, dan Penerimaan Negara lainnya sekaligus layanan pembayaran Penerimaan Negara yang menjadi bagian dari sistem Penerimaan Negara secara elektronik. |
(1) | Penerimaan Negara yang diatur dalam Peraturan Menteri ini, berupa:
|
(2) | Penerimaan Negara lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf e, meliputi:
|
(3) | Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh dari dalam negeri dan/atau luar negeri. |
(4) | Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah dan/atau mata uang asing. |
(5) | Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disetorkan ke Kas Negara menggunakan Sistem Elektronik. |
(1) | Penyetoran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (5) dilakukan melalui layanan atau kanal pembayaran yang disediakan oleh Collecting Agent. |
(2) | Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(3) | Penyetoran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan dengan menggunakan Kode Billing. |
(4) | Layanan atau kanal pembayaran yang disediakan Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dalam bentuk:
|
(5) | Layanan atau kanal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b juga tersedia pada:
|
(1) | Dalam rangka penetapan kebijakan umum penatausahaan Penerimaan Negara oleh Collecting Agent, Kuasa BUN Pusat menyusun kajian teknis operasional yang meliputi aspek:
|
(2) | Penyusunan kajian teknis operasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat melibatkan unit eselon I terkait di lingkungan Kementerian Keuangan. |
(1) | Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dapat menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya setelah melalui proses sebagai berikut:
|
(2) | Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat beroperasi sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya setelah menandatangani perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dengan Kuasa BUN Pusat. |
(3) | Dalam rangka memperoleh informasi yang memadai terkait proses pemberian izin prinsip Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya, Kuasa BUN Pusat dapat berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, instansi, dan/atau badan yang berwenang. |
(1) | Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang dapat ditetapkan sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(2) | Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berminat menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya mengajukan permohonan tertulis kepada Kuasa BUN Pusat. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri dengan dokumen sebagai berikut:
|
(1) | Terhadap permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2), Kuasa BUN Pusat melakukan penilaian yang meliputi aspek:
|
(2) | Dalam melakukan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kuasa BUN Pusat mempertimbangkan kajian teknis operasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4. |
(3) | Berdasarkan penilaian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2), Kuasa BUN dapat menyetujui atau menolak permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (2). |
(1) | Terhadap permohonan Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga yang disetujui, Kuasa BUN Pusat menerbitkan izin prinsip. |
(2) | Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain memuat kewajiban Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga untuk membangun sistem yang sesuai dengan Collecting Agent requirement dan hal-hal yang harus dilakukan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga. |
(3) | Izin prinsip sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disusun sesuai dengan format huruf A tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(1) | Berdasarkan permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10, Kuasa BUN Pusat melaksanakan SIT yang meliputi:
|
(2) | SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diselesaikan paling lama 60 (enam puluh) hari kerja sejak surat permohonan SIT diterima Kuasa BUN Pusat. |
(1) | Dalam hal berdasarkan SIT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dinyatakan lulus, Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil SIT kepada Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga. |
(2) | Berdasarkan hasil SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga mengajukan permohonan UAT kepada Kuasa BUN Pusat. |
(3) | Dalam hal berdasarkan SIT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11, Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dinyatakan tidak lulus, Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil SIT kepada Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem dan pengajuan kembali permohonan SIT. |
(4) | Perbaikan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (3), harus diselesaikan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil SIT. |
(5) | Dalam hal Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga tidak dapat menyelesaikan perbaikan sistem dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) Kuasa BUN Pusat mencabut izin prinsip yang telah diterbitkan dengan menyampaikan penolakan secara tertulis. |
(1) | Dalam hal berdasarkan UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dinyatakan lulus, Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil pelaksanaan UAT kepada Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga. |
(2) | Dalam hal berdasarkan UAT sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14, Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dinyatakan tidak lulus, Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil UAT kepada Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem dan pengajuan kembali permohonan UAT. |
(3) | Perbaikan sistem sebagaimana dimaksud pada ayat (2), harus diselesaikan oleh Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga dan disampaikan kembali kepada Kuasa BUN paling lambat 30 (tiga puluh) hari kerja terhitung sejak Kuasa BUN Pusat menyampaikan hasil UAT. |
(4) | Dalam hal Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga tidak dapat menyelesaikan perbaikan sistem dalam jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Kuasa BUN Pusat mencabut izin prinsip yang telah diterbitkan dengan menyampaikan penolakan secara tertulis. |
(1) | Berdasarkan penetapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16, Direktur Utama atau Pemimpin Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menandatangani perjanjian kerja sama sebagai Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya dengan Kuasa BUN Pusat. |
(2) | Perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) paling sedikit memuat:
|
(3) | Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan Collecting Agent dalam rangka pelaksanaan sistem Penerimaan Negara secara elektronik. |
(1) | Bank Devisa atau Lembaga Devisa dapat menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas setelah melalui proses sebagai berikut:
|
(2) | Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang memperoleh penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf d dapat beroperasi sebagai Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas setelah menandatangani perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Devisa atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat. |
(3) | Dalam rangka memperoleh informasi yang memadai terkait proses pemberian izin prinsip Bank Devisa atau Lembaga Devisa sebagai Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas, Kuasa BUN Pusat dapat berkoordinasi dengan Bank Indonesia, Otoritas Jasa Keuangan, instansi, dan/atau badan yang berwenang. |
(1) | Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang dapat ditetapkan sebagai Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas harus memenuhi persyaratan sebagai berikut:
|
(2) | Direktur Utama atau Pemimpin Tertinggi Bank Devisa atau Lembaga Devisa yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berminat menjadi Bank Persepsi Valas atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas mengajukan permohonan tertulis kepada Kuasa BUN Pusat. |
(3) | Permohonan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilampiri:
|
(1) | Dalam pelaksanaan Penerimaan Negara secara elektronik, KPPN Khusus Penerimaan membuka:
|
(2) | Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
|
(3) | Rekening sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b, terdiri atas:
|
(4) | Sub RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b digunakan untuk menerima pelimpahan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a. |
(5) | Collecting Agent wajib melimpahkan seluruh saldo Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a ke Sub RKUN sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b paling sedikit 2 (dua) kali setiap hari kerja, paling lambat diterima pada Pukul 09.00 WIB dan Pukul 16.30 WIB atau selain waktu dimaksud sesuai dengan permintaan dari Kuasa BUN Pusat. |
(6) | KPPN Khusus Penerimaan menihilkan saldo sub RKUN ke Rekening KUN setiap hari kerja. |
(7) | Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (5), dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat. |
(1) | Penyetoran Penerimaan Negara dilakukan melalui Collecting Agent dengan menggunakan Kode Billing. |
(2) | Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh setelah dilakukan perekaman data transaksi Penerimaan Negara oleh:
|
(3) | Berdasarkan perekaman data transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Biller menerbitkan Kode Billing melalui:
|
(4) | Dalam hal perekaman data dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor bertanggung jawab atas kelengkapan dan kebenaran data pembayarannya. |
(5) | Dalam hal perekaman data dilakukan oleh petugas yang diberi wewenang oleh Biller atau IPPN sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, petugas yang diberi wewenang dimaksud bertanggung jawab atas kelengkapan data pembayaran berkenaan. |
(6) | Dalam rangka penatausahaan Penerimaan Negara, Biller mengirimkan Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ke Sistem Settlement. |
(1) | Kode Billing sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (3) dipersamakan dengan surat setoran yang digunakan untuk masing-masing jenis setoran. |
(2) | Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memiliki masa kadaluwarsa. |
(3) | Masa kadaluwarsa sebagaimana dimaksud pada ayat (2) untuk masing-masing jenis Penerimaan Negara ditetapkan oleh masing-masing Biller. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara perekaman data transaksi Penerimaan Negara dalam rangka penerbitan Kode Billing, termasuk penerbitan Kode Billing untuk Penerimaan Negara yang secara teknis pemungutannya dilakukan antar IPPN diatur oleh masing-masing Biller. |
(1) | Biller menyediakan dan mengelola sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara. |
(2) | Biller sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdiri atas:
|
(3) | Jenis Penerimaan Negara yang dikelola oleh masing- masing Biller diatur sebagai berikut:
|
(1) | IPPN menyediakan dan mengelola sarana perekaman data transaksi Penerimaan Negara yang telah terintegrasi dengan Portal Biller. |
(2) | Perekaman data sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan Kode Billing. |
(3) | Kode Billing sebagaimana dimaksud pada ayat (2) digunakan untuk melakukan penyetoran Penerimaan Negara pada layanan atau kanal pembayaran yang disediakan Collecting Agent. |
(4) | Pemerintah daerah selaku IPPN melakukan pemotongan dan penyetoran Penerimaan Negara melalui sistem keuangan pemerintah daerah yang terintegrasi dengan:
|
(1) | Sistem Settlement menerima Kode Billing yang dikirim oleh Biller sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (6). |
(2) | Berdasarkan Kode Billing yang diterima sebagaimana ayat (1), Sistem Settlement memberikan konfirmasi atas permintaan pembayaran berupa Kode Billing yang disampaikan oleh Collecting Agent. |
(3) | Terhadap Kode Billing yang terkonfirmasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan telah dilakukan pembayaran melalui Collecting Agent, Sistem Settlement menerbitkan NTPN. |
(4) | Sistem Settlement menyampaikan NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (3) kepada Biller dan Collecting Agent. |
(5) | Penyampaian NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (4) merupakan notifikasi atas diterimanya pembayaran di Rekening KUN melalui Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat di Collecting Agent. |
(6) | Dokumen yang merupakan output dari Portal Biller dan sistem IPPN yang terintegrasi dengan Portal Biller dapat diakui sebagai bukti pembayaran yang sah setelah memperoleh konfirmasi NTPN dari Sistem Settlement. |
(7) | Penatausahaan Penerimaan Negara pada Sistem Settlement dilaksanakan melalui MPN. |
(1) | Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui layanan atau kanal pembayaran dalam bentuk loket atau teller (over the counter) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf a, Collecting Agent melakukan hal-hal sebagai berikut:
|
(2) | Hal-hal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan Collecting Agent dengan cara:
|
(3) | Dalam hal transaksi Penerimaan Negara dilakukan melalui layanan atau kanal pembayaran dengan menggunakan sistem elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b, Collecting Agent melakukan hal-hal berikut:
|
(1) | Dalam memberikan layanan Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27, Collecting Agent dilarang mengenakan biaya atas transaksi setoran Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor. |
(2) | Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat. |
(1) | Collecting Agent mengkreditkan setiap transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1) dan ayat (3) ke:
|
(2) | Transaksi Penerimaan Negara yang telah dikreditkan sebagaimana diatur pada ayat (1) tidak dapat dibatalkan oleh Collecting Agent. |
(3) | Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penetapan sebagai Bank Persepsi, Bank Persepsi Valas, Pos Persepsi, Lembaga Persepsi Lainnya, atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas. |
(4) | Mekanisme pengenaan sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat. |
(1) | Dalam hal BPN yang diterbitkan belum ditera NTPN, Collecting Agent menyampaikan BPN yang sudah tertera NTPN atas transaksi Penerimaan Negara berkenaan kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor paling lambat 1 (satu) hari kerja berikutnya setelah memperoleh NTPN dari Sistem Settlement. |
(2) | Pembayaran yang dilakukan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor diakui sebagai pelunasan kewajiban sesuai dengan Tanggal Bayar pada BPN. |
(3) | Dalam hal terdapat ketidaksesuaian Tanggal Bayar yang tercantum pada BPN dengan yang tercatat pada Sistem Settlement, Kuasa BUN Pusat melakukan investigasi. |
(4) | Dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terjadinya pembayaran ganda atas Kode Billing yang sama, Collecting Agent melakukan penatausahaan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal terdapat kesalahan yang menyebabkan terkreditnya dana dari transaksi selain Penerimaan Negara ke Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat, Collecting Agent melakukan penatausahaan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam memberikan layanan Penerimaan Negara, Collecting Agent dapat bekerja sama dengan pihak lain dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam rangka kerja sama dengan pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Collecting Agent menyampaikan permohonan pelaksanaan SIT dan UAT kepada Kuasa BUN Pusat. |
(3) | Ketentuan mengenai pelaksanaan SIT untuk Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku secara mutatis mutandis terhadap prosedur SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Ketentuan mengenai pelaksanaan UAT untuk Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berlaku secara mutatis mutandis terhadap prosedur UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(5) | Dalam hal Kuasa BUN Pusat menyatakan bahwa SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) lulus, Collecting Agent dapat melakukan perjanjian kerja sama dengan pihak lain. |
(6) | Collecting Agent menyampaikan salinan perjanjian kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) kepada Kuasa BUN Pusat disertai dengan daftar nominatif pihak lain yang bekerja sama dengan Collecting Agent. |
(1) | Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya wajib melimpahkan Penerimaan Negara dalam mata uang rupiah yang diterima dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat dalam mata uang rupiah ke Sub RKUN dalam mata uang rupiah pada Bank Indonesia paling sedikit 2 (dua) kali dalam 1 (satu) hari kerja dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Transaksi Penerimaan Negara yang dilimpahkan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat ke Sub RKUN dalam mata uang rupiah juga termasuk transaksi Penerimaan Negara yang belum diterbitkan NTPN. |
(3) | Bank Persepsi, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang mekanisme pemberian sanksi dan besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, dan Lembaga dengan Kuasa BUN Pusat. |
(1) | Penerimaan Negara yang diterima oleh Bank Persepsi Valas dan Lembaga Persepsi Lainnya Valas setelah Pukul 15.00 waktu setempat pada hari kerja sebelumnya sampai dengan Pukul 15.00 waktu setempat hari kerja berkenaan, wajib dilimpahkan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat dalam mata uang asing ke Sub RKUN dalam mata uang asing paling lambat Pukul 16.30 WIB hari kerja berkenaan. |
(2) | Pelimpahan atas Penerimaan Negara dalam mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang telah dilimpahkan melalui bank koresponden Bank Indonesia di luar negeri namun belum diterima di Sub RKUN dalam mata uang asing pada neraca diakui sebagai cash in transit. |
(3) | Transaksi Penerimaan Negara yang dilimpahkan dari Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Dipersamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat ke Sub RKUN dalam mata uang asing juga termasuk transaksi Penerimaan Negara yang belum diterbitkan NTPN. |
(4) | Bank Persepsi Valas dan Lembaga Persepsi Lainnya Valas yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang mekanisme pemberian sanksi dan besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Devisa atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat. |
(1) | Collecting Agent menyampaikan LHP Elektronik kepada KPPN Khusus Penerimaan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | LHP Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disampaikan paling lambat Pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya. |
(3) | Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa surat peringatan sampai dengan pencabutan penunjukkan sebagai Bank Persepsi, Bank Persepsi Valas, Pos Persepsi, Lembaga Persepsi Lainnya, atau Lembaga Persepsi Lainnya Valas. |
(4) | Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat. |
(1) | Dalam rangka pelimpahan Penerimaan Negara, dalam hal terdapat perbedaan tanggal antara Tanggal Buku dengan tanggal yang diterima oleh sistem pada Collecting Agent, penatausahaan Penerimaan Negara dilakukan berdasarkan Tanggal Buku. |
(2) | Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus dilaporkan dan dilimpahkan sesuai Tanggal Buku. |
(1) | Dalam rangka menjamin validitas dan akurasi data Penerimaan Negara, KPPN Khusus Penerimaan melakukan:
|
(2) | Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setiap hari kerja paling lambat Pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya. |
(3) | Pelaksanaan rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan portal rekonsiliasi MPN yang disediakan oleh Kuasa BUN Pusat. |
(4) | Dalam hal diperlukan, KPPN Khusus Penerimaan dapat melakukan rekonsiliasi di luar yang diatur pada ayat (2). |
(5) | Hasil rekonsiliasi antara KPPN Khusus Penerimaan dengan Collecting Agent menjadi bahan evaluasi Collecting Agent. |
(1) | Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf a dilakukan dengan membandingkan data setoran Penerimaan Negara yang diterima dari Collecting Agent dengan data Penerimaan Negara yang tercatat pada Sistem Settlement. |
(2) | Rekonsiliasi transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menghasilkan 2 (dua) jenis data, yaitu sebagai berikut:
|
(3) | Data tidak sesuai (unmatch) sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b terdiri atas:
|
(1) | Dalam hal terdapat data CA Only sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf a, KPPN Khusus Penerimaan melakukan hal-hal sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal terdapat data Settlement Only sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf b, KPPN Khusus Penerimaan melakukan hal-hal sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal terdapat data CA Only sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau Settlement Only sebagaimana dimaksud pada ayat (2), yang tidak dilimpahkan oleh Collecting Agent pada hari kerja berkenaan, diperhitungkan sebagai keterlambatan/kekurangan pelimpahan oleh Collecting Agent. |
(4) | Dalam hal terdapat data failed sebagaimana dimaksud dalam Pasal 38 ayat (3) huruf c, Collecting Agent menindaklanjuti sesuai dengan hasil koordinasi dengan KPPN Khusus Penerimaan berdasarkan kondisi yang menyebabkan terjadinya transaksi failed. |
(1) | Rekonsiliasi kas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37 ayat (1) huruf b dilakukan dengan membandingkan jumlah uang yang dilimpahkan ke Sub RKUN dengan kewajiban pelimpahan oleh Collecting Agent berdasarkan transaksi Penerimaan Negara pada hari kerja berkenaan. |
(2) | Pembandingan jumlah uang yang dilimpahkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui penyandingan data transaksi Rekening Penerimaan Negara Terpusat atau Rekening Yang Disamakan Dengan Rekening Penerimaan Negara Terpusat dengan pelimpahan yang diterima Sub RKUN. |
(3) | Dokumen yang digunakan dalam rekonsiliasi kas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:
|
(4) | Dalam hal jumlah uang yang dilimpahkan oleh Collecting Agent lebih besar daripada kewajiban pelimpahan pada hari berkenaan, Collecting Agent menyampaikan permintaan kompensasi kelebihan pelimpahan kepada KPPN Khusus Penerimaan. |
(5) | Permintaan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dilampiri dengan dokumen pendukung sebagaimana yang dimaksud pada ayat (3). |
(6) | Berdasarkan permintaan kompensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (5), KPPN Khusus Penerimaan:
|
(7) | Dalam hal jumlah uang yang dilimpahkan oleh Collecting Agent lebih kecil dari kewajiban pelimpahan pada hari berkenaan, KPPN Khusus Penerimaan memerintahkan Collecting Agent melakukan pelimpahan atas kekurangan pelimpahan tersebut paling lambat pada akhir hari kerja berikutnya. |
(8) | Collecting Agent yang terlambat atau kurang melakukan pelimpahan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) dikenai sanksi administratif berupa denda. |
(9) | Mekanisme pemberian sanksi administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat. |
(1) | Biller melakukan pencocokan data Kode Billing dengan KPPN Khusus Penerimaan atas Kode Billing yang telah memperoleh NTPN pada Sistem Settlement secara periodik setiap triwulan. |
(2) | Sistem Settlement menyediakan data transaksi Penerimaan Negara setiap hari untuk pencocokan data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Rekonsiliasi antara Biller dengan KPPN Khusus Penerimaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diperoleh data berupa:
|
(4) | Rekonsiliasi paling lambat Pukul 09.00 WIB pada hari kerja berikutnya. |
(5) | Rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilaksanakan paling lambat tanggal 10 setelah triwulan berkenaan berakhir. |
(6) | Hasil rekonsiliasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar penentuan jumlah Penerimaan Negara dalam periode rekonsiliasi. |
(1) | Rekonsiliasi Penerimaan Negara dalam rangka penyusunan laporan keuangan satuan kerja dilakukan sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan mengenai sistem akuntansi dan pelaporan keuangan pemerintah pusat. |
(2) | Direktorat Jenderal Perbendaharaan, Biller dan Collecting Agent menindaklanjuti hasil pelaksanaan rekonsiliasi sesuai dengan kewenangan masing-masing. |
(1) | Dalam rangka menjaga transparansi dan akuntabilitas Penerimaan Negara, Kuasa BUN Pusat dapat melakukan penelitian atas kebenaran transaksi Penerimaan Negara yang dilakukan oleh Collecting Agent termasuk sistem informasi teknologi yang digunakan oleh Collecting Agent dalam melaksanakan penatausahaan Penerimaan Negara. |
(2) | Kuasa BUN Pusat dapat mengikutsertakan Inspektorat Jenderal Kementerian Keuangan dan/atau unit eselon I terkait di lingkungan Kementerian Keuangan untuk melaksanakan penelitian sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Dalam hal terjadi gangguan yang menyebabkan Collecting Agent tidak dapat menerima NTPN setelah melakukan perintah bayar atas transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf b, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Collecting Agent wajib melimpahkan Penerimaan Negara yang telah diberikan perintah bayar namun tidak memperoleh NTPN sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(3) | Collecting Agent yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dikenakan sanksi administratif berupa denda yang mekanisme pemberian sanksi dan besarannya ditetapkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Bank Devisa, Kantor Pos, Lembaga, atau Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN. |
(4) | Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terjadi pada layanan atau kanal pembayaran dengan menggunakan sistem elektronik lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4) huruf b, Collecting Agent melakukan hal-hal sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal terjadi gangguan yang mengakibatkan terganggunya proses pelimpahan Penerimaan Negara dan/atau penyampaian LHP Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 huruf c, Collecting Agent memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan secara tertulis melalui aplikasi HAI DJPb pada hari kerja berkenaan. |
(2) | Dalam hal gangguan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) disebabkan oleh gangguan komunikasi data dengan Bank Indonesia, Collecting Agent memberitahukan terjadinya gangguan dimaksud kepada KPPN Khusus Penerimaan melalui aplikasi HAI DJPb dengan disertai surat keterangan dari Bank Indonesia yang menyatakan telah terjadi gangguan komunikasi data dalam pelaksanaan pelimpahan pada hari kerja berkenaan. |
(1) | Pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50 dapat dilakukan dalam hal terdapat transaksi Penerimaan Negara pengganti. |
(2) | Transaksi Penerimaan Negara pengganti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) merupakan transaksi Penerimaan Negara yang disetorkan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor menggunakan Kode Billing dengan nilai nominal yang benar sebagai pengganti atas transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan. |
(1) | Pengajuan permohonan pembatalan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 50, disampaikan oleh Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor kepada Kantor cabang/unit layanan Collecting Agent dengan melampirkan:
|
(2) | Berdasarkan permohonan pembatalan transaksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kantor cabang/unit layanan Collecting Agent menerbitkan surat pernyataan tidak melakukan konfirmasi kebenaran data setoran Penerimaan Negara yang disusun sesuai dengan format huruf D tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Menteri ini. |
(3) | Kantor cabang/unit layanan Collecting Agent menyampaikan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara kepada kantor pusat Collecting Agent dengan melampirkan:
|
(1) | Berdasarkan permohonan pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52 ayat (3), kantor pusat Collecting Agent menyampaikan kepada KPPN Khusus Penerimaan:
|
(2) | Pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a disampaikan paling lambat 1 (satu) hari kerja sejak terjadinya transaksi Penerimaan Negara. |
(3) | Kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b disampaikan paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Transaksi Penerimaan Negara yang akan dibatalkan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dicatat dalam LHP Elektronik pada Tanggal Buku berkenaan. |
(1) | KPPN Khusus Penerimaan melakukan verifikasi terkait kelengkapan dokumen sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (1) huruf b. |
(2) | Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen yang disampaikan oleh kantor pusat Collecting Agent tidak lengkap dan/atau melewati batas waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (3), KPPN Khusus Penerimaan:
|
(3) | Dalam hal berdasarkan hasil verifikasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dokumen yang disampaikan oleh kantor pusat Collecting Agent lengkap, KPPN Khusus Penerimaan:
|
(4) | KPPN Khusus Penerimaan menyampaikan surat persetujuan pembatalan transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf a kepada:
|
(5) | Kantor pusat Collecting Agent menyampaikan kembali LHP Elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf a yang telah diperbaiki kepada KPPN Khusus Penerimaan. |
(1) | Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dapat mengajukan permohonan koreksi atas transaksi Penerimaan Negara kepada IPPN dan/atau Biller dalam hal terdapat kesalahan atas data transaksi Penerimaan Negara yang telah memperoleh NTPN. |
(2) | Berdasarkan permohonan koreksi sebagaimana dimaksud pada ayat (1), IPPN dan/atau Biller melakukan penelitian, pengujian, dan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara. |
(3) | Berdasarkan penelitian, pengujian, dan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), IPPN dan/atau Biller menyampaikan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara ke KPPN Khusus Penerimaan atau KPPN Mitra Kerja. |
(4) | Berdasarkan koreksi atas data transaksi Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (3), KPPN Khusus Penerimaan atau KPPN Mitra Kerja melakukan penyesuaian terhadap data transaksi Penerimaan Negara yang ditatausahakan. |
(1) | Dalam hal terjadi kelebihan/kesalahan penyetoran/pembayaran Penerimaan Negara Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor dapat dimintakan pengembalian. |
(2) | Tata cara pengembalian atas kelebihan/kesalahan penyetoran/pembayaran Penerimaan Negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berpedoman pada Peraturan Menteri Keuangan mengenai mekanisme pengembalian Penerimaan Negara. |
(1) | Collecting Agent diberikan imbalan jasa pelayanan untuk setiap transaksi Penerimaan Negara atas setiap Kode Billing yang berhasil ditransaksikan dan divalidasi dengan terbitnya NTPN. |
(2) | Kode Billing yang berhasil ditransaksikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dibuktikan dengan terbitnya NTB/NTP/NTL dan NTPN. |
(3) | Besaran tarif imbalan jasa pelayanan Penerimaan Negara ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan. |
(4) | Dalam hal terdapat denda, Collecting Agent dapat memperhitungkan atau mengkompensasikan besaran denda tersebut dengan mengurangi jumlah imbalan jasa pelayanan yang dibayarkan setiap bulan. |
(1) | Dalam rangka meningkatkan pelayanan Penerimaan Negara kepada Wajib Pajak/Wajib Bayar/Wajib Setor, Collecting Agent dapat melakukan penambahan layanan atau kanal pembayaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4). |
(2) | Dalam rangka penambahan layanan atau kanal pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Collecting Agent menyampaikan permohonan pelaksanaan SIT dan UAT terhadap tambahan layanan atau kanal pembayaran yang telah dibangun kepada Kuasa BUN Pusat. |
(3) | Ketentuan mengenai pelaksanaan SIT untuk Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku secara mutatis mutandis atas pelaksanaan SIT terhadap Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(4) | Ketentuan mengenai pelaksanaan UAT untuk Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berlaku secara mutatis mutandis atas pelaksanaan UAT terhadap Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (2). |
(5) | Dalam hal Kuasa BUN Pusat menyatakan bahwa SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) lulus, Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil pelaksanaan SIT dan UAT kepada Collecting Agent. |
(6) | Dalam hal Kuasa BUN Pusat menyatakan bahwa SIT sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan UAT sebagaimana dimaksud pada ayat (4) tidak lulus, Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan menyampaikan hasil pelaksanaan SIT dan UAT kepada Collecting Agent untuk ditindaklanjuti dengan perbaikan sistem dan pengajuan kembali permohonan SIT dalam jangka waktu 1 (satu) bulan terhitung sejak surat Direktur Pengelolaan Kas Negara atas nama Direktur Jenderal Perbendaharaan disampaikan. |
(1) | Dalam hal terdapat gangguan yang menyebabkan Sistem Settlement, Portal Biller, sistem IPPN dan/atau layanan atau kanal pembayaran pada Collecting Agent tidak berfungsi, diberlakukan Keadaan Kahar (Force Majeure). |
(2) | Deklarasi kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure) dilakukan segera dan paling lambat pada hari kerja berikutnya setelah terjadinya kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure). |
(3) | Deklarasi kondisi Keadaan Kahar (Force Majeure) dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal terdapat Keadaan Kahar (Force Majeure) sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dilaksanakan BCP. |
(5) | BCP pada Sistem Settlement dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai BCP pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan. |
(6) | BCP pada Portal Biller dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai BCP pada Biller. |
(7) | BCP pada sistem IPPN dilaksanakan sesuai dengan ketentuan BCP pada instansi atau satuan kerja kementerian negara/lembaga. |
(8) | BCP pada Portal Penerimaan Negara dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang mengatur mengenai BCP pada Direktorat Jenderal Perbendaharaan. |
(9) | BCP pada sistem Collecting Agent dilaksanakan sesuai dengan ketentuan mengenai BCP pada sistem tersebut. |
(10) | Pejabat yang berwenang atau pimpinan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) memberitahukan Keadaan Kahar (Force Majeure) secara tertulis kepada Kuasa BUN Pusat c.q. Direktur Pengelolaan Kas Negara dan Direktur Sistem Informasi dan Teknologi Perbendaharaan dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender setelah terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure). |
(11) | Collecting Agent dapat diberikan dispensasi yang disebabkan Keadaan Kahar (Force Majeure) berdasarkan pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (10) dalam melaksanakan ketentuan Peraturan Menteri ini berupa:
|
(12) | Pembebasan sanksi denda sebagaimana dimaksud pada ayat (11) dicantumkan dalam perjanjian kerja sama antara Direktur Utama atau Pimpinan Tertinggi Bank Umum, Kantor Pos, Lembaga, Bank Devisa, dan Lembaga Devisa dengan Kuasa BUN Pusat. |
(13) | Kerugian yang diderita dan biaya yang dikeluarkan oleh Collecting Agent sebagai akibat terjadinya Keadaan Kahar (Force Majeure) menjadi tanggung jawab Collecting Agent. |
(1) | Dalam rangka menjaga kualitas penatausahaan Penerimaan Negara secara elektronik, Kuasa BUN Pusat dapat melaksanakan SIT dan UAT ulang terhadap Collecting Agent. |
(2) | SIT dan UAT ulang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dalam hal:
|
(3) | Ketentuan mengenai pelaksanaan SIT untuk Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 berlaku secara mutatis mutandis atas pelaksanaan SIT ulang terhadap Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(4) | Ketentuan mengenai pelaksanaan UAT untuk Bank Umum, Kantor Pos, atau Lembaga menjadi Bank Persepsi, Pos Persepsi, atau Lembaga Persepsi Lainnya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 berlaku secara mutatis mutandis atas pelaksanaan UAT ulang terhadap Collecting Agent sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Kuasa BUN Pusat melakukan evaluasi atas kepatuhan dan efektivitas pengelolaan Penerimaan Negara yang dilaksanakan oleh Collecting Agent. |
(2) | Hasil evaluasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan oleh Kuasa BUN Pusat dalam rangka perpanjangan kerja sama antara Kuasa BUN Pusat dengan Collecting Agent dalam rangka penatausahaan sistem Penerimaan Negara secara elektronik. |
(1) | Bank Persepsi, Bank Persepsi Valas, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya yang telah ditetapkan sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, diakui sebagai Collecting Agent berdasarkan Peraturan Menteri ini sampai dengan berakhirnya perjanjian kerja sama. |
(2) | Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku terhadap perjanjian kerja sama antara Bank Persepsi, Bank Persepsi Valas, Pos Persepsi, dan Lembaga Persepsi Lainnya dengan Kuasa BUN Pusat yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Menteri ini mulai berlaku, harus dilakukan penyesuaian sesuai dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
(3) | Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, Direktorat Jenderal Perbendaharaan selaku Biller sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf d dan Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko selaku Biller sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 ayat (2) huruf e, melakukan penatausahaan Kode Billing menggunakan Portal Biller yang dikelola oleh Direktorat Jenderal Anggaran, paling lama sampai dengan bulan Desember 2021. |
(4) | Pada saat Peraturan Menteri ini mulai berlaku, petunjuk teknis yang merupakan pelaksanaan dari Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik sebagaimana telah beberapa kali diubah, terakhir dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 202/PMK.05/2018 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Menteri Keuangan Nomor 32/PMK.05/2014 tentang Sistem Penerimaan Negara Secara Elektronik, dinyatakan masih tetap berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri ini. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2020 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI |