Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan
(1) | Agio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai pasar saham dan nilai nominal saham, tidak termasuk objek pajak. |
(2) | Disagio saham yang timbul dari selisih lebih antara nilai nominal saham dan nilai pasar saham, bukan merupakan pengurang dari penghasilan bruto. |
(1) | Bagian laba yang diterima atau diperoleh oleh pemegang unit penyertaan Kontrak Investasi Kolektif termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya, tidak termasuk sebagai objek pajak. |
(2) | Ketentuan terhadap bagian laba termasuk keuntungan atas pelunasan kembali unit penyertaannya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berlaku juga bagi pemegang unit penyertaan yang merupakan Subjek Pajak luar negeri. |
(1) | Surplus Bank Indonesia yang merupakan objek Pajak Penghasilan adalah surplus Bank Indonesia menurut laporan keuangan audit setelah dilakukan penyesuaian atau koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan memperhatikan karakteristik Bank Indonesia. |
(2) | Ketentuan mengenai tata cara penghitungan dan pembayaran Pajak Penghasilan atas surplus Bank Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat terjadi karena ketergantungan atau keterikatan satu dengan yang lain secara langsung atau tidak langsung berkenaan dengan:
|
(2) | Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima, dapat terjadi apabila terdapat transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak. |
(3) | Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima terjadi apabila terdapat hubungan yang berupa pekerjaan, pemberian jasa, atau pelaksanaan kegiatan secara langsung atau tidak langsung antara kedua pihak tersebut. |
(4) | Hubungan di antara pihak-pihak yang bersangkutan berkenaan dengan kepemilikan atau penguasaan antara Wajib Pajak pemberi dengan Wajib Pajak penerima sebagaimana dimaksud pada ayat (I) huruf c terjadi apabila terdapat:
|
(1) | Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing diakui sebagai penghasilan atau biaya berdasarkan sistem pembukuan yang dianut dan dilakukan secara taat asas sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan yang berlaku di Indonesia. |
(2) | Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:
|
(3) | Keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing sebagaimana dimaksud pada ayat ( 1) yang tidak berkaitan langsung dengan usaha Wajib Pajak yang:
|
(1) | Pajak Masukan yang tidak dapat dikreditkan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (8) Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sepanjang dapat dibuktikan Pajak Masukan tersebut:
|
(2) | Pajak Masukan yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sehubungan dengan pengeluaran untuk memperoleh harta berwujud dan/atau harta tidak berwujud serta biaya lainnya yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 11 dan Pasal 11A Undang-Undang Pajak Penghasilan, harus dikapitalisasi dengan pengeluaran atau biaya tersebut dan dibebankan melalui penyusutan atau amortisasi. |
(1) | Biaya pengembangan tanaman industri yang berumur lebih dari 1 (satu) tahun dan hanya 1 (satu) kali memberikan hasil, dikapitalisasi selama periode pengembangan dan merupakan bagian dari harga pokok penjualan pada saat hasil tanaman industri dijual. |
(2) | Biaya pemeliharaan ternak yang berumur lebih dari 1 (satu) tahun dan hanya 1 (satu) kali memberikan hasil, dikapitalisasi selama periode pemeliharaan dan merupakan bagian dari harga pokok penjualan pada saat ternak dijual. |
(1) | Pinjaman tanpa bunga dari pemegang saham yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas diperkenankan apabila:
|
(2) | Apabila pinjaman yang diterima oleh Wajib Pajak berbentuk perseroan terbatas dari pemegang sahamnya tidak memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), atas pinjaman tersebut terutang bunga dengan tingkat suku bunga wajar. |
a. | biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan yang:
| ||||||
b. | Pajak Penghasilan yang ditanggung oleh pemberi penghasilan. |
(1) | Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan dilakukan pada akhir bulan:
|
(2) | Pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 22 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan pada saat:
|
(3) | Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) dan ayat (3) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan pada akhir bulan:
|
(4) | Pemotongan Pajak Penghasilan oleh pihak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1) Undang-Undang Pajak Penghasilan, dilakukan pada akhir bulan:
|
(1) | Pajak Penghasilan atas pembayaran royalti sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat (1) huruf a angka 3 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dilakukan dengan cara bagi hasil dipotong oleh pihak yang wajib membayarkan. |
(2) | Ketentuan mengenai dasar pemotongan Pajak Penghasilan atas pembayaran royalti sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Wajib Pajak yang dalam tahun pajak berjalan dapat membuktikan tidak akan terutang Pajak Penghasilan karena:
|
(2) | Wajib Pajak yang atas penghasilannya hanya dikenakan pajak bersifat final, dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pengajuan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan oleh pihak lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Pajak Penghasilan yang terutang dari Penghasilan Kena Pajak sesudah dikurangi pajak dari suatu bentuk usaha tetap di Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan harus dibayar lunas sebelum Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan disampaikan. |
(2) | Dalam hal Wajib Pajak bentuk usaha tetap memperpanjang jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pajak Penghasilan yang terutang berdasarkan penghitungan sementara harus dibayar lunas sebelum penyampaian pemberitahuan perpanjangan jangka waktu penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan. |
(1) | Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda hanya berlaku bagi orang pribadi atau badan yang merupakan Subjek Pajak:
|
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Direktur Jenderal Pajak dapat melaksanakan kesepakatan dengan negara mitra dalam rangka pertukaran informasi, prosedur persetujuan bersama, dan bantuan penagihan. |
(2) | Ketentuan mengenai tata cara penyampaian pertukaran informasi, pelaksanaan prosedur persetujuan bersama, dan pelaksanaan bantuan penagihan diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Dalam hal terdapat ketentuan perpajakan yang diatur dalam perjanjian internasional yang berbeda dengan ketentuan perpajakan yang diatur dalam Undang-Undang Pajak Penghasilan, perlakuan perpajakannya didasarkan pada ketentuan dalam perjanjian tersebut sampai dengan berakhirnya perjanjian dimaksud, dengan syarat perjanjian tersebut telah sesuai dengan Undang-Undang tentang Perjanjian Internasional. |
(2) | Pelaksanaan perlakuan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan perlakuan perpajakan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Wajib Pajak harus menyelenggarakan pembukuan secara terpisah dalam hal:
|
(2) | Biaya bersama bagi Wajib Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang tidak dapat dipisahkan dalam rangka penghitungan besarnya Penghasilan Kena Pajak, pembebanannya dialokasikan secara proporsional. |
(1) | Wajib Pajak yang melakukan perubahan tahun buku dan telah mendapat persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (6) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, harus melaporkan penghasilan yang diterima atau diperoleh dalam bagian tahun buku yang tidak termasuk dalam tahun buku yang baru dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tersendiri untuk Bagian Tahun Pajak yang bersangkutan. |
(2) | Sisa rugi fiskal yang masih dapat dikompensasikan yang berasal dari tahun-tahun pajak sebelum perubahan tahun buku dapat dikompensasikan dengan penghasilan untuk Bagian Tahun Pajak dan Tahun Pajak berikutnya. |
(1) | Kepada Wajib Pajak yang melakukan penanaman modal baru yang merupakan industri pionir, yang tidak mendapatkan fasilitas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan dapat diberikan fasilitas pembebasan atau pengurangan Pajak Penghasilan badan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (5) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal. |
(2) | Industri pionir sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah industri yang memiliki keterkaitan yang luas, memberi nilai tambah dan eksternalitas yang tinggi, memperkenalkan teknologi baru, serta memiliki nilai strategis bagi perekonomian nasional. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 30 Desember 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
I. | UMUM Dengan diundangkannya Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan terdapat perubahan materi yang terkait dengan penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan. Oleh karena itu perlu dilakukan penyesuaian terhadap ketentuan penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan pelunasan Pajak Penghasilan dalam tahun berjalan. Peraturan Pemerintah ini, sebagai pengganti Peraturan Pemerintah Nomor 138 Tahun 2000 tentang Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan dalam Tahun Berjalan, mengatur ketentuan-ketentuan yang berkenaan dengan Penghitungan Penghasilan Kena Pajak dan Pelunasan Pajak Penghasilan Dalam Tahun Berjalan Dalam Peraturan Pemerintah ini, diatur juga ketentuan peralihan dalam rangka pelaksanaan Undang-Undang Pajak Penghasilan yang mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 2009. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Pemberian saham bonus kepada pemegang saham yang dilakukan tanpa penyetoran termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen. Demikian pula dengan pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham. Agio saham berasal dari setoran modal pemegang saham di atas nilai nominal saham yang diperolehnya. Oleh karena itu apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang saham yang menjadikan jumlah nilai nominal seluruh saham termasuk saham bonus yang diperolehnya lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham tersebut termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen. Namun demikian apabila saham bonus dimaksud diberikan kepada pemegang saham sehingga pemberian tersebut tidak menjadikan jumlah nilai seluruh saham (termasuk saham bonus) yang diperoleh atau dimilikinya lebih besar dari jumlah setoran modalnya, pemberian saham bonus yang berasal dari kapitalisasi agio saham tersebut tidak termasuk dalam pengertian pembagian laba atau dividen. Pasal 3 Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Contoh: PT A (belum Go Public) yang mempunyai modal dasar sebesar Rp4.500.000.000,00 (terdiri dari 4.500.000 lembar saham) dan telah disetor penuh melakukan ekspansi yang sumber pendanaannya diperoleh dengan jalan meningkatkan modal saham dengan menjual saham baru sejumlah 500.000 lembar (nilai nominal Rp 100,00/lembar) dengan nilai jual Rp 750.000.000,00 (500.000 lembar saham x Rp1.500,00) sehingga terdapat selisih di atas nilai nominal sebesar Rp 250.000.000,00 (500.000 lembar saham x Rp500,00) yang dibukukan sebagai agio saham oleh PT A. Atas agio saham tersebut bukan merupakan objek Pajak Penghasilan bagi PT A. Ayat (2)Contoh: Seperti pada ayat (1), namun nilai penjualan 500.000 lembar saham baru tersebut sebesar Rp400.000.000,00. Atas selisih lebih antara nilai nominal dan nilai pasar saham sebesar Rp 100.000.000,00 (500.000 lembar saham x (-Rp200,00)) tersebut dibukukan sebagai disagio saham oleh PT A. Atas disagio saham tersebut bukan merupakan pengurang dari penghasilan bagi PT A. Pasal 5 Cukup jelas. Pasal 6 Cukup jelas. Pasal 7 Ayat (1) Karakteristik Bank Indonesia terkait surplus Bank Indonesia antara lain selisih kurs, penyisihan aktiva, dan penyusutan aktiva tetap. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 8 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "pihak-pihak yang bersangkutan" adalah Wajib Pajak pemberi dan Wajib Pajak penerima bantuan atau, sumbangan, termasuk zakat atau sumbangan keagamaan yang sifatnya wajib bagi pemeluk agama yang diakui di Indonesia, dan atau harta hibahan. Ayat (2) Pasal 9Transaksi yang bersifat rutin antara kedua belah pihak adalah berupa pembelian, penjualan, atau pemberian imbalan lain dengan nama dan dalam bentuk apapun. Ayat (3) Contoh hubungan berkenaan dengan pekerjaan: Ayat (4)
Huruf a Cukup jelas. Huruf b Contoh:
Ayat (1) Pasal 10Cukup jelas. Ayat (2) Contoh: Ayat (3)PT A bergerak di bidang penyewaan apartemen. Sesuai dengan kontrak, sewa apartemen tiap bulan adalah sebesar US$1,000 dan diterbitkan invoice setiap tanggal 1. Pada tanggal 1 September 2010 PT A menerbitkan invoice sebesar US$ 1,000 kepada penyewa. Pada tanggal tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp9.000,00 per 1 US$. Pada tanggal 1 September 2010 tersebut PT A mengakui penghasilan atas sewa apartemen sebesar Rp9.000.000,00 (US$ 1,000 x Rp9.000,00). Pada tanggal 15 September 2010 penyewa membayar sewa apartemen. Pada tanggal tersebut, kurs yang berlaku adalah Rp8.700,00 per 1 US$, sehingga nilai sewa yang dibayar adalah sebesar Rp8.700.000,00 (US$ 1,000 x Rp8.700,00). Atas perbedaan waktu antara tanggal penerbitan invoice dan tanggal pembayaran timbul kerugian selisih kurs bagi PT A sebesar Rp300.000,00 ((Rp9.000,00 - Rp8.700,00) x US$ 1,000)). Atas kerugian selisih kurs tersebut tidak diakui sebagai biaya bagi PT A karena berasal dari penyewaan apartemen yang telah dikenai Pajak Penghasilan bersifat final. Contoh: PT A yang bergerak di bidang penyewaan apartemen, pada bulan September 2010 mendapatkan pinjaman sebesar US$ 10,000,000 yang digunakan masing-masing sebesar US$ 9,000,000 untuk membangun apartemen, dan sebesar US$ 1,000,000 untuk membeli alat transportasi yang akan dipergunakan untuk usaha jasa angkutan. Atas keuntungan atau kerugian selisih kurs mata uang asing yang berasal dari pinjaman sebesar US$ 1,000,000 tersebut dapat diakui sebagai penghasilan atau biaya karena:
Cukup jelas. Pasal 11 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "biaya pengembangan" adalah seluruh pengeluaran yang terkait dengan tanaman industri termasuk pembelian bibit, pemeliharaan, dan pembesaran tanaman sampai dijual. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "biaya pemeliharaan" adalah seluruh pengeluaran yang terkait dengan ternak termasuk pembelian bibit, pemeliharaan, dan pembesaran ternak sampai dijual. Pasal 12 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "tingkat suku bunga wajar" adalah tingkat suku bunga yang berlaku yang ditetapkan sesuai dengan prinsip kewajaran dan kelaziman (best practice) jika transaksi dilakukan di antara pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pasal 13 Huruf a Biaya yang berkenaan dengan penghasilan yang dikenakan pajak tersendiri, baik penghasilan yang dikenakan pemotongan, pemungutan, atau pembayaran Pajak Penghasilan yang bersifat final sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) maupun penghasilan yang dikenai pajak berdasarkan Norma Penghitungan Penghasilan Neto sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 Undang-Undang Pajak Penghasilan dan Norma Penghitungan Khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 15 Undang-Undang Pajak Penghasilan, telah diperhitungkan dalam tarif pajak ataupun norma penghitungan yang berlaku untuk penghasilan tersebut. Oleh karena itu, biaya-biaya tersebut tidak boleh lagi dikurangkan dari penghasilan bruto lainnya yang pengenaan pajaknya dilakukan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Huruf b Cukup jelas. Pasal 14 Kantor perwakilan negara asing dan organisasi internasional tertentu sebagai bukan Subjek Pajak tidak berkewajiban melakukan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 21 ayat (2) Undang-Undang Pajak Penghasilan. Oleh karena itu, orang pribadi dalam negeri yang menerima atau memperoleh penghasilan, berupa gaji dan imbalan lain sehubungan dengan pekerjaan pada badan-badan tersebut, yang jumlahnya melebihi batas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) berkewajiban menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri Pajak Penghasilan yang terutang. Pasal 15 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya). Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan":
Ayat (4) Pasal 16Saat terutangnya Pajak Penghasilan Pasal 26 Undang-Undang Pajak Penghasilan adalah pada saat pembayaran, saat disediakan untuk dibayarkan (seperti: dividen) dan jatuh tempo (seperti: bunga dan sewa), saat yang ditentukan dalam kontrak atau perjanjian atau faktur (seperti: royalti, imbalan jasa teknik atau jasa manajemen atau jasa lainnya). Yang dimaksud dengan "saat disediakan untuk dibayarkan":
Contoh: Pasal 17Pada bulan Oktober 2009 PT A memberikan pinjaman kepada PT B sebesar Rp1.000.000.000,00 dengan tingkat bunga sebesar 10% (sepuluh persen) per tahun. Jatuh tempo pembayaran bunga setiap tanggal l April dan 1 Oktober. Pada 1 April 2010, PT B membayar bunga sebesar Rp50.000.000,00 kepada PT A. Atas bunga pinjaman ini, PT A telah mengakui sebagai penghasilan di tahun 2009 sebesar Rp25.000.000,00 (bunga selama Oktober s.d Desember 2009). Sesuai ketentuan, PT B melakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan pada saat jatuh tempo pembayaran pada tanggal l April 2010 sebesar Rp7.500.000,00 (15% x Rp50.000.000,00) dan kepada PT A diberikan bukti pemotongannya. Atas pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 23 Undang-Undang Pajak Penghasilan tersebut, dapat dikreditkan oleh PT A pada tahun 2010. Pada dasarnya saat pengakuan biaya dan penghasilan dilakukan secara taat asas berdasarkan prinsip akuntansi tentang pengaitan biaya dengan penghasilan (matching of costs againts revenues). Namun, dalam hal-hal tertentu karena kebijakan Pemerintah, Direktur Jenderal Pajak dapat mengatur saat pengakuan penghasilan dan biaya yang berbeda. Pasal 18Yang dimaksud dengan "dalam hal-hal tertentu" antara lain:
Cukup jelas. Pasal 19 Atas penghasilan yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak misalnya yang bergerak di bidang usaha jasa konstruksi dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final dengan Peraturan Pemerintah tersendiri. Dalam hal tidak diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri yang menyatakan bahwa atas penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final, penghasilan tersebut dikenai Pajak Penghasilan berdasarkan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Pasal 20 Contoh: Tuan A, subjek pajak yang telah memenuhi persyaratan subjektif dan objektif namun belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP), memperoleh penghasilan sebesar Rp20.000.000,00 sehubungan dengan jasa konsultasi yang dilakukannya pada tahun 2009. Oleh karena Tuan A belum memiliki NPWP, atas penghasilan tersebut dilakukan pemotongan Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan oleh pemberi penghasilan dengan tarif lebih tinggi 20% (dua puluh persen) daripada tarif yang diterapkan terhadap Wajib Pajak yang dapat menunjukkan NPWP, sehingga Pajak Penghasilan Pasal 21 Undang-Undang Pajak Penghasilan yang dipotong adalah sebesar Rp 1.200.000,00 (5% x 120% x Rp20.000.000,00). Pada tahun 2011, Tuan A mendaftarkan dirinya untuk mendapatkan NPWP dan melaporkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi Tahun Pajak 2009 dan 2010. Atas kredit pajak sebesar Rp1.200.000,00 yang dipotong pada tahun 2009 tersebut, Tuan A hanya dapat mengkreditkannya dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi Tahun Pajak 2009. Pasal 21 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Contoh: Perusahaan Jasa Konstruksi yang atas penghasilannya semata-mata dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final melakukan impor barang yang digunakan untuk kegiatan jasa konstruksi. Atas impor barang tersebut, perusahaan jasa konstruksi dapat mengajukan permohonan pembebasan dari pemotongan dan/atau pemungutan Pajak Penghasilan Pasal 22 Undang-Undang Pajak Penghasilan. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 22 Contoh: Penghasilan neto komersial bentuk usaha tetap di Indonesia dalam tahun 2009 sebesar Rp16.000.000.000,00 dan penyesuaian fiskal positif sebesar Rp1.500.000.000,00. Sisa kerugian tahun sebelumnya yang masih dapat dikompensasikan dalam tahun 2009 sebesar Rp7.500.000.000,00. Penghitungan Pajak Penghasilan Pasal 17 dan Pasal 26 ayat (4) sebagai berikut:
Dalam menghitung PPh Pasal 26 ayat (4), kompensasi kerugian sebesar Rp7.500.000.000,00 tersebut tidak boleh diperhitungkan sebagai pengurang Penghasilan Kena Pajak setelah dikurangi pajak (Rp7.200.000.000,00). Pasal 23Ayat (1) Sesuai dengan ketentuan Pasal 3 ayat (3) Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan, batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan bagi Wajib Pajak badan adalah paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak. Dengan demikian pelunasan Pajak Penghasilan yang terhutang harus dilakukan sebelum batas akhir penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan tersebut. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 24 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "Surat Keterangan Domisili" atau yang disebut dengan certificate of resident adalah surat keterangan yang diterbitkan dan/atau disahkan oleh pejabat yang berwenang di bidang perpajakan (Competent Authority) atau pejabat yang ditunjuk berdasarkan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Pertukaran informasi (exchange of information), prosedur persetujuan bersama (mutual agreement procedures), dan bantuan penagihan (assistance in collection of taxes) merupakan bagian dari kesepakatan dalam Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Pasal 28Pembukuan secara terpisah merupakan proses pencatatan yang dilakukan secara teratur dengan melakukan pemisahan pencatatan untuk setiap transaksi, penghasilan dan biaya-biaya antara kegiatan usaha yang dikenai Pajak Penghasilan dengan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan dengan kegiatan usaha yang dikenai Pajak Penghasilan yang bersifat final maupun atas penerimaan penghasilan bruto yang merupakan objek pajak dan yang bukan merupakan objek pajak, serta penghasilan dan biaya-biaya dari usaha yang tidak mendapatkan fasilitas perpajakan dan yang mendapatkan fasilitas perpajakan sebagaimana diatur dalam Pasal 31A Undang-Undang Pajak Penghasilan. Ayat (2)Contoh huruf c: PT A bergerak di bidang industri pengalengan ikan yang berkedudukan di Jakarta mempunyai aset berupa gudang dan mesin pengolahan di Papua dalam rangka pengembangan kegiatan dan produksi perusahaan. Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 1 Tahun 2007 tentang Fasilitas Pajak Penghasilan untuk Penanaman Modal di Bidang-Bidang Usaha Tertentu dan/atau di Daerah-Daerah Tertentu sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2008, atas industri pengalengan ikan dan biota perairan lainnya di daerah Papua dapat diberikan fasilitas Pajak Penghasilan. Salah satu bentuk fasilitas Pajak Penghasilan yang dimaksud adalah penyusutan dan amortisasi yang dipercepat. Dalam hal ini, pencatatan secara terpisah harus dilakukan untuk biaya penyusutan atas aset dalam rangka usaha yang mendapatkan fasilitas perpajakan (di Papua) dan yang tidak mendapatkan fasilitas perpajakan (di Jakarta). Biaya bersama adalah pengeluaran atau biaya yang berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara suatu penghasilan dan sekaligus berhubungan langsung dengan kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan lainnya. Biaya-biaya bersama yang menjadi dasar alokasi pembebanan dalam rangka menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak adalah biaya bersama setelah dilakukan penyesuaian/koreksi fiskal sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 dan peraturan pelaksanaannya. Contoh: PT A bergerak dalam bidang usaha yang penghasilannya dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final. Dalam suatu tahun pajak, PT A memperoleh penghasilan bruto yang terdiri dari:
Ayat (1) Contoh: Wajib Pajak dengan tahun buku dari 1 Juli 2009· sarnpai dengan 30 Juni 2010 (tahun buku 2009) melakukan perubahan tahun bukunya yang telah disetujui Direktur Jenderal Pajak rnenjadi 1 Oktober 2009 sarnpai dengan 30 September 2010 (tahun buku 2010). Dalam hal ini, penghasilan yang diterima atau diperoleh sejak 1 Juli 2010 sampai dengan 30 September 2010 harus dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan tahun 2010 tersendiri. Ayat (2) Sisa rugi fiskal dalam bagian tahun buku yang tidak termasuk dalam tahun buku yang baru, dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun. Contoh: Tahun buku PT X adalah Oktober sampai dengan September. PT X berencana mengubah tahun buku menjadi Januari sampai dengan Desember mulai Tahun Pajak 2010. PT X memiliki rugi fiskal yang berasal dari Tahun Pajak 2007 Untuk sisa rugi fiskal Tahun Pajak 2007 (Oktober 2006 sampai dengan September 2007) dapat dikompensasikan dengan penghasilan mulai Tahun Pajak berikutnya berturut-turut sampai dengan 5 (lima) tahun, yaitu mulai Tahun Pajak 2008 sampai dengan 2011 sebagai berikut: Tahun Pajak I : 2008 (Oktober 2007 sampai dengan September 2008) Tahun Pajak II: 2009 (Oktober 2008 sampai dengan September 2009) Tahun Pajak III : Bagian Tahun Pajak 2009 (Oktober 2009 sampai dengan dengan Desember 2009) Tahun Pajak IV : 2010 (Januari 2010 sampai dengan Desember 2010) Tahun Pajak V : 2011 (Januari 2011 sampai dengan Desember 2011). Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Contoh: PT A mempergunakan tahun buku dari 1 Juli 2008 sampai dengan 30 Juni 2009 untuk Tahun Pajak 2008. Dalam rangka menghitung kewajiban pajaknya pada akhir tahun (tahun buku), PT A wajib menghitungnya berdasarkan ketentuan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Pasal 32 PT A mempergunakan tahun buku dari 1 Agustus 2008 sampai dengan 31 Juli 2009 untuk Tahun Pajak 2009. Dalam rangka menghitung kewajiban pajak dalam tahun berjalan melalui pemotongan dan pemungutan pajak oleh pihak lain (Pajak Penghasilan Pasal 22, Pasal 23, Pasal 24 dan Pasal 26 ayat (5) Undang-Undang Pajak Penghasilan serta pembayaran pajak oleh Wajib Pajak sendiri (Pajak Penghasilan Pasal 25) sampai dengan Desember 2008, PT A wajib menghitungnya berdasarkan ketentuan dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2000. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. |