Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan
(1) | Objek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan. | ||||
(2) | Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi :
| ||||
(3) | Hak atas tanah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah :
| ||||
(4) | Objek pajak yang tidak dikenakan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah objek pajak yang diperoleh :
| ||||
(5) | Ketentuan lebih lanjut mengenai pengenaan pajak terhadap Objek Pajak yang diperoleh karena hibah wasiat dan waris sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a angka 4 dan angka 5, dan pemberian hak pengelolaan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) huruf f diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Yang menjadi Subjek Pajak Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas tanah dan/atau bangunan. |
(2) | Subjek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang dikenakan kewajiban membayar pajak, menjadi wajib pajak menurut Peraturan Daerah ini. |
(1) | Dasar pengenaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan adalah Nilai Perolehan Objek Pajak. |
(2) | Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), dalam hal :
|
(3) | Apabila Nilai Perolehan Objek Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf o tidak diketahui atau lebih rendah daripada NJOP yang digunakan dalam pengenaan Pajak Bumi dan Bangunan pada tahun terjadinya perolehan, dasar pengenaan yang dipakai adalah NJOP Pajak Bumi dan Bangunan. |
(4) | Dalam hal NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) belum ditetapkan pada saat terutangnya pajak, NJOP Pajak Bumi dan Bangunan dapat didasarkan pada surat keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan. |
(5) | Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) adalah bersifat sementara. |
(6) | Surat Keterangan NJOP Pajak Bumi dan Bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat diperoleh dari kantor pelayanan pajak atau instansi yang berwenang sesuai dengan ketentuan Peraturan perundang-undangan. |
(7) | Besarnya Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 80.000.00000 (delapan puluh juta rupiah). |
(8) | Dalam hal perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat atau waris termasuk suami/istri, Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak ditetapkan sebesar Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah). |
(9) | Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan ayat (8) dapat ditinjau atau dievaluasi kembali setiap tahun dengan Peraturan Gubernur setelah mendapat persetujuan DPRD. |
(1) | Besarnya pokok Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 setelah dikurangi Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (8). |
(2) | Dalam hal Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (2) tidak diketahui atau lebih rendah dari pada NJOP yang digunakan dalam pengenaan PBB pada tahun terjadinya perolehan, besaran pokok BPHTB yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 dengan NJOP setelah dikurangi NPOPTKP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (7) atau ayat (8). |
(1) | Saat terutangnya Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangunan ditetapkan untuk :
|
(2) | Pajak yang terutang harus dilunasi pada saat terjadinya perolehan hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1). |
(1) | Wajib Pajak BPHTB wajib membayar sendiri pajak yang terhutang dengan menggunakan Surat Setoran Pajak Daerah (SSPD). |
(2) | SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga merupakan Surat Pemberitahuan Pajak Daerah (SPTPD). |
(3) | SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus diisi dengan jelas, benar, dan lengkap serta ditandatangani oleh wajib pajak atau kuasanya. |
(4) | Ketentuan lebih lanjut mengenai bentuk, isi, dan tatacara pengisian SSPD sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Penetapan SSPD sebagaimana dimaksud dalam Pasal 10 mengacu pada sistem dan prosedur pemungutan BPHTB. |
(2) | Sistem dan prosedur sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mencakup tatacara penyampaian, pembayaran, penelitian, pelaporan, penagihan, dan pengurangan SSPD-BPHTB serta pendaftaran akta dan pengurusan akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan. |
(3) | Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem dan prosedur pemungutan BPHTB sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah hanya dapat menandatangani akta pemindahan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah wajib pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. |
(2) | Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang hanya dapat menandatangani risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. |
(3) | Kepala Kanwil BPN/Kepala Kantor Pertanahan hanya dapat melakukan pendaftaran Hak Atas Tanah atau Pendaftaran Peralihan hak atas tanah setelah Wajib Pajak menyerahkan bukti pembayaran pajak. |
(1) | Notaris/Pejabat Pembuat Akta Tanah dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang melaporkan pembuatan akta atau risalah lelang perolehan hak atas tanah dan/atau bangunan kepada Gubernur paling lambat setiap tanggal 10 (sepuluh) bulan berikutnya. |
(2) | Ketentuan lebih lanjut mengenai tata cara pelaporan bagi pejabat sebagaimana dimaksud pada ayat (1), diatur dengan Peraturan Gubernur. |
(1) | Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan Kepala Kantor yang membidangi pelayanan lelang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (1) dan ayat (2), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) untuk setiap pelanggaran. |
(2) | Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris dan kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang negara, yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (1), dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp 250.000,00 (dua ratus lima puluh ribu rupiah) untuk setiap laporan. |
(3) | Kepala Kantor bidang Pertanahan yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 ayat (3), dikenakan sanksi sesuai dengan ketentuan Peraturan Perundang-undangan. |
(1) | Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Pajak yang masih terutang berdasarkan Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997 tentang Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2000 dan sepanjang belum atau tidak diatur dalam Peraturan Daerah ini, masih dapat ditagih selama jangka waktu 5 (lima) tahun terhitung sejak saat terutang. |
(2) | Dengan berlakunya Peraturan Daerah ini, maka semua peraturan di bidang perpajakan daerah masih tetap berlaku paling lama 1 (satu) tahun, sepanjang tidak bertentangan dan/atau belum ditetapkan peraturan pelaksanaan berdasarkan Peraturan Daerah ini. |
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 28 Desember 2010 GUBERNUR PROVINSI DAERAH KHUSUS IBUKOTA JAKARTA, ttd. FAUZI BOWO |
I. | UMUM Dalam rangka melaksanakan pembangunan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta, sumber dana memegang peranan penting dalam keberhasilan pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan yang dilakukan. Salah satu sumber dana yang cukup memegang peranan penting bagi kelangsungan dan optimalisasi pelaksanaan pembangunan dan penyelenggaraan urusan pemerintahan di Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta adalah penerimaan dan sektor pajak daerah, mengingat Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta memiliki Sumber Daya Alam yang terbatas, oleh karena itu potensi penerimaan sektor pajak daerah merupakan penerimaan andalan. Dengan berlakunya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah, maka Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta memperoleh perluasan objek pajak daerah sebagai sumber penghasilan tambahan dalam penyelenggaraan pembangunan dan urusan pemerintahan lainnya. Perluasan objek pajak daerah yang diatur dalam Undang-Undang tersebut meliputi perluasan basis pajak daerah yang telah ada, pendaerahan objek pajak pusat menjadi pajak daerah dan penambahan objek pajak baru. Terkait dengan pelaksanaan pemungutan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan yang merupakan salah satu perluasan objek pajak daerah, maka keberadaan Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan merupakan salah satu perluasan objek pajak daerah dan pajak pusat menjadi pajak daerah. Adanya penambahan jenis pungutan Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan diharapkan dapat memenuhi kebutuhan keuangan daerah yang selama ini dirasakan belum mencukupi. Oleh karena itu dengan penambahan jenis pajak baru serta keleluasaan dalam menerapkan tarif pajak daerah (diskresi tarif) sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009, Pemerintah Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta dapat mengoptimalkan pendapatan daerah dalam pembiayaan APBD pararel dengan peningkatan pelayanan masyarakat. Pemberian kewenangan penetapan besarnya tarif pajak kepada daerah dimaksudkan untuk menghindari penetapan tarif pajak yang tinggi diluar ketentuan, sehingga menambah beban masyarakat secara berlebihan. Untuk itu daerah diberi kewenangan dalam Undang-Undang untuk menetapkan tarif pajak dalam batas maksimum. Disisi lain, agar tidak terjadi persaingan tarif antar daerah khususnya untuk objek yang mudah bergerak seperti yang terjadi pada pajak daerah lainnya yang pada akhirnya dapat merugikan kepentingan daerah dan negara. Untuk meningkatkan prinsip akuntabilitas yang berkaitan dengan pengawasan pungutan pajak daerah, maka Peraturan Daerah sebelum dilaksanakan harus mendapat persetujuan dari Pemerintah Pusat, dan bagi daerah yang menerapkan kebijakan di bidang pajak daerah melanggar ketentuan Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi akan dikenakan sanksi berupa penundaan dan/atau pembatalan Peraturan Daerah yang disampaikan. Dengan disahkannya Peraturan Pajak Daerah ini, dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat dan dunia usaha di dalam pelaksanaan kewajiban perpajakan daerah, tentu dengan satu harapan bahwa pengetahuan dan sadar pajak masyarakat semakin meningkat serta aparat pemungut pajak bekerja secara profesional didasari pada prinsip good governance. Sehubungan dengan hal tersebut diatas, maka Peraturan Daerah ini mengatur ketentuan material yang meliputi antara lain Objek dan Subjek Pajak, Tarif Pajak, Dasar Pengenaan dan Tata Cara Penghitungan Pajak, Ketentuan mengenai masa pajak, dan saat terutang pajak. | ||||||||||||||||||||||||||||||||||
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup Jelas Pasal 2 Cukup Jelas Pasal 3 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Huruf a Yang dimaksud dengan pemindahan hak adalah perbuatan hukum yang dilakukan dengan tujuan agar hak atas tanah dan atau bangunan berpindah kepada yang menerima pengalihan atau pemindahan hak tersebut, baik berdasarkan perjanjian, perikatan maupun berdasarkan perbuatan hukum lainnya. Angka 1 Yang dimaksud dengan jual beli merupakan suatu perbuatan hukum atas suatu perjanjian timbal balik, dimana pihak yang satu (penjual) menyerahkan hak milik atas suatu barang (bumi dan/atau bangunan) kepada pihak lainnya (pembeli), dan si pembeli membayar harga (berupa uang maupun alat pembayaran lainnya) yang telah disetujui bersama kepada si penjual, sebagai imbalan dan perolehan hak milik tersebut. Angka 2 Yang dimaksud dengan Tukar menukar adalah suatu perbuatan hukum yang mana kedua belah pihak mengikatkan dirinya untuk saling mengalahkan haknya secara timbal balik atas suatu tanah dan/atau bangunan. Angka 3 Yang dimaksud dengan Hibah adalah suatu persetujuan dimana seseorang penghibah mengalihkan haknya atas tanah dan/atau bangunan secara cuma-cuma kepada penerima hibah tanpa menariknya kembali. Angka 4 Yang dimaksud dengan Hibah Wasiat adalah suatu penetapan wasiat yang khusus mengenai pemberian hak atas tanah atau bangunan kepada orang pribadi atau badan hukum tertentu yang berlaku setelah pemberi hibah wasiat meninggal dunia. Angka 5 Yang dimaksud dengan Waris adalah orang yang mendapatkan harta warisan baik sebagai ahli waris maupun bukan ahli waris. Angka 6 Yang dimaksud dalam pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lain adalah peralihan hak atas tanah dan/atau bangunan dari orang pribadi atau Badan kepada perseroan terbatas atau badan hukum dan sebagai penyertaan modal perseroan terbatas atau badan hukum lain tersebut. Angka 7 Yang dimaksud dengan pemisahan hak yang mengakibatkan peralihan adalah pemindahan sebagian hak bersama atas tanah dan/atau bangunan oleh orang pribadi atau Badan kepada sesama pemegang hak bersama. Angka 8 Yang dimaksud dengan penunjukkan pembeli dalam lelang adalah penetapan pemenang lelang oleh Pejabat lelang sebagaimana yang tercantum dalam Risalah Lelang. Angka 9 Yang dimaksud dengan pelaksanaan putusan hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap adalah terjadi peralihan hak dari orang pribadi atau badan hukum sebagai salah satu pihak kepada pihak yang ditentukan dalam keputusan Hakim tersebut yang mempunyai kekuatan hukum tetap. Angka 10 Yang dimaksud dengan penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua Badan Usaha atau lebih dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu Badan Usaha dan melikuidasi badan usaha lainnya yang menggabung tersebut. Angka 11 Yang dimaksud dengan peleburan usaha adalah penggabungan dan dua atau lebih Badan Usaha dengan cara mendirikan Badan Usaha baru dan melikuidasi badan-badan yang bergabung tersebut. Angka 12 Yang dimaksud dengan pemekaran usaha adalah pemisahan suatu badan usaha menjadi dua badan usaha atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian aktiva dan pasiva kepada badan usaha baru yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama. Angka 13 Yang dimaksud dengan hadiah adalah suatu perbuatan hukum berupa penyerahan hak atas tanah dan/atau bangunan yang dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada penerima hadiah. Huruf b Angka 1 Yang dimaksud dengan pemberian hak baru karena kelanjutan pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara sebagai si pelepas hak atas tanah dan/atau bangunan. Angka 2 Yang dimaksud dengan pemberian hak baru karena di luar pelepasan hak adalah pemberian hak baru kepada orang pribadi atau badan hukum dari negara atau dari pemegang hak milik sebagai si pelepas hak atas tanah dan/atau bangunan. Ayat (3) Huruf a Yang dimaksud dengan Hak milik adalah hak milik turun temurun terkuat dan terpenuh yang dapat dipunyai oleh orang pribadi atau badan-badan hukum tertentu yang ditetapkan oleh Pemerintah. Huruf b Yang dimaksud dengan Hak guna usaha adalah hak untuk mengusahakan tanah yang dikuasai langsung oleh negara dalam jangka waktu sebagaimana yang ditentukan oleh ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Huruf c Yang dimaksud dengan Hak guna bangunan adalah hak untuk mendirikan dan mempunyai bangunan-bangunan atas tanah yang bukan miliknya dengan jangka waktu yang ditetapkan dalam Undang-undang Nomor 5 Tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-pokok Agraria, dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. huruf d Yang dimaksud dengan Hak pakai adalah hak untuk menggunakan dan/atau memungut hasil dari tanah yang dikuasai oleh Negara atau tanah milik orang lain, yang memberi wewenang dan kewajiban yang ditentukan dalam keputusan pemberiannya oleh pejabat yang berwenang memberikannya atau dalam perjanjian dengan pemilik tanahnya, yang bukan perjanjian sewa menyewa atau perjanjian pengolahan tanah atau segala sesuatu sepanjang tidak bertentangan dengan jiwa dan ketentuan perundang-undangan yang berlaku. Huruf e
Huruf f Yang dimaksud dengan Hak pengelolaan adalah hak menguasai dari negara yang kewenangan pelaksanaannya sebagian dilimpahkan kepada pemegang haknya antara lain : berupa perencanaan peruntukan dan penggunaan tanah, penggunaan tanah untuk keperluan pelaksanaan tugas, penyenahan bagian-bagian dari tanah tersebut kepada pihak ketiga dan/atau bekerjasama dengan pihak ketiga. Ayat (4) Huruf a Cukup Jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan Tanah dan bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan dan/atau untuk pelaksanaan pembangunan guna kepentingan umum adalah tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan baik Pemerintah Pusat maupun Daerah dengan kegiatan yang semata-mata tidak ditujukan untuk mencari keuntungan, misalnya tanah dan/atau bangunan yang digunakan untuk instansi pemerintah, sekolah milik pemerintah, rumah sakit pemerintah dan jalan umum. Huruf c Yang dimaksud dengan badan atau perwakilan lembaga internasional adalah badan atau perwakilan organisasi internasional baik pemerintah maupun non pemerintah berdasarkan penetapan Menteri Keuangan. Huruf d Yang dimaksud dengan Konvensi hak adalah perubahan hak dari hak lama menjadi hak baru menurut Undang-undang Pokok Agraria, ketentuan perundang-undangan lainnya termasuk pengakuan hak dari pemerintah. Contoh :
Yang dimaksud dengan perbuatan hukum lain adalah memperpanjang hak atas tanah tanpa ada perubahan nama. Huruf e Yang dimaksud dengan Wakaf adalah perbuatan hukum orang pribadi atau Badan yang memisahkan sebagian hak miliknya berupa atas tanah dan/atau bangunan dan melembagakan untuk selama-lamanya guna kepentingan peribadatan atau kepentingan umum lainnya tanpa imbalan apapun. Huruf f Cukup Jelas. Pasal 4 Cukup Jelas. Pasal 5 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Contoh : Wajib Pajak A membeli tanah dan bangunan dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (Nilai Jual) sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah), namun NJOP PBB objek dimaksud pada tahun terjadinya perolehan sebesar Rp 95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah), maka nilai perolehan yang dipakai sebagai dasar pengenaan BPHTB adalah Rp 95.000.000,00 (sembilan puluh lima juta rupiah). Ayat (4) Cukup Jelas. Ayat (5) Cukup Jelas. Ayat (6) Cukup Jelas. Ayat (7) Penetapan NPOPTKP sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) untuk setiap wajib pajak meliputi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a, huruf b, huruf c, huruf f, huruf g, huruf h, huruf j, huruf k, huruf l, huruf m, huruf n, dan huruf o. Pemberlakuan NPDPTKP sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) terhadap hak atas tanah meliputi, hak milik, hak guna usaha, hak guna bangunan dan hak pakai. Contoh : Pada tanggal 1 Februari 2009, WP "A" membeli tanah di wilayah Jakarta Timur dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp 75.000.000,00 (tujuh puluh lima juta rupiah) dimana Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri, ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) mengingat NPOP lebih kecil dibandingkan NPOPTKP maka perolehan hak tersebut tidak terutang BPHTB. Pada tanggal 1 Februari 2009, WP "B" membeli tanah dan bangunan di wilayah Jakarta Timur dengan NPOP sebesar Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) dimana Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak selain karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi hibah wasiat, termasuk suami/isteri ditetapkan sebesar Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah), mengingat NPOP adalah Rp 100.000.000,00 (seratus juta rupiah) lebih besar dibandingkan NPOPTKP adalah Rp 80.000.000,00 (delapan puluh juta rupiah) maka perolehan hak tersebut terutang BPHTB sebesar Rp 20.000.000,00 (dua puluh juta rupiah) dikalikan tarif BPHTB. Ayat (8) Contoh : Pada tanggal 1 Maret 2009, WP "C" mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan di wilayah Jakarta Barat dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah), dimana Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi waris atau hibah wasiat, termasuk suami/isteri, ditetapkan sebesar Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) mengingat NPOP sama dengan NPOPTKP maka atas perolehan hak tersebut tidak terutang BPHTB. Pada tanggal 1 Maret 2009, WP "D" mendaftarkan warisan berupa tanah dan bangunan di wilayah Jakarta Barat dengan Nilai Perolehan Objek Pajak (NPOP) sebesar Rp 1.000.000.000,00 (satu milyar juta rupiah) dimana Nilai Perolehan Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NPOPTKP) untuk perolehan hak karena waris atau hibah wasiat yang diterima orang pribadi yang masih dalam hubungan keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat ke atas atau satu derajat ke bawah dengan pemberi waris atau hibah wasiat, termasuk suami/isteri, ditetapkan sebesar Rp 350.000.000,00 (tiga ratus lima puluh juta rupiah) mengingat NPOP lebih besar dari NPOPTKP maka perolehan hak tersebut terutang BPHTB sebesar Rp 650.000.000,00 (enam ratus lima puluh juta rupiah) dikalikan tarif BPHTB. Ayat (9) Cukup Jelas Pasal 6 Cukup Jelas. Pasal 7 Contoh :
Pasal 8 Ayat (1) Huruf a Yang dimaksud dengan sejak tanggal dibuat dan ditandatanganinya akta adalah tanggal dibuat dan ditandatangani akta pemindahan hak dihadapan Pejabat Pembuat Akta Tanah/Notaris. Huruf b Cukup Jelas. Huruf c Cukup Jelas. Huruf d Cukup Jelas. Huruf e Cukup Jelas. Huruf f Cukup Jelas. Huruf g Cukup Jelas. Huruf h Cukup Jelas. Huruf i Cukup Jelas. Huruf j Cukup Jelas. Huruf k Cukup Jelas. Huruf l Cukup Jelas. Huruf m Cukup Jelas. Huruf n Cukup Jelas. Huruf o Yang dimaksud dengan sejak tanggal penunjukan pemenang lelang adalah ditandatanganinya risalah lelang oleh Kantor Pelayanan Kekayaan Negara dan Lelang (KPKNL), atau Kantor Lelang lainnya sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang memuat antara lain nama pemenang lelang. Ayat (2) Cukup Jelas. Pasal 9 Cukup Jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Cukup Jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan jelas, benar, dan lengkap adalah : Jelas, dimaksudkan agar penulisan data yang diminta tidak menimbulkan salah tafsir yang dapat merugikan negara maupun wajib pajak. Sedang benar, berarti data yang dilaporkan harus sesuai dengan keadaan yang sebenarnya, seperti luas tanah dan atau bangunan, dan Lengkap berarti semua kolom-kolom pertanyaan diisi secara lengkap beserta lampiran-lampirannya. Ayat (4) Cukup Jelas. Pasal 11 Cukup Jelas. Pasal 12 Ayat (1) Cukup Jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "Risalah Lelang" adalah kutipan risalah lelang yang ditandatangani oleh Kepala kantor yang membidangi pelayanan lelang. Ayat (3) Cukup Jelas. Pasal 13 Cukup Jelas. Pasal 14 Cukup Jelas. Pasal 15 Cukup Jelas. Pasal 16 Cukup Jelas. |