Biaya Operasi yang Dapat Dikembalikan dan Perlakuan Pajak Penghasilan di Bidang Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi
(1) | Kontraktor wajib membawa modal dan teknologi serta menanggung risiko operasi dalam rangka pelaksanaan operasi perminyakan berdasarkan kontrak kerja sama pada suatu wilayah kerja. |
(2) | Pelaksanaan operasi perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib dilakukan berdasarkan prinsip efektif dan efisien, prinsip kewajaran, serta kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik. |
(1) | Seluruh barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor dalam rangka operasi perminyakan rnenjadi barang milik negara yang pembinaannya dilakukan oleh Pemerintah dan dikelola oleh Badan Pelaksana. |
(2) | Atas barang dan peralatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dalam rangka pengembalian biaya operasi tidak dapat dilakukan penilaian kembali. |
(1) | Dalam melaksanakan operasi perminyakan, kontraktor wajib menyusun rencana kerja dan anggaran sesuai dengan kaidah praktek bisnis dan keteknikan yang baik serta prinsip kewajaran. |
(2) | Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) terdiri atas:
|
(3) | Rencana kerja dan anggaran sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendapat persetujuan Kepala Badan Pelaksana. |
(4) | Persetujuan Kepala Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan dasar bagi kontraktor untuk melaksanakan operasi perminyakan. |
(1) | Kontraktor mendapatkan kembali biaya operasi sesuai dengan rencana kerja dan anggaran yang telah disetujui oleh Kepala Badan Pelaksana, setelah wilayah kerja menghasilkan produksi komersial. |
(2) | Produksi komersial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) statusnya ditetapkan melalui Persetujuan Menteri atas rencana pengembangan lapangan yang pertama kali akan diproduksikan. |
(3) | Dalam hal wilayah kerja sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak menghasilkan produksi komersial, terhadap seluruh biaya operasi yang telah dikeluarkan menjadi risiko dan beban kontraktor sepenuhnya. |
(1) | Menteri menetapkan besaran minimum bagian negara dari suatu wilayah kerja yang dikaitkan dengan lifting dalam persetujuan rencana pengembangan lapangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (2). |
(2) | Penetapan besaran minimum bagian negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan berdasarkan pedoman yang ditetapkan oleh Menteri. |
(1) | Penghasilan bruto kontraktor terdiri atas:
|
(2) | Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dihitung berdasarkan nilai realisasi minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor dari equity share dan FTP share ditambah minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi ditambah minyak dan/atau gas bumi tambahan yang berasal dari pemberian insentif atau karena hal lain dikurangi nilai realisasi penyerahan DMO minyak dan/atau gas bumi ditambah Imbalan DMO ditambah varian harga atas lifling. |
(3) | Penghitungan pajak penghasilan atas penghasilan dalam rangka kontrak jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b dihitung berdasarkan imbalan yang diterima dari Pemerintah ditambah nilai realisasi penjualan atas minyak dan/atau gas bumi yang berasal dari pengembalian biaya operasi. |
(4) | Penghasilan lain di luar kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
|
(1) | Untuk menjamin adanya penerimaan negara, Menteri menetapkan besaran dan pembagian FTP. |
(2) | Untuk mendorong pengembangan wilayah kerja, Menteri dapat menetapkan bentuk dan besaran insentif investasi. |
(1) | Biaya operasi terdiri atas:
| ||||||||||
(2) | Biaya eksplorasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri atas:
| ||||||||||
(3) | Biaya eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri atas:
| ||||||||||
(4) | Biaya umum dan administrasi untuk kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c dan ayat (3) huruf d terdiri atas:
| ||||||||||
(5) | Biaya lain sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri atas:
|
(1) | Biaya operasi yang dapat dikembalikan dalam penghitungan bagi hasil dan pajak penghasilan harus memenuhi persyaratan:
| ||||||||||||
(2) | Biaya yang dikeluarkan yang terkait langsung dengan operasi perminyakan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a wajib memenuhi syarat:
| ||||||||||||
(3) | Batasan maksimum biaya yang berkaitan dengan remunerasi tenaga kerja asing ditetapkan dengan Peraturan Menteri Keuangan setelah mendapatkan pertimbangan dari Menteri. |
a. | biaya yang dibebankan atau dikeluarkan untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari pekerja, pengurus, pemegang participating interest, dan pemegang saham; |
b. | pembentukan atau pemupukan dana cadangan, kecuali biaya penutupan dan pemulihan tambang yang disimpan pada rekening bersama Badan Pelaksana dan kontraktor dalam rekening bank umum Pemerintah Indonesia yang berada di Indonesia; |
c. | harta yang dihibahkan; |
d. | sanksi administrasi berupa bunga, denda, dan kenaikan serta sanksi pidana berupa denda yang berkaitan dengan pelaksanaan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan serta tagihan atau denda yang timbul akibat kesalahan kontraktor karena kesengajaan atau kealpaan; |
e. | biaya penyusutan atas barang dan peralatan yang digunakan yang bukan milik negara; |
f. | insentif, pembayaran iuran pensiun, dan premi asuransi untuk kepentingan pribadi dan/atau keluarga dari tenaga kerja asing, pengurus, dan pemegang saham; |
g. | biaya tenaga kerja asing yang tidak memenuhi prosedur rencana penggunaan tenaga kerja asing (RPTKA) atau tidak memiliki izin kerja tenaga asing (IKTA); |
h. | biaya konsultan hukum yang tidak terkait langsung dengan operasi perminyakan dalam rangka kontrak kerja sama; |
i. | biaya konsultan pajak; |
j. | biaya pemasaran minyak dan/atau gas bumi bagian kontraktor, kecuali biaya pemasaran gas bumi yang telah disetujui Kepala Badan Pelaksana; |
k. | biaya representasi, termasuk biaya jamuan dengan nama dan dalam bentuk apapun, kecuali disertai dengan daftar nominatif penerima manfaat dan nomor pokok wajib pajak (NPWP) penerima manfaat; |
l. | biaya pengembangan lingkungan dan masyarakat setempat pada masa eksploitasi; |
m. | biaya pelatihan teknis untuk tenaga kerja asing; |
n. | biaya terkait merger, akuisisi, atau biaya pengalihan participating interest; |
o. | biaya bunga atas pinjaman; |
p. | pajak penghasilan karyawan yang ditanggung kontraktor maupun dibayarkan sebagai tunjangan pajak dan pajak penghasilan yang wajib dipotong atau dipungut atas penghasilan pihak ketiga yang ditanggung kontraktor atau di-gross up; |
q. | pengadaan barang dan jasa serta kegiatan lainnya yang tidak sesuai dengan prinsip kewajaran dan kaidah keteknikan yang baik, atau yang melampaui nilai persetujuan otorisasi pengeluaran di atas 10% (sepuluh persen) dari nilai otorisasi pengeluaran; |
r. | surplus material yang berlebihan akibat kesalahan perencanaan dan pembelian; |
s. | nilai buku dan biaya pengoperasian aset yang telah digunakan yang tidak dapat beroperasi lagi akibat kelalaian kontraktor; |
t. | transaksi yang:
|
u. | bonus yang dibayarkan kepada Pemerintah; |
v. | biaya yang terjadi sebelum penandatanganan kontrak; |
w. | insentif interest recovery; dan |
x. | biaya audit komersial. |
(1) | Barang yang memiliki masa manfaat tidak lebih dari 1 (satu) tahun dibebankan sebagai biaya operasi pada saat barang digunakan. |
(2) | Pembebanan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan secara rata-rata atau dengan cara mendahulukan barang yang diperoleh pertama. |
(1) | Penyusutan atas pengeluaran harta berwujud yang mempunyai masa manfaat lebih dari 1 (satu) tahun dilakukan dalam bagian yang menurun selama masa manfaat yang dihitung dengan cara menerapkan tarif penyusutan atas nilai sisa buku dan pada akhir masa manfaat nilai sisa buku disusutkan sekaligus. |
(2) | Penyusutan dimulai pada bulan harta tersebut digunakan (placed into service). |
(3) | Penghitungan penyusutan dilakukan sesuai kelompok, tarif, dan masa manfaat sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Pemerintah ini. |
(4) | Dalam hal harta berwujud sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dapat digunakan lagi akibat kerusakan karena faktor alamiah atau keadaan kahar, jumlah nilai sisa buku harta berwujud tetap disusutkan sesuai dengan sisa masa manfaatnya. |
(1) | Besarnya cadangan biaya penutupan dan pemulihan tambang yang dibebankan untuk 1 (satu) tahun pajak, dihitung berdasarkan estimasi biaya penutupan dan pemulihan tambang berdasarkan masa manfaat ekonomis. |
(2) | Cadangan biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan dalam rekening bersama antara Badan Pelaksana dan kontraktor di bank umum Pemerintah Indonesia di Indonesia. |
(3) | Dalam hal total realisasi biaya penutupan dan pemulihan tambang lebih kecil atau lebih besar dari jumlah yang dicadangkan, selisihnya menjadi pengurang atau penambah biaya operasi yang dapat dikembalikan dari masing-masing wilayah kerja atau lapangan yang bersangkutan, setelah mendapat persetujuan Kepala Badan Pelaksana. |
(4) | Ketentuan mengenai tata cara penggunaan dana cadangan biaya penutupan dan pemulihan tambang diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Kontraktor dapat merhbebankan iuran pesangon bagi pegawai tetap yang dibayarkan kepada pengelola dana pesangon tenaga kerja yang ditetapkan Menteri Keuangan. |
(2) | Tata cara pengelolaan iuran pesangon dan besarnya pesangon diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Seluruh biaya kerja, pembebanannya ditangguhkan sampai dengan adanya lapangan yang berproduksi secara komersial di wilayah kerja sebagaimana dimaksud dalamPasal 7 ayat (1). |
(2) | Untuk pengamanan penerimaan negara, selain penangguhan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Menteri dapat mengambil kebijakan terkait pengembangan lapangan. |
(1) | Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 yang dapat dikembalikan dalam 1 (satu) tahun kalender terdiri atas:
|
(2) | Jumlah maksimum biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kontrak jasa ditentukan sebesar imbalan yang diberikan olehPemerintah. |
(3) | Biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang belum dapat diperhitungkan dalam 1 (satu) tahun kalender dapat diperhitungkan pada tahun berikutnya. |
(4) | Biaya langsung minyak bumi dibebankan pada produksi minyak bumi dan biaya langsung gas bumi dibebankan pada produksi gas bumi. |
(5) | Dalam hal terdapat biaya bersama minyak dan gas bumi, biaya bersama dialokasikan sesuai proporsi nilai relatif hasil produksi. |
(6) | Dalam hal suatu lapangan atau wilayah kerja telah menghasilkan satu jenis hasil produksi minyak bumi atau gas bumi, sementara jenis produksi yang lainnya belum menghasilkan, biaya bersama sebagaimana dimaksud pada ayat (5) dialokasikan secara adil berdasarkan kesepakatan antara Badan Pelaksana dan kontraktor. |
(7) | Pengembalian biaya operasi untuk minyak bumi dilakukan hanya terhadap lifting minyak bumi, sedangkan pengembalian biaya operasi untuk gas bumi dilakukan hanya terhadap nilai penjualan gas bumi. |
(8) | Dalam hal pengembalian biaya operasi minyak bumi atau gas bumi tidak mencukupi dari hasil produksinya atau nilai penjualannya, ditentukan:
|
(1) | Penghasilan dari kontrak kerja sama dalam bentuk penjualan minyak bumi dinilai dengan menggunakan harga minyak mentah Indonesia. |
(2) | Metodologi dan formula dari harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditetapkan bersama oleh Menteri dan Menteri Keuangan. |
(3) | Ketentuan mengenai tata cara penetapan metodologi dan formula harga minyak mentah Indonesia sebagaimana dimaksud pada ayat (2) diatur dengan Peraturan Menteri. |
(1) | Penghasilan dari kontrak kerja sama dalam bentuk kontrak penjualan gas bumi dihitung berdasarkan harga yang disepakati dalam kontrak penjualan gas bumi. |
(2) | Dalam hal penjualan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan setelah gas bumi diperoleh melalui proses lebih lanjut yang disetujui Menteri, penghasilan yang diakui dihitung berdasarkan hasil penjualan yang diterima dikurangi komponen biaya penjualan. |
(1) | Dalam hal tidak terdapat FTP dan insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20. |
(2) | Dalam hal terdapat FTP tetapi tidak terdapat insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan. |
(3) | Dalam hal terdapat FTP dan insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi FTP dikurangi insentif investasi dikurangi biaya operasi yang dapat dikembalikan. |
(4) | Dalam hal tidak terdapat FTP tetapi terdapat insentif investasi, equity to be split dihitung berdasarkan lifting dikurangi insentif investasi dikurangi biaya operasi yangdapat dikembalikan. |
(5) | Insentif investasi dan biaya operasi yang dapat dikembalikan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, dikonversi menjadi:
|
(6) | Bagian kontraktor untuk kontrak kerja sama, dihitung berdasarkan persentase bagian kontraktor sebelum pajak penghasilan yang dinyatakan dalam kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to be split. |
(7) | Bagian Pemerintah untuk kontrak kerja sama dihitung berdasarkan persentase bagian Pemerintah yang dinyatakan dalam kontrak kerja sama dikalikan dengan equity to be split yang didalamnya belum termasuk pajak penghasilan yang terutang oleh kontraktor. |
(8) | Kontraktor wajib memenuhi kewajiban DMO dengan menyerahkan 25% (dua puluh lima persen) bagiannya dari produksi minyak bumi dan/atau gas bumi yang dihasilkannya untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. |
(9) | Kontraktor mendapat imbalan DMO atas penyerahan minyak bumi dan/atau gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dengan harga yang ditetapkan oleh Menteri. |
(1) | Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor untuk kontrak bagi hasil, dihitung berdasarkan penghasilan dalam rangka kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya. |
(2) | Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (2), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak. |
(3) | Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor, dihitung berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif pajak yang ditentukan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan. |
(4) | Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor yang kontraknya ditandatangani sebelum berlakunya peraturan Pemerintah ini, dihitung berdasarkan tarif pajak perseroan atau pajak penghasilan pada saat kontrakditandatangani. |
(5) | Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) atau ayat (4), terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(6) | Dalam hal kontraktor berbentuk badan hukum Indonesia, penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(7) | Atas pemenuhan kewajiban pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6) diterbitkan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi setelah dilakukan pemeriksaan pajak. |
(8) | Sebelum surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi diterbitkan, dapat diterbitkan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara, |
(9) | Ketentuan mengenai penerbitan surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sebagaimana dimaksud pada ayat (7) dan surat keterangan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara sebagaimana dimaksud pada ayat (8) diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(10) | Kontraktor dibebaskan dari pemungutan bea masuk dan pajak dalam rangka impor atas barang yang digunakan dalam operasi perminyakan pada kegiatan eksplorasi dan kegiatan eksploitasi. |
(11) | Ketentuan mengenai tata cara pembebasan bea masuk dan pemungutan pajak dalam rangka impor sebagaimana dimaksud pada ayat (10) diatur sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, |
(1) | Penghasilan kena pajak untuk 1 (satu) tahun pajak bagi kontraktor dalam rangka kontrak jasa, berdasarkan penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3) dikurangi biaya bukan modal tahun berjalan dikurangi penyusutan biaya modal tahun berjalan dikurangi seluruh biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam pasal 12 yang belum dikembalikan. |
(2) | Ketentuan mengenai jumlah maksimum pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah imbalan yang diberikan oleh Pemerintah kepada kontraktor diatur dengan Peraturan Menteri. |
(3) | Dalam hal jumlah pengurang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) lebih besar dari penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (3), sisa kurangnya diperhitungkan pada tahun pajak berikutnya sampai dengan berakhirnya kontrak. |
(4) | Besarnya pajak penghasilan yang terutang bagi kontraktor berdasarkan penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikalikan dengan tarif sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dibidang pajak penghasilan. |
(5) | Atas penghasilan kena pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) setelah dikurangi pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diperlakukan sebagai deviden yang disediakan untuk dibayarkan dan terutang pajak penghasilan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. |
(1) | Atas penghasilan lain kontraktor berupa uplift atau imbalan lain yang sejenis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf a dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto. |
(2) | Atas penghasilan kontraktor dari pengalihan participating interest sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (4) huruf b dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final dengan tarif:
|
(3) | Pengenaan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf b, dikecualikan sepanjang untuk melakukan kewajiban pengalihan participating interest sesuai kontrak kerja sama kepada perusahaan nasional sebagaimana tertuang dalam kontrak kerja sama. |
(4) | Ketentuan mengenai tata cara pemotongan dan pembayaran atas pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Pembukuan atau pencatatan hams diselenggarakan dengan memperhatikan itikad baik dan mencerminkan keadaan atau kegiatan usaha yang sebenarnya. |
(2) | Pembukuan atau pencatatan harus diselenggarakan di Indonesia dengan menggunakan huruf latin, angka arab, dan disusun dalam bahasa Indonesia atau bahasa asing setelah mendapat persetujuan dari Menteri Keuangan. |
(3) | Pembukuan diselenggarakan dengan prinsip taat asas, sesuai dengan pernyataan standar akuntansi keuangan, dan sesuai prinsip kontrak bagi hasil. |
(4) | Pembukuan sekurang-kurangnya terdiri atas catatan mengenai harta, kewajiban, modal, penghasilan dan biaya, serta penjualan dan pembelian sehingga dapat dihitung besarnya pajak yang terutang. |
(5) | Buku, catatan, dan dokumen yang menjadi dasar pembukuan atau pencatatan dan dokumen lain termasuk hasil pengolahan data dari pembukuan yang dikelola secara elektronik atau secara program aplikasi online wajib disediakan di Indonesia selama biaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 12 belum dikembalikan. |
(1) | Untuk perhitungan pajak, Direktorat Jenderal Pajak menetapkan besarnya biaya pada tahapan eksplorasi setiap tahunnya di bidang usaha hulu minyak bumi dan gas bumi setelah mendapat rekomendasi dari Badan Pelaksana, |
(2) | Sebelum menetapkan besarnya biaya sebagaimana dimaksud pada ayat (1), auditor Pemerintah atas nama Direktorat Jenderal Pajak melakukan pemeriksaan. |
(3) | Dalam hal besaran biaya yang direkomendasikan Badan Pelaksana sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berbeda dengan besaran biaya hasil pemeriksaan auditor Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (2), auditor Pemerintah dan Badan Pelaksana wajib menyelesaikan perbedaan tersebut. |
(1) | Setiap kontraktor pada suatu wilayah kerja wajib:
|
(2) | Dalam hal terjadi pengalihan participating interest atau pengalihan saham, kontraktor wajib melaporkan nilainya kepada Direktur Jenderal Pajak. |
(3) | Dalam hal pengalihan participating interest, hak dan kewajiban perpajakan beralih kepada kontraktor yang baru. |
(4) | Bentuk dan isi SPT Tahunan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c diatur dengan Peraturan Direktur Jenderal Pajak. |
(1) | Setiap operator pada suatu wilayah kerja wajib:
|
(2) | Dalam hal terjadi pergantian operator, kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1) beralih kepada operator yang baru. |
(1) | Minyak bumi dan/atau gas bumi bagian pemerintah dari kontrak bagi hasil sebagaimana dimaksud dalam Pasal 24 dihitung berdasarkan volume minyak bumi dan/atau gas bumi. |
(2) | Dalam hal Pemerintah membutuhkan minyak bumi dan/atau gas bumi untuk keperluan pemenuhan kebutuhan dalam negeri, pajak penghasilan kontraktor dari kontrak bagi hasil, dapat berupa volume minyak bumi dan/atau gas bumi dari bagian kontraktor. |
(3) | Ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara penyerahan bagian Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur dengan Peraturan Menteri. |
(4) | Ketentuan mengenai perhitungan dan tata cara pembayaran Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud pada ayat. (2) diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan. |
(1) | Badan Pelaksana wajib menerbitkan standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran biaya yang digunakan pada kegiatan operasi perminyakan bersamaan dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini. |
(2) | Badan Pelaksana wajib menyampaikan laporan pembukuan mengenai pelaksanaan pengembalian biaya operasi kepada Direktur Jenderal Pajak dan Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi secara periodik setiap tahun dan sewaktu-waktu apabila diperlukan. |
(1) | Kontraktor harus melakukan transaksinya di Indonesia dan menyelesaikan pembayarannya melalui sistem perbankan di Indonesia. |
(2) | Transaksi dan penyelesaian pembayaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) hanya dapat dilakukan di luar Indonesia setelah mendapat persetujuan Menteri Keuangan. |
(1) | Menteri Keuangan dalam keadaan tertentu dapat rnenunjuk pihak ketiga yang independen untuk melakukan verifikasi finansial dan teknis setelah berkoordinasi dengan Menteri. |
(2) | Penunjukan pihak ketiga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengadaan barang dan jasa. |
a. | Kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum Peraturan Pemerintah ini diundangkan, dinyatakan tetap berlaku sampai dengan tanggal berakhirnya kontrak yang bersangkutan. |
b. | Hal-hal yang belum diatur atau belum cukup diatur secara tegas dalam kontrak kerja sama sebagaimana dimaksud pada huruf a untuk ketentuan mengenai:
|
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 20 Desember 2010 PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA, ttd. DR. H. SUSILO BAMBANG YUDHOYONO |
I. | UMUM Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3) menegaskan bahwa cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara termasuk minyak dan gas bumi yang merupakan sumber daya alam strategis yang tak dapat diperbaharui. Mengingat minyak dan gas bumi merupakan salah satu sumber penerimaan negara yang penting, maka pengelolaannya perlu dilakukan secara efisien dan seoptimal mungkin agar dapat dimanfaatkan bagi sebesar-besarnya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat. Pengelolaan minyak dan gas bumi sampai saat ini dilakukan melalui sistem kontrak bagi hasil yang juga dianut oleh kebanyakan negara produsen minyak. Peraturan Pemerintah ini lebih menjamin penerimaan negara yang berasal dari penghasilan kontrak bagi hasil atau penghasilan lainnya menjadi lebih optimal, antara lain melalui:
Dengan ditetapkannya Peraturan Pemerintah ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan penerapan Persetujuan Penghindaran Pajak Berganda (P3B). Dalam rangka optimalisasi penerimaan negara dari kontrak-kontrak yang sudah ada, Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2008 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2009 mengamanatkan Pemerintah untuk menerbitkan peraturan yang mengatur mengenai Pengembalian Biaya Operasi yang telah dikeluarkan kontraktor dalam rangka kontrak kerja sama. Untuk itu, ketentuan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah ini juga berlaku terhadap kontrak kerja sama yang telah ditandatangani sebelum berlakunya Peraturan Pemerintah ini dengan beberapa ketentuan peralihan. |
II. | PASAL DEMI PASAL Pasal 1 Cukup jelas. Pasal 2 Cukup jelas. Pasal 3 Ayat (1) Dalam hal kontrak kerja sama di bidang usaha hulu minyak dan gas bumi, Pemerintah menyediakan sumber daya alamnya sedangkan kontraktor wajib membawa modal dan teknologi. Konsekuensinya bahwa kontraktor tidak diperkenankan membebankan biaya bunga maupun biaya royalti dan sejenisnya ke dalam biaya operasi yang dapat dikembalikan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 4 Ayat (1) Pada dasarnya seluruh pengeluaran atas barang dan peralatan yang dibeli oleh kontraktor merupakan milik negara, sehingga pengeluaran tersebut merupakan biaya operasi yang dapat dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor berdasarkan harga perolehan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 5 Ayat (1) Yang dimaksud dengan kaidah praktek bisnis yang baik meliputi kaidah praktek bisnis yang umum berlaku dan wajar sesuai dengan etika bisnis, sedangkan kaidah keteknikan yang baik meliputi:
Ayat (2) Huruf a Pengeluaran rutin antara lain pembayaran gaji, biaya pemeliharaan, dan biaya pasca operasi pertambangan. Huruf b Pengeluaran proyek antara lain pembangunan fasilitas produksi dan kegiatan survei seismik. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 6 Otorisasi pembelanjaan finansial adalah authorization for expenditure (AFE) . Pasal 7 Cukup jelas. Pasal 8 Cukup jelas. Pasal 9 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan varian harga atas lifting adalah selisih harga yang terjadi karena perbedaan harga minyak mentah Indonesia bulanan dengan harga minyak mentah Indonesia rata-rata tertimbang. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 10 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Pengembangan wilayah kerja dalam ketentuan ini meliputi ekstensifikasi dan intensifikasi. Pasal 11 Biaya yang dapat dikurangkan dari penghasilan adalah sama dengan biaya yang akan dikembalikan oleh Pemerintah kepada kontraktor dalam rangka kontrak kerja sama, demikian pula sebaliknya. Prinsip ini biasa dikenal dengan nama uniformity principle. Biaya operasi sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini merupakan biaya yang menjadi dasar dalam penghitungan bagi hasil dan penghitungan Penghasilan Kena Pajak. Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Yang termasuk biaya penyusutan antara lain berupa:
Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Huruf a Termasuk dalam biaya pemindahan gas dari titik produksi ke titik penyerahan adalah biaya untuk pemasaran. Huruf b Cukup jelas. Huruf a Biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan disebut biaya sehari-hari yang boleh dibebankan pada tahun pengeluaran. Untuk dapat dibebankan sebagai biaya, pengeluaran tersebut harus mempunyai hubungan baik langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha atau kegiatan untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan dengan kegiatan operasi perminyakan di lapangan yang berproduksi secara komersial di wilayah kerja yang bersangkutan di Indonesia. Dengan demikian, pengeluaran untuk mendapatkan, rnenagih, dan memelihara penghasilan yang bukan objek pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pajak penghasilan dan/atau untuk penghasilan yang dikenakan pajak penghasilan yang bersifat final, tidak boleh dibebankan sebagai biaya yang dapat dikembalikan. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Ayat (2) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Yang dimaksud dengan "biaya langsung kantor pusat yang dibebankan ke proyek" adalah biaya yang terkait langsung dengan kegiatan operasi perminyakan di Indonesia dengan syarat:
Huruf c Cukup jelas. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Ayat (3) Peraturan Menteri Keuangan paling sedikit mengatur mengenai waktu pemberlakuan remunerasi. Pasal 13 Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Harta yang dihibahkan tidak boleh dibebankan sebagai biaya karena harta tersebut merupakan milik negara. Huruf d Cukup jelas. Huruf e Cukup jelas. Huruf f Cukup jelas. Huruf g Cukup jelas. Huruf h Cukup jelas. Huruf i Cukup jelas. Huruf j Cukup jelas. Huruf k Cukup jelas. Huruf l Cukup jelas. Huruf m Cukup jelas. Huruf n Biaya yang terkait dengan merger dan akuisisi antara lain:
Huruf o Yang dimaksud dengan "bunga atas pinjaman" adalah bunga atas pinjaman untuk membiayai operasi perminyakan. Huruf p Cukup jelas. Huruf q Cukup jelas. Huruf r Yang dimaksud dengan "kesalahan perencanaan" adalah perbuatan kontraktor dalam menyusun rencana yang dapat dikategorikan sebagai kelalaian berat atau perbuatan salah yang disengaja. Pengertian kelalaian berat atau perbuatan salah yang disengaja adalah setiap tindakan yang disengaja atau kecerobohan yang dilakukan oleh manajemen atau pejabat senior dari kontraktor yang:
Huruf s Yang dimaksud dengan "kelalaian kontraktor" adalah kelalaian berat (gross negligance) atau perbuatan salah yang disengaja (willful misconduct). Sebagian biaya konstruksi fasilitas produksi /peralatan yang tidak dapat dibebankan menjadi biaya operasi yang tidak dapat dikembalikan dalam hal:
Huruf t Angka 1 Yang dimaksud dengan "transaksi yang merugikan negara" adalah transaksi yang dilakukan tidak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan sehingga menimbulkan kerugian bagi negara seperti pengadaan barang dan jasa yang tidak sesuai dengan spesifikasi yang ditetapkan dan lain-lain. Angka 2 Yang dimaksud dengan tidak melalui proses tender dalam ketentuan ini adalah seluruh pengadaan barang dan jasa wajib melalui proses tender sesuai kebutuhan yang berlaku, namun untuk pengadaan barang dan jasa untuk keperluan darurat dapat tidak melalui proses tender. Angka 3 Cukup jelas. Huruf u Cukup jelas. Huruf v Cukup jelas. Huruf w Cukup jelas. Huruf x Dalam hal adanya kepentingan nasional yang mendesak, antara lain kelangsungan produksi, percepatan peningkatan produksi minyak dan/atau gas bumi yang memberikan manfaat yang sebesar-besarnya bagi negara, dapat dilakukan pengecualian terhadap ketentuan ini. Pasal 14 Yang dimaksud dengan penghasilan tambahan yang berasal dari hasil penjualan produk sampingan antara lain penjualan belerang dan penjualan kapasitas lebih dari tenaga listrik. Pasal 15 Cukup jelas. Pasal 16 Ayat ( 1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "placed into service" adalah saat dimulainya suatu harta berwujud digunakan dan telah memenuhi syarat-syarat yang ditetapkan oleh Badan Pelaksana. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 17 Yang dimaksud dengan "tahun pajak" adalah tahun kalender. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas Pasal 18 Cukup jelas. Pasal 19 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "kebijakan" adalah antara lain dalam rangka pengembalian biaya yang didasarkan atas keekonomian lapangan atau beberapa lapangan dalam usulan satu rencana pengembangan lapangan (POD basis) atau pengembangan lapangan yang didasarkan atas keekonomian dalam satu lapangan (field basis) atau pengembangan lapangan yang didasarkan atas keekonomian satu sumur atau beberapa sumur dengan tidak membangun fasilitas produksi sendiri (put on production). Ayat (1) Huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Yang dimaksud dengan "biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada tahun-tahun sebelumnya" adalah bagian dari saldo biaya operasi yang belum dapat dikembalikan pada awal tahun, sehingga dapat dikembalikan pada tahun berjalan sesuai dengan pola bagi hasil. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Cukup jelas. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Cukup jelas. Ayat (8) Cukup jelas. Pasal 21 Yang dimaksud dengan "titik penyerahan" adalah titik terjadinya pengalihan hak kepemilikan (transfer of title) minyak bumi dan/atau gas bumi dari Pemerintah kepada kontraktor. Pasal 22 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "harga minyak mentah Indonesia" adalah harga minyak mentah yang ditetapkan oleh Menteri secara periodik. Ayat (3) Cukup jelas. Pasal 23 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Yang dimaksud dengan "komponen biaya penjualan" adalah biaya yang berkaitan dengan kegiatan pemrosesan lebih lanjut gas sampai dengan penjualannya antara lain biaya pinjaman pembangunan kilang, biaya operasi kilang, transportasi, dan biaya pemasaran. Pasal 24 Cukup jelas. Pasal 25 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Yang dimaksud dengan "tarif pajak" sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang Pajak Penghasilan dalam ketentuan ini adalah pemberlakuan tarif pajak sesuai besaran tarif pajak yang dipilih oleh kantraktor yaitu tarif pajak yang berlaku pada saat kontrak kerja sama ditandatangani atau tarif pajak sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan yang berlaku dan dapat berubah setiap saat. Ayat (4) Cukup jelas. Ayat (5) Cukup jelas. Ayat (6) Cukup jelas. Ayat (7) Yang dimaksud dengan "surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi" adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak setelah dilakukan pemeriksaan. Ayat (8) Yang dimaksud dengan "surat ketetapan pembayaran pajak penghasilan minyak bumi dan gas bumi sementara" adalah surat ketetapan pajak yang diterbitkan oleh Direktur Jenderal Pajak sebelum dilakukan pemeriksaan yang kegunaannya antara lain untuk kepentingan internal manajemen kantor pusat. Ayat (9) Cukup jelas. Ayat (10) Cukup jelas. Ayat (11) Cukup jelas. Pasal 26 Cukup jelas. Pasal 27 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Participating interest dilaksanakan berdasarkan peraturan perundang-undangan. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 28 Cukup jelas. Pasal 29 Cukup jelas. Pasal 30 Cukup jelas. Pasal 31 Ayat (1) Cukup jelas. Ayat (2) Cukup jelas. Ayat (3) Jika interest pada suatu wilayah kerja dimiliki oleh kontraktor A, kontraktor B, dan kontraktor C kemudian interest kontraktor A dialihkan kepada kontraktor D, maka kewajiban perpajakan atas interest tersebut menjadi kewajiban kontraktor D sejak pengalihan interest tersebut berlaku efektif. Ayat (4) Cukup jelas. Pasal 32 Ayat (1) Huruf a Jika kontraktor A telah menandatangani kontrak kerja sama minyak dan gas bumi dengan Pemerintah pada wilayah kerja X, maka kontraktor A yang juga bertindak selaku operator wajib mendaftarkan wilayah kerja tersebut untuk memperoleh NPWP yang berbeda dengan NPWP kontraktor itu sendiri. Huruf b Cukup jelas. Huruf c Cukup jelas. Ayat (2) Jika kontraktor B menjadi operator menggantikan kontraktor A, maka kewajiban beralih kepada kontraktor B sejak pengalihan operator tersebut berlaku efektif. Pasal 33 Cukup jelas. Pasal 34 Ayat (1) Yang dimaksud dengan "standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran biaya" adalah suatu ukuran baik kualitatif dan/atau kuantitatif yang merupakan suatu rentang nilai yang mewakili kondisi keteknikan dan kewajaran unsur biaya barang dan jasa yang digunakan sebagai pembanding dalam proses persetujuan rencana kerja dan anggaran serta otorisasi pembelanjaan finansial. Pembebanan biaya operasi didasarkan pada realisasi biaya yang dikeluarkan berdasarkan proses pengadaan barang dan jasa sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Standar atau norma, jenis, kategori, dan besaran biaya tersebut akan dievaluasi sesuai dengan keperluan. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 35 Cukup jelas. Pasal 36Ayat (1) Yang dimaksud dengan "keadaan tertentu" adalah musibah karena alam yang menimbulkan potensi kerugian negara berupa penurunan penerimaan dan/atau kerugian pada aset negara pada kegiatan eksplorasi dan/atau eksploitasi minyak bumi dan/atau gas bumi. Ayat (2) Cukup jelas. Pasal 37 Ketentuan ini dimaksudkan untuk menjaga besaran penerimaan negara (jumlah pajak dan penerimaan negara bukan pajak) tidak mengalami perubahan sesuai dengan besaran penerimaan negara sebagaimana tercantum dalam kontrak kerja sama. Pasal 38 huruf a Cukup jelas. Huruf b Cukup jelas. Pasal 39 Cukup jelas. Pasal 40 Cukup jelas. |