Tempat Pendaftaran Wajib Pajak dan/atau Tempat Pelaporan Usaha Pengusaha Kena Pajak pada Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, Kantor Pelayanan Pajak di Lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus dan Kantor Pelayanan Pajak Madya
(1) | Tempat pendaftaran Wajib Pajak dan/atau tempat pelaporan usaha Pengusaha Kena Pajak pada KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Wajib Pajak Besar, KPP di lingkungan Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Khusus, dan KPP Madya berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Wajib Pajak Penanaman Modal Asing tertentu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b angka 2 sampai dengan angka 7 ditentukan berdasarkan klasifikasi lapangan usaha Wajib Pajak sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf A yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(2) | Wajib Pajak yang ditetapkan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk seluruh cabang Wajib Pajak yang berdomisili di wilayah sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf B yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | Wajib Pajak yang memenuhi kriteria untuk terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), yang mendaftarkan diri setelah penerbitan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), terdaftar pada KPP Pratama yang wilayah kerjanya meliputi tempat kedudukan atau tempat tinggal Wajib Pajak. |
(4) | Dalam hal berdasarkan hasil evaluasi, Wajib Pajak tidak lagi memenuhi kriteria untuk terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1), Direktur Jenderal Pajak melakukan pemindahan tempat terdaftar dan/atau tempat pelaporan usaha Wajib Pajak secara jabatan dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak. |
(5) | Dalam hal Wajib Pajak dipindahkan ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (4), namun tempat tinggal atau tempat kedudukan dan/atau tempat kegiatan usaha Wajib Pajak tidak sesuai dengan Keputusan Direktur Jenderal Pajak dimaksud, maka:
|
(6) | Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf C dan ayat (4) menggunakan contoh format sebagaimana ditetapkan pada Lampiran I huruf D yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Kewajiban perpajakan bagi Wajib Pajak yang terdaftar pada KPP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) meliputi:
| ||||||||||||
(2) | Pemenuhan kewajiban PPN atau PPN dan PPnBM sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||
(3) | Pemenuhan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dimulai sejak berlakunya Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4), tanpa perlu penerbitan surat keputusan mengenai pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang. | ||||||||||||
(4) | Dalam hal Wajib Pajak Berstatus Pusat dipindah ke KPP Pratama berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (4), berlaku ketentuan sebagai berikut:
| ||||||||||||
(5) | Dalam hal Wajib Pajak menghendaki untuk mencabut pemusatan tempat Pajak Pertambahan Nilai terutang sebelum jangka waktu sebagaimana dimaksud pada ayat (4) huruf b berakhir, Wajib Pajak harus menyampaikan pemberitahuan secara tertulis kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak yang wilayah kerjanya meliputi KPP Pratama tempat Wajib Pajak terdaftar sesuai dengan ketentuan perundang-undangan di bidang perpajakan. | ||||||||||||
(6) | Kewajiban pemotongan dan pemungutan PPh sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c meliputi:
|
(1) | Berdasarkan keputusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4), Kepala KPP Lama menyampaikan surat pemberitahuan mengenai penetapan dan pemindahan tempat Wajib Pajak terdaftar paling lambat 1 (satu) bulan sebelum tanggal SMT. |
(2) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf E yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(3) | Kepala KPP Baru menyampaikan surat pemberitahuan tempat terdaftar paling lambat 5 (lima) hari kerja sejak tanggal SMT. |
(4) | Surat pemberitahuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) menggunakan contoh format sebagaimana tercantum dalam Lampiran I huruf F yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Peraturan Direktur Jenderal ini. |
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sudah mulai dilakukan pemeriksaan, maka pemeriksaan dimaksud diselesaikan oleh KPP Lama sampai dengan penyusunan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan. |
(2) | Yang dimaksud dengan mulai dilakukan pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yaitu Surat Pemberitahuan Pemeriksaan Lapangan atau Surat Panggilan Dalam Rangka Pemeriksaan Kantor telah disampaikan kepada Wajib Pajak. |
(3) | Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) dan Nota Penghitungan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), KPP Baru menerbitkan surat ketetapan pajak dan/atau Surat Tagihan Pajak. |
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang dilakukan Pemeriksaan Bukti Permulaan, maka pemeriksaan bukti permulaan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum. |
(2) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang dilakukan penyidikan, maka penyidikan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum. |
(3) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang proses penghentian penyidikan sesuai ketentuan Pasal 44A atau Pasal 44B UU KUP, maka penghentian penyidikan dimaksud diselesaikan oleh Kanwil Lama atau Direktorat Penegakan Hukum. |
(1) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang mengajukan permohonan pembetulan sesuai dengan Pasal 16 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT, Wajib Pajak yang ditetapkan atau dipindahkan berdasarkan Keputusan Direktur Jenderal Pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat (1) dan ayat (4) sedang mengajukan permohonan keberatan sesuai dengan Pasal 25 Undang-Undang KUP dan/atau permohonan nonkeberatan sesuai dengan Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan keputusan, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat surat keputusan yang diterbitkan berdasarkan ketentuan sebagaimana dimaksud Pasal 16, Pasal 26, dan/atau Pasal 36 Undang-Undang KUP dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Banding atau Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Banding yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung terkait Putusan Pengadilan Pajak atas Gugatan yang diterima oleh KPP Lama dan belum ditindaklanjuti sesuai dengan ketentuan yang berlaku, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Termasuk dalam pelaksanaan putusan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan (3) adalah penerbitan Surat Keputusan Pengembalian Kelebihan Pembayaran Pajak (SKPKPP) dan Surat Perintah Membayar Kelebihan Pajak (SPMKP) dalam hal tindak lanjut pelaksanaan Putusan Pengadilan Pajak dan Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung mengakibatkan kelebihan pembayaran pajak. |
(1) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pendahuluan kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17C atau Pasal 17D Undang-Undang KUP, serta Pasal 9 ayat (4c) Undang-Undang PPN yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pengembalian Pendahuluan Kelebihan Pajak (SKPPKP) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(2) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian pembayaran pajak yang seharusnya tidak terutang berdasarkan Pasal 17 ayat (2) Undang-Undang KUP dan belum diterbitkan Surat Ketetapan Pajak Lebih Bayar (SKPLB) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(3) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pengembalian kelebihan pembayaran pajak berdasarkan Pasal 17B Undang-Undang KUP yang belum diterbitkan surat ketetapan pajak oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(4) | Dalam hal pada saat SMT terdapat SKPPKP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) atau surat ketetapan pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) yang menyatakan lebih bayar namun belum diterbitkan SKPKPP dan SPMKP oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|
(5) | Dalam hal pada saat SMT terdapat permohonan pemberian imbalan bunga dengan mencantumkan nomor rekening dalam negeri Wajib Pajak yang belum diterbitkan Surat Keputusan Pemberian Imbalan Bunga (SKPIB), Surat Keputusan Perhitungan Pemberian Imbalan Bunga (SKPPIB) dan/atau Surat Perintah Membayar Imbalan Bunga (SPMIB) oleh KPP Lama, berlaku ketentuan sebagai berikut:
|